Senin, 31 Agustus 2009

Berita Film

Bad Boys 3 siap DIKERJAKAN

Anda penggemar film dwilogi Bad Boys? Ya, dwilogi film aksi super seru dan super gila 2 polisi Miami PD bagian narkotika nakal, edian, dan heboh ini bakal siap diproduksi film ketiganya. Yap. Bad Boys 3 sudah siap untuk diproduksi lagi. Columbia Pictures siap untuk mendanai film ini. Sebagai langkah awal, penulis naskah dan cerita Peter Craig sudah dikontrak untuk menulis cerita dan naskah film action yang ditunggu - tunggu oleh banyak orang ini.  Tak hanya itu, Columbia pun juga sedang sibuk untuk mengontak 4 orang yang menjadi tulang punggung kesuksesan dwilogi Bad Boys, sapa lagi kalo bukan Produser fim action edan terkenal Jerry Bruckheimer, Sutradara action keras terkenal yang baru saja sukses dengan dwilogi Transformers nya yaitu Michael Bay, serta tentunya duo pemainnya yang sudah klop banget chemistry nya, Martin Lawrence serta tentunya Mr July kita, Will Smith.

Diharapkan, cerita dan naskah yang dibuat oleh Craig bisa kembali menarik minat 4 orang tersebut untuk mau kembali bergabung di proyek yang seru satu ini. Tapi, kelihatannya akan ada berbagai ganjalan. Pertama, Sutradara Michael Bay sendiri sudah menyatakan dirinya untuk istirahat sejenak dari berbagai kegiatan penyutradaraan akibat terlalu lelah dengan syuting dwilogi Transformers yang tiada henti. Apalagi, sekarang Bay sedang keranjingan sebagai produser film - film horor remake lawas, seperti remake Friday the 13th, Texas Chainsaw Massacre, dan A Nightmare on Elm Street yang akan tayang tahun depan. Kedua, tentunya, adalah kesibukan Will Smith yang menggunung. Jelas, bintang film kulit hitam yang sukses ini pun sedang padat - padatnya jadwal syutingnya, apalagi jika prequel film I Am Legend yang berjudul I Am Legend : Awakening jadi untuk diproduksi dan edar tahun 2011 nanti, maka makin padatlah jadwalnya. Tapi apapun kemungkina itu, kelihatannya Bad Boys 3 siap untuk diproduksi dengan full team winning karena semua pihak pun merasa senang dan merasa berenergi untuk kembali membuat Bad Boys 3. Will dan Martin pun sudah dari jauh - jauh hari melobi bos Columbia Pictures agar bisa dibuatkan lagi sekuel Bad Boys karena saking senang dan enjoynya mereka bekerja memproduksi dwilogi film Bad Boys ini. Bay pun juga senang banget bekerja sama dengan para crew Bad Boys ini juga. Dan jangan lupa juga akibat film ini jugalah, ke 4 orang tersebut bisa meraih sukses besar di Hollywood dan bisa terkenal sebagai orang - orang spesialis film - film laga. Untuk jadwal edar, film ini masih belum memiliki jadwal edar yang pasti, tai ditargetkan kelar sekitar 2011. We'll waiting for this movie, brothers. ;)

Review The Hangover


Review 
The Hangover
Pemain : Bradley Cooper as Phil Wenneck
                Ed Helms as Stu Price
                 Zach Galifianakis as Alan Garner
                 Justin Bartha as Doug Billings
                 Mike Tyson as himself

Director : Todd Phillips

Rilis : 
• 5 Juni 2009 ( Amerika )
• 22 Agustus 2009 ( Midnight Show di Bioskop – Bioskop Indonesia )
• 26 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia )

     The Hangover adalah film yang menjadi kuda hitam diantara kepungan film – film seru selama Summer Movies tahun 2009 ini. Dengan promosi yang terbilang tidak segila – gilaan film pesaing lainnya, film ini toh tetap dengan mantap menembus angka 100 juta US$ selama peredarannya di Amerika Serikat saja. Malah, dengan tidak terduga, film ini berhasil meng – KO film pesaingnya pada minggu itu, yaitu Land of the Lost. Sebenarnya, apa sih rahasia kesuksesan The Hangover ini?
     Sebelumnya, mari kita lihat ulang ceritanya. Berkisah tentang Doug yang sebentar lagi akan menikah dengan seorang wanita, tepatnya, Doug akan menikah sekitar 2 hari lagi. Temen – temen Doug yang merupakan gerombolan edan dan juga slenge’an yang terdiri dari Phil, Stu, dan Alan, membawa dengan paksa Doug ke Las Vegas untuk mengikuti pesta bujangan. Pesta berlangsung gila – gilaan dan kacau balau sampai akhirnya, trio edan dan Doug pun kecapaian dan tertidur pulas di kamar hotelnya. Pagi – pagi buta, trio edan itu kalang kabut karena Doug menghilang dan mereka ternyata mendapati hal – hal ajaib yang tidak bisa mereka duga sebelumnya, seperti menemukan seekor macan di kamar mandi dan bayi berusia enam bulan di kamar mereka di hotel Caesars Place. Satu hal yang juga tidak mereka temukan adalah Doug. Kalang kabut, tidak ada petunjuk, dan dikejar oleh waktu, trio edan ini pun berusaha untuk menemukan dan membawa pulang Doug agar bisa menghadiri pernikahannya sendiri dan berusaha untuk mencari tahu, sebenarnya, apa sih yang telah terjadi selama 1 malam sebelumnya yang gila – gilaan tersebut serta berusaha untuk mencari pemecahan masalahnya masing – masing.
     Dari cerita di atas, film ini mengundang rasa kepenasaran penonton dengan apa yang terjadi dengan keempat orang itu. Selain itu, pemecahan permasalahannya akan seperti apa. Itu yang membikin menarik film ini. Tapi ternyata, hasilnya justru lebih baik lagi ketimbang perkiraan para penonton awam sebeumnya. Film ini dengan cerdik menurut saya berhasil menambahkan plot kejutan lainnya selama film ini berlangsung. Pemecahan masalahnya pun juga terbilang cool dan tidak diduga sebelumnya serta terkesan konyol. Cerita mengalir lancar dan mendukung pemecahan masalah terhadap misteri yang ada. Bumbu konyolnya pun juga pas dan kocak, tapi ya memang kelihatannya tidak bisa diterima semua pihak. Saya sih merasanya kocak film ini, tapi saya juga berpikir bahwa kayaknya film ini komedinya tidak bisa diterima semua piak juga deh. Mungkin akibat joke nya yang terlalu kebule – bulean kali ya. Durasinya terhitung pas dengan ceritanya sehingga tidak membosankan penonton. Para pemainnya pun juga bermain pas, termasuk petinju Mike Tyson yang berperan sebagai dirinya sendiri pun juga cukup mencuri perhatian dan bisa membuat penonton tertawa.
     Overall, film ini saya nilai berhasil sebagai sebuah film komedi dewasa yang komplit dan juga bagus untuk mereka yang memang sedang butuh hiburan komedi dewasa. Dengan cerita yang unik dan membuat penasaran, pemecahan masalah yang cool serta konyol, para pemain yang mendukung juga OK, durasi yang pas, dan tentunya, komedi yang juga bisa membikin ketawa ( minimal tersenyum ), membuat film The Hangover memang layak disebut sebagai sebuah film komedi dewasa yang sukses di Amerika Serikat sana dan tentunya dengan gemilang mendapat pendapatan diatas 100 juta US$ serta disukai para kritikus film disana plus dengan sukses meninju film bodoh Land of the Lost yang kualitasnya kalah jauh dibanding The Hangover. Good job Guys.
 
Point :
Cerita               = 8 / 10
Pemeran          = 7 / 10
Kriteria khusus :
Komedi             = 7 / 10
Pemecahan 
masalah           
= 7 / 10
Unsur Hiburan= 7 /10
Total                 = 7 / 10

 
Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis



Kamis, 27 Agustus 2009

Preview The Final Destination a.k.a Final Destination 4


Preview
The Final Destination ( a.k.a Final Destination 4 ) ( New Line Cinema_2009 )

Pemain : Bobby Campo as Nick
  Shantel VanSanten as Lori Milligan
  Nick Zano as Hunt Wynorski

Sutradara : David R. Ellis

Rilis =
• 28 Agustus 2009 ( Amerika )
• 28 Agustus 2009 ( Estimasi Di Bioskop – Bioskop Indonesia ) atau 29 Agustus 2009 untuk Estimasi Midnight Show di Bioskop - Bioskop Indonesia

     Film Final Destination pertama yang keluar pada tahun 2000 lalu di klaim sebagai film horor remaja yang unik karena membawa rasa seram penonton nya dengan cara yang beda dari biasanya. Film yang nongol di tengah gempuran film – film horor remaja pada saat itu menjadi salah satu film favorit di kalangan remaja akibat ceritanya yang unik dan beda dari film – film horor remaja lainnya yang nongol pada saat itu, dimana umumnya film horor yang nongol di situ hanya menjual film dengan tema pembunuh berantai atau film setan klise lainnya. Film Final Destination pertama bercerita tentang sekelompok remaja yang tadinya ditakdirkan mati oleh Sang Maut, tapi batal akibat salah seorang remaja dari kelompok tersebut mendapat penglihatan tentang kematian tersebut dan mencegah teman – temannya agar tidak mati akibat kejadian tersebut. Sayang, Sang Maut pun tidak terima dengan hal itu dan tetap memburu mereka agar tetap mati, walau dengan cara yang sadis dan juga tidak diduga sebelumnya. Akhirnya, remaja yang mendapat penglihatan tersebut pun mengumpulkan teman – temannya yang masih hidup tersebut untuk menantang Sang Maut sekali lagi dan berusaha untuk bertahan hidup. Film ini pada masa itu didukung oleh bintang – bintang remaja yang memang sedang naik daun pada saat itu, seperti Devon Sawa yang memang langganan jadi aktor utama film – film horor remaja pada saat itu dan dipuja – puja oleh wanita – wanita muda pada saat itu, lalu Kerr Smith yang tengah menanjak namanya lewat seri TV Dawson’s Creek, lalu aktris cantik seksi Ali Larter yang mulai menanjak namanya pada saat itu, sampai pada aktor Seann William Scott yang terkenal sebagai tokoh edian Steve Stifler di film remaja penuh sensasi, American Pie. Tak ayal, film Final Destination pertama langsung laku keras di pasaran dengan penghasilan total 113 juta US$ untuk peredarannya secara internasional ( 53 Juta US$ untuk peredaran di Amerika nya dan 60 Juta US$ secara internasional ), berbanding dengan bujetnya yang hanya 23 Juta US$ saja. Tak hanya itu, film ini akhirnya menelurkan 2 sekuel lainnya ( Final Destination 2 dan Final Destination 3 ) yang ketiganya mengalami pendapatan yang naik turun, dimana Final Destination 2 turun pendapatannya dibanding Final Destination 1 dan Final Destination 3 naik lagi pendapatannya serta menjadi seri Final Destination paling laku.
     Lalu, bagaimana dengan The Final Destination a.k.a Final Destination 4 ( selanjutnya disingkat sebagai FD 4 ) ini? Ceritanya sebenarnya sama saja. Berkisah tentang remaja bernama Nick ( Campo ) yang sedang menonton pertandingan balap mobil NASCAR Racing bersama teman – temannya di sebuah sirkuit balap mobil. Tak diduga, Nick mendapat penglihatan tentang kecelakaan mobil yang gila – gilaan yang menyebabkan dirinya dan teman – temannya tewas secara mengenaskan. Ketakutan, Nick pun berusaha untuk menyelamatkan teman – temannya dari kecelakaan itu dan ternyata, benarlah kejadian yang di”lihat” oleh Nick tersebut. 10 tahun berlalu dan Nick serta teman – temannya pun hidup tenang, sampai akhirnya, Sang Maut yang gak rela untuk melepas Nick dan kawan – kawannya yang masih hidup itu pun akhirnya mulai bertindak untuk kembali mencabut nyawa Nick dan teman – temannya, walaupun dengan cara paling sadis sekalipun. Nick pun berusaha untuk mengumpulkan teman – temannya dan berusaha untuk melawan Sang Maut serta menyelamatkan teman – teman dan dirinya agar bisa bertahan hidup.
     Sekilas, tidak ada yang baru dengan seri The Final Destination ( FD 4 ) yang baru ini. Tapi, tunggu dulu. Anda jangan menelan mentah – mentah begitu saja persepsi saya ini, karena, film ini akan tampil prima dengan mengusung tampilan gambar berformat 3D. Ya, 3D, kata sakti yang sedang diagung – agungkan di dunia perfilman ini pun menjadi senjata maut yang ampuh untuk menarik minat penonton agar mau kembali menyaksikan seri FD 4 yang baru ini. Apalagi, jika anda yang sudah pernah menonton film My Bloody Valentine 3D awal tahun 2009 kemarin ini pun ( baru sekitar bulan Mei 2009 filmnya masuk ke bioskop Indonesia ) pastinya tahu bagaimana dahsyatnya nonton film horor dengan dengan format gambar 3D. Kapak dan pecahan – pecahan benda serta tusukan – tusukan benda tajam yang diarahkan ke arah kita menjadi begitu nyata gambarnya, sehingga kita bisa merasa takut atau secara refleks langsung mengelak ke kiri dan ke kanan. David R. Ellis pun tahu benar dengan hal itu dan dia rela untuk kembali turun gunung menyutradarai FD 4 ini dengan format gambar 3D, walaupun dia jugalah biang kerok kegagalan Final Destination 2 tempo hari akibat tensi ketegangannya yang kurang mantap dibanding seri – seri Final Destination lainnya. Apalagi, film ini memiliki saingan berat dengan hadirnya sesama film horor ”sakit” berjudul Halloween 2 buatan Mbah Rob Zombie yang notabene sukses lewat remake film Halloween tahun 2007 kemarin di Amerika. Namun apapun itu, saya tetap optimis, bahwa film FD 4 ini pasti akan menghibur anda lewat adegan – adegan thrillingnya yang cool dan juga senjata ampuh format gambar 3D nya itu. Apapun kekhawatiran anda, kemungkinan besar, tetap, FD 4 akan mampu menghibur dan menggedor jantung anda. Sesuai dengan tagline film ini, REST IN PIECES, AUDIENCES. HUAHAHAHAHAHAHAHA. XD




Preview
Carriers ( Paramount Vantage_2009 )

Pemain : Lou Taylor Pucci as Danny
Chris Pine as Brian
Piper Perabo as Bobby
Emily VanCamp as Kate

Sutradara : Àlex Pastor dan David Pastor

Rilis =
• 4 September 2009 ( Amerika )
• 29 Agustus 2009 ( Midnight Show Secara Terbatas Di Bioskop BlitzMegaplex Paris Van Java, Bandung, Indonesia )
• 2 atau 4 September 2009 ( Estimasi akan main di Bioskop – Bioskop Indonesia )

     Ingat dengan film – film yang menceritakan tentang pandemi sebuah penyakit di sebuah kota? Anda yang gemar dengan film horor zombie macam seri Resident Evil, Dawn of the Dead, 28 Days Later serta sekuelnya 28 Weeks Later, sampai – sampai film horror zombie jadul buatan Italia seperti Nightmare City dan Zombi 2 serta film thriller seru dengan bintang Dustin Hoffman dan Rene Russo berjudul Outbreak pun pasti hafal dengan ritme film – film bertema seperti ini. Ya, apalagi kalo bukan sekelompok orang yang berusaha untuk kabur dari kota itu dan kemudian berusaha untuk bertahan hidup dari kepungan zombie – zombie maupun virus – virus ganas yang telah menginfeksi satu kota tersebut. Kali ini, sutradara Àlex Pastor dan David Pastor kembali untuk mencoba menampilkan film dengan tema serupa dengan tokoh – tokoh anak muda yang berusaha untuk kabur dan bertahan hidup dari serangan virus di sebuah kota kecil berjudul Carriers
     Ceritanya tentang sekelompok anak muda yang berusaha untuk kabur dari pandemi sebuah virus yng bisa membuat seseorang menjadi zombie dan berusaha untuk bertahan hidup menyeberangi kota – kota kecil yang mereka singgahi untuk bisa sampai ke sebelah barat Amerika. Pemuda – pemudi yang berjumlah 4 orang itupun berusaha untuk lari dan membantu penduduk kota sekitar yang mereka singgahi yang terkena virus tersebut dengan sebisa mereka. Lambat laun, akhirnya mulailah perjalanan ini pun menjadi perjalanan yang penuh liku, perseteruan, penuh kecurigaan, serta rasa saling ketidakpercayaan satu sama lain dengan asumsi, apakah salah satu diantara 4 orang ini ada yang terkena virus tersebut atau tidak serta harapan apakah mereka bisa sampai ke kota barat Amerika tersebut dengan selamat atau tidak. Dengan pergulatan batin diantara mereka, mereka pun akhirnya harus melawan kegelapan dalam diri mereka sendiri, selain juga melawan pandemi virus serta orang – orang yang sudah terinfeksi menjadi zombie agar bisa bertahan hidup.
     Sekilas lewat trailer yang ada, film ini kelihatannya akan bertumpu pada pergulatan batin masing – masing karakter yang ada serta rasa saling trust satu sama lain. Tetap akan ada adegan mencekam seperti dikejar zombie dan lain sebagainya, tapi kelihatannya hal tersebut hanyalah sebagai bumbu penyedap saja. Sutradara Àlex Pastor dan David Pastor ini pun juga belum teruji benar sebagai sutradara sebuah film layar lebar, apalagi film dengan genre ini. Plus, trailer serta promosi – promosi nya pun sayangnya juga kurang menjual dan film ini terkesan hanya sebagai film horor independent saja. Tapi, dengan menjual kekuatan cerita, serta tentunya menjual aktor tampan pujaan wanita yang baru saja berhasil melakoni peran Captain Kirk muda di remake film Star Trek bulan Mei 2009 kemarin ini, Chris Pine, kelihatannya film ini tetap akan menjadi sebuah film yang cukup ok buat ditonton dan kelihatannya cukup ok juga untuk menggedor jantung anda.. Film ini memang sedianya akan diputar di Amerika tanggal 4 September 2009 yang akan datang, tapi, secara eksklusif, Bioskop BlitzMegaplex di Indonesia berhasil mendapat kehormatan untuk memutar film ini lebih awal dalam pertunjukkan Midnight Show sabtu ini, tanggal 29 Agustus 2009 di bioskop BlitzMegaplex Paris Van Java, Bandung sekitar jam 23.30. Untuk yang di Jakarta dan Tangerang, SABAR DULU YE!! Wakakakka. XD.

Senin, 24 Agustus 2009

Review District 9


Review
District 9 ( Tristar Pictures_2009 )

Pemain : Sharlto Copley as Wikus Van De Merwe
  Jason Cope as Grey Bradnam - UKNR Chief Correspondent
  Nathalie Boltt as Sarah Livingstone – Sociologist

Director : Neill Blomkamp

Rilis : 
• 14 Agustus 2009 ( Amerika )
• 15 Agustus 2009 ( Midnight Show di Bioskop – Bioskop Indonesia )
• 20 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia )

     Film District 9 merupakan film panjang dari sebuah film documenter berjudul Alive in Joburg yang beredar pada tahun 2005 lalu dengan durasi sekitar 6 menit. Sebenarnya, sang sutradara film Alive in Joburg, Neil Blomkamp, ditawari oleh Peter Jackson untuk membuat film adaptasi dari game terkenal di Amerika, Halo. Sayang, proyek ini semakin tidak jelas juntrungya sehingga Peter Jakson pun merasa tidak enak hati dengan Neil dan langsung saja dia mengucurkan dana sekitar 30 Juta US$ bagi Neil untuk membuat film apapun yang diinginkan oleh Neil. Neil pun memutusakn untuk membuat versi panjang film documenter buatannya sendiri, Alive in Joburg ini menjadi sebuah film utuh untuk konsumsi bioskop dengan title District 9. Di konferensi San Diego Comic Con 2009 kemarin, film ini mengadakan diskusi panel yang menghadirkan Peter Jackson dan Neil Blomkamp dengan para calon penonton film ini serta preview film ini. Film ini edar resmi di Amerika tanggal 14 Agustus 2009 kemarin dan mendapat respon positif dari para penonton dan kritikus film serta berhasil menjadi raja di Box Office tanggal 17 Agustus kemarin dengn hasil pemasukan 3 harinya sebesar 37 Juts US$.

     Film District 9 ini bercerita tentang kontak pertama alien ke bumi yang dimulai sekitar 38 tahun yang lalu. Ketika itu, pesawat UFO besar melayang di atas Afrika Selatan. Manusia bumi pun awalnya menerima kehadiran para alien tersebut di bumi. Tapi, lama kelamaan, mulailah terjadi clash antara alien – alien tersebut dengan manusia dan alien – alien tersebut pun dipaksa untuk kerja paksa dan menetap di sebuah wilayah kumuh bernama District 9. Tak hanya itu, akhirnya dibentuklah pasukan khusus yang dipegang oleh Multi Nasional United ( MNU ), sebuah perusahaan swasta yang akan mendapat keuntungan besar jika berhasil menciptakan senjata yang mampu membunuh alien – alien tersebut. MNU bertugas untuk mengawasi, menginspeksi, bahkan akan mengambil tindakan tegas terhadap alien yang berani untuk melawan mereka, melanggar batas wilayah, dan juga yang melanggar peraturan – peraturan yang telah ditetapkan bagi para alien tersebut. Alien – Alien itupun akhirnya dikenal dengan sebutan Prawn karena memang bentuknya yang mirip dengan udang. Ketegangan memuncak ketika salah seorang petugas lapangan MNU, Wikus van der Merwe (Sharlto Copley), terinfeksi virus alien misterius cair yang berasal dari sebuah kaleng di area District 9 tersebut dan mengubah DNA dirinya menjadi setengah Alien dan setengah Manusia. Tak ayal, Wikus pun akhirnya menjadi manusia ( atau bahkan bisa dikatakan sebagai makhluk? ) yang paling dicari di muka bumi ini. Dia diincar oleh MNU karena dengan DNA dirinya, Wikus bisa menghasilkan senjata mematikan bagi para alien dan tetap harus dibunuh agar bisa dipelajari anatomi tubuhnya dan juga merupakan gangguan paling besar bagi MNU yang bisa mengancam kehidupan manusia. Selain dikejar pihak MNU, ternyata Wikus pun dikejar oleh gangster kanibal yang berisi orang – orang Nigeria yang rela untuk membunuh para Prawn dengan anggapan bahwa dengan memakan dagingnya, mereka akan menjadi Alien yang kuat, tak tertandingi, dan bisa berulah seenak jidat. Sang pemimpin gangster ini pun sangat bernafsu untuk membunuh Wikus dan memakan dagingnya. Wikus pun akhirnya berusaha untuk bertahan hidup dengan bantuan seorang Prawn bernama Christopher yang berjanji untuk mengubah Wikus kembali menjadi manusia asal tabung berisi cairan yang telah menginfeksi Wikus itu bisa kembali ke tangan Christoper. Maka, dimulailah petualangan seru antara 2 makhluk beda spesies ini guna mendapat kemerdekaan mereka masing – masing.
     Secara mengejutkan, film ini justru berbeda dari film – film Alien lainnya, Alien di film ini digambarkan sebagai makhluk yang ternyata memiliki perasaan seperti manusia. Kita bisa lihat ini ketika adegan dimana Christoper dengan mata kepalanya sendiri melihat jasad temannya yang dikuliti dan dijadikan bahan ekperimen oleh para petinggi MNU dan Christoper pun merasa down dengan hal itu, atau ketika Christoper rela berbuat apapun demi keselamatan anaknya dan berusaha untuk pulang ke kapal induknya yang tengah melayang di Afrika Selatan untuk pulang kembali ke planetnya. Film ini justru dengan gamblang berhasil memperlihatkan kepada kita, bahwa para Prawn alias para Alien pun ternyata memiliki hati dan perasaaan juga, sama seperti kita manusia. Sebaliknya, kita, para manusia pun ternyata adalah makhluk keji dan tidak memiliki perasaan serta tidak berperikemanusiaan jika sudah terobsesi dengan suatu hal. Kita bisa lihat di film ini bahwa manusia adalah makhluk serakah yang rela untuk membunuh Prawn maupun manusia yang notabene “satu bangsa” sekalipun hanya untuk tujuan pribadi serta tentunya, uang dan kekuasaan.
     Film ini juga menggunakan format gambar rekaman dri berbagai sudut pandang, entah itu sudut pandang kameramen TV, wartawan yang mewawancarai berbagai nara sumber untuk berteori tentang Wikus dan Prawn, dan juga menggunakan format gambar film biasa, sehingga film ini tidak membosankan dalam hal pengambilan sudut pandang. Film ini tetap berhasil dalam hal special efeknya karena Prawn, Pesawat UFO, serta mesin tempur bangsa Prawn terlihat real. Durasi film ini yang berkisar 105 menit inipun juga pas dan tidak panjang serta enak untuk diikuti.
     Kekurangannya terletak pada kurang digalinya tentang latar belakang bangsa Prawn dan juga sayangnya, spesial efeknya, walaupun terkadang terlihat real, tapi dalam kondisi tertentu pun bisa terlihat bahwa spesial efeknya bisa agak kasar juga Walaupun begitu, tetap spesial efeknya tergolong jempolan dan tidak sekasar Cloverfield, walaupun mutu special efeknya kadang naik turun. Selain itu, saya juga agak bingung dalam hal sudut pandang. Di satu sisi, sudut pandang yang berubah – ubah itu tergolong kreatif dan juga merupakan sifat friendly bagi para penonton yang kurang bisa menonton film full documenter; tapi di sisi lain, saya merasa bahwa film ini justru terkesan bingung dalam hal menentukan genre nya, apa maunya jadi film documenter full atau mau focus ke format gambar bioskop aja. Selain itu, film in pun tergolong sadis akbat cukup banyaknya adegan – adegan yang tergolong sadis, seperti badan meledak, dibelek, dipotong, dan lain sebagainya. Jika anda tidak tahan dengan hal itu, bisa dikhawatirkan orang – orang yang tadinya mengharapkan full action tanpa kesan gory yang berlebih, akan muntah di bioskop. He3. XD.
     Overall, di balik semua kekurangan tersebut, bisa dikatakan, District 9 merupakan film yang lain dan berani tampil beda dibanding film dengan genre – genre tentang Alien lainnya. Dengan pesan cerita serta sindiran yang cukup sakit bagi para manusia ketika melihat film ini, tema dan pesan ceritanya yang tidak biasa, sifat friendly dalam hal sudut pandang, serta kemampuan Neil dalam hal mengaduk emosi penonton pun berhasil dieksekusi oleh sutradara debutan baru ini, mirip seperti awal – awal karier sutradara Zack Snyder ketika membuat Dawn of the Dead saat itu yang berani tampil beda dan juga sama – sama berhasil dalam hal menyajikan film action seru dan juga thrilling dan berhasil membawa emosi penontonnya naik turun. Film ini bisa saya katakan cocok bagi anda yang mencari film hiburan, atau mencari film tentang Alien yang beda dari yang lainnya, atau sekedar nonton bareng pacar di weekend ini jika sudah menonton The Proposal dan sedang mencari film berikutnya yang akan ditonton lagi atau, pas juga bagi anda yang baru mau belajar menonton film dokumenter.karena sudut pandangnya yang berbeda – beda dan tidak melulu diambil dari sudut pandang documenter. Tak sia – sia ternyata Peter Jackson mengucurkan dana sekitar 30 Juta US$ kepada Neil Blomkamp karena sang sutradara behasil membuat sebuah film bagus, baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehinggan bisa membayar kepercayaan sang produser dan tentunya, film ini bisa menjadi resume bagus bagi Neil untuk bisa menggarap film – film lainnya. Good job brother!

Point :
Cerita          = 8 / 10
Pemeran     = 7 / 10
Kriteria khusus :
Action           = 7 / 10
Special Efek = 7 / 10
Unsur Hiburan
Dan Pesan 
Moral            
= 8 /10
Total             = 7,5 / 10

 
Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis



Preview The Hangover


Preview 
The Hangover
Pemain : Bradley Cooper as Phil Wenneck
                 Ed Helms as Stu Price
                 Zach Galifianakis as Alan Garner
                 Justin Bartha as Doug Billings
                 Mike Tyson as himself

Director : Todd Phillips

Rilis : 
• 5 Juni 2009 ( Amerika )
• 22 Agustus 2009 ( Midnight Show di Bioskop – Bioskop Indonesia )
• 26 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia )

   
     The Hangover tadinya merupakan sebuah film under – estimate akibat gempuran film – film besar selama Musim Panas 2009 ini. Tapi siapa sangka, di tengah gempuran yang ada, film komedi gila – gilaan ini begitu perkasa dalam hal performa Box Office nya, sama seperti film The Proposal. Selama 3 hari pemutarannya di Amerika tanggal 5 Juni lalu, fim ini langsung mengeruk 45 juta US$, menjadi raja tangga Box Office pada minggu itu, serta langsung meng – KO film yang tadinya diharapkan akan lebih sukses ketimbang The Hangover, yaitu Land of the Lost yang notabene merupakan film dengan bujet lebih besar serta lebih dipromosikan gila - gilaan ketimbang The Hangover. Tak hanya itu, film ini pun juga banyak menuai pujian dari para kritikus dan juga para audience yang telah menyaksikan film ini. Sebenarnya, apa sih formula film ini sehingga bisa tampil prima dan mantap dalam tangga Box Office serta disukai oleh publik di Amerika sana?
    Ada baiknya, kita liat sekilas ceritanya. Berkisah tentang Doug yang sebentar lagi akan menikah dengan seorang wanita, tepatnya, Doug akan menikah sekitar 2 hari lagi. Temen – temen Doug yang merupakan gerombolan edan dan juga slenge’an yang terdiri dari Phil, Stu, dan Alan, membawa dengan paksa Doug ke Las Vegas untuk mengikuti pesta bujangan. Pesta berlangsung gila – gilaan dan kacau balau sampai akhirnya, trio edan dan Doug pun kecapaian dan tertidur pulas di kamar hotelnya. Pagi – pagi buta, trio edan itu kalang kabut karena Doug menghilang dan mereka ternyata mendapati hal – hal ajaib yang tidak bisa mereka duga sebelumnya, seperti menemukan seekor macan di kamar mandi dan bayi berusia enam bulan di kamar mereka di hotel Caesars Place. Satu hal yang juga tidak mereka temukan adalah Doug. Kalang kabut, tidak ada petunjuk, dan dikejar oleh waktu, trio edan ini pun berusaha untuk menemukan dan membawa pulang Doug agar bisa menghadiri pernikahannya sendiri dan berusaha untuk mencari tahu, sebenarnya, apa sih yang telah terjadi selama 1 malam sebelumnya yang gila – gilaan tersebut serta berusaha untuk mencari pemecahan masalahnya masing – masing.
     Dengan premise seperti ini, penonton pun akhirnya mau tak mau diajak untuk penasaran juga untuk menonton filmnya. Apalagi, ketiga performa trio edan inipun katanya super kocak dengan kualtas filmnya yang juga lucu dan bagus. Walaupun begitu, kita tidak bisa serta merta juga mengambil kesimpulan bahwa film ini juga akan sebagus yang telah dikatakan oleh para audience di Amerika sana. Salah satu faktornya adalah perbedaan gaya komedi antara orang bule Amerika sana dengan gaya komedi di Indonesia. Ya, terkadang, selera komedinya berbeda sehingga bisa menyebabkan audience di negeri ini bisa tidak cocok selera komedinya dengan audience di Amerika sana sehingga bisa menyebabkan filmnya dianggap garing dan kurang lucu oleh negara selain Amerika. Seperti misalnya film Borat yang dikatakan lucu di Amerika Serikat tapi kurang lucu di Indonesia, atau film America Pie yang terkenal dengan komedi sex remaja paling OK di Amerika tapi kurang kena kocaknya bagi penonton Indonesia dan malah terkesan dicap sebagai film porno. 
     Tapi apapun itu, untuk hari ini, bagi anda yang minggu depan menjadwalkan ingin nonton film ringan menghibur, The Hangover bisa menjadi pilihan anda. Kita akan lihat, sampe sengocol apa film ini dan juga mencai tahu jawaban – jawaban atas ”misteri” yang terjadi di sekeliling trio edan ini. WE’LL SEE!!!


Selasa, 18 Agustus 2009

Preview The Proposal


Preview
The Proposal ( Touchstone Pictures_2009 )
Cast : Sandra Bullock as Margaret Tate
Ryan Reynolds as Andrew Paxton

Director : Anne Fletcher
Rilis:
• 19 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia )
                          • 19 Juni 2009 ( Amerika Serikat )

     Anda pasti kenal dengan aktris cantik Sandra Bullock donk? Jika anda lupa, masih ingat dengan sosok Annie, supir bus wanita dadakan di film hit Speed bersama Keanu Reeves alias Kang Nunu? Ya, pastinya, anda ingat dengan aktris cantik yang meroket namanya lewat film Speed ini. Kali ini, Sandra kembali menghibur penonton lewat film drama komedi romantis The Proposal, bersama dengan lawan mainnya, the newest macho man, Ryan Reynolds.
     Ceritanya simple. Seorang editor buku terkenal, disegani di kantornya, tapi berstatus single, Margaret ( Bullock ) terancam di deportasi ke negara asalnya, Kanada. Karena sudah hidup mapan di Amerika, Margaret pun ketakutan, sampai akhirnya, tanpa sengaja, Andrew ( Reynolds ), bawahannya yang selalu ditindas olehnya, masuk ke ruangannya dan langsung lah terpikir ide ”brilian” Margaret agar dia tidak dipecat, yaitu berbohong kepada pihak imigrasi bahwa dia dan Andrew akan segera menikah. Andrew pun kaget setengah mati dan kelabakan dengan hal itu, apalagi, dia harus segera pulang ke Alaska untuk bertemu dan berkumpul dengan keluarganya di Alaska. Andrew awalnya tidak setuju dengan hal gila ini, tapi, akhirnya setuju dengan syarat 2 hal yang diinginkan Andrew bisa dipenuhi oleh Margaret, yaitu Andrew bisa mendapat posisi sebagai editor dan naskah tulisannya bisa di publish menjadi buku. Margaret pun dengan berat hati mengiyakan hal tersebut. Andrew dan Margaret pun akhirnya pergi ke Alaska dan disana, mereka mulai hidup seperti pasangan yang hendak menikah. Lalu, bagaimana dengan ending film ini? Apakah rencana bohong – bohongan Margaret bisa berjalan sukses? Kayaknya, anda – anda yang suka dengan genre drama komedi romantis seperti ini pasti sudah tau dengan endingnya deh. He3. XD.
     Secara tak terduga, film ini dengan perkasa langsung menjadi sleeper hit di Amerika Serikat sana. Dengan torehan 33,6 juta US$ selama 3 hari pemutarannya, film ini langsung merajai tangga Box Office pasca pertengahan bulan Juni waktu itu. Sampai sekarang, film ini telah memperoleh pendapatan sekitar 157 juta US$ hanya untuk peredarannya di Amerika Serikat nya saja dan total 250,7 juta US$ dari peredarannya secara internasional. Luar biasa? Jelas, karena film ini awalnya tidak terlalu diperhitungkan akibat gempuran film – film lawas di musim panas tahun 2009 ini, apalagi, seminggu sebelum film ini dirilis, muncul film The Taking of Pelham 1 2 3 yang lebih dijagokan untuk meraup laba yang lebih besar ketimbang film ini, kemudian ancaman film The Hangover yang secara mengejutkan juga bisa merajai tangga Box Office di Amerika selama 2 minggu berturut – turut ( film The Hangover ini akan saya jadikan preview nanti ke depannya jika film ini akan segera muncul di bioskop – bioskop tanah air ), dan seminggu setelah film ini diedarkan, akan datang film raksasa Transformers : Revenge of the Fallen. Tapi, film ini sepertinya tidak gentar dengan gempuran film – film besar di sekelilingnya dan tetap melaju dengan konstan di tangga Box Office.
     Dari trailer filmnya, film ini memang menjual kekocakan dan juga romantisme semata. Dari segi cerita...................ah, kayaknya sudah basi kali ya. Tak perlu dibahas dari segi cerita karena menurut prediksi saya, yah ceritanya hanya begitu – begitu saja, tak ada yang beda dengan film – film lain yang meiliki genre yang sama. Saya rasa, film ini cocok bagi anda yang ingin mengajak pasangan anda menonton di bioskop untuk pekan ini karena filmnya yang saya prediksi akan lucu, menghibur, dan tentunya romantis ini. Apapun hasilnya nanti, film ini akan dinilai secara pasti pada saat filmnya beredar minggu ini ( hari rabu tanggal 19 Agustus 2009 ). So, just sit, relax, and enjoy the romatism and the laugh. He3. XD. 


Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis
 



Sabtu, 15 Agustus 2009

Review The Taking of Pelham 1 2 3


Review
The Taking of Pelham 1 2 3 ( Columbia Pictures_2009 )

Director:
Tony Scott

Pemain : Denzel Washington as Walter Garber
                John Travolta as Ryder
                                          Luis Guzmán as Phil Ramos
                                          John Turturro as Camonetti
                                          James Gandolfini as Mayor

Rilis :
• 4 Juni 2009 ( Amerika )
• 12 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia )

     Apa jadinya jika kendaraan umum yang biasa anda naiki setiap hari guna menuju tempat anda beraktifitas sehari – hari, suatu hari dibajak oleh sekelompok pencuri yang kepala pencurinya ternyata orang yang kecewa dengan system pemerintahan kotamadya kita dan nyawa anda berada di tangan seorang petugas operator traffic center? Itulah pertanyaan yang diajukan oleh film Drama Thriller semi Action The Taking of Pelham 1 2 3 yang beredar di bioskop – bioskop Tanah Air mulai tanggal 12 Agustus 2009 kemarin. Film yang dibesut oleh sutradara spesialis film drama action thriller Tony Scott ini dibintangi oleh “Duet Maut” Denzel Washington dan John Travolta.
     Film ini berkisah tentang sekelompok pencuri pimpinan Ryder ( Travolta ) yang membajak sebuah kereta api subway Pelham 1 2 3 New York City dan meminta uang tebusan sebesar 10 Juta dan 1 sen US$ kepada pemerintah kota New York dalam waktu 1 jam. Jika tuntutannya tidak dipenuhi dalam 1 jam, maka Ryder akan membunuh setiap orang yang ada di kereta itu setiap menit keterlambatannya. Seorang petugas operator NY subway traffic center yang menangani area jalur kereta Pelham 1 2 3, Walter Garber ( Denzel ) pun mau tak mau harus berurusan dengan Ryder lewat microphone; secara, Ryder hanya mau berkomunikasi dengan Garber seorang dan akan membunuh semua penumpang subway jika bukan Garber yang berbicara dengannya. Waktu pun berlalu dan Walikota NY pun dengan cepat langsung menyetujui keinginan Ryder. Sayangnya, ada saja halangan yang terjadi dalam proses pengantaran uang tebusan dan waktu terus berlalu. Bagaimana dengan ending penyanderaan Pelham 1 2 3 ini? Apakah Ryder berhasil mendapatkan uangnya? Dan yang paling Garber pertanyakan adalah, bagaimana cara Ryder dan komplotannya untuk kabur dari situasi ini sementara tidak ada jalan keluar yang pasti dari area yng dilalui oleh Pelham 1 2 3 itu? Semua itu akan terjawab jika anda menonton film ini sampai tuntas di bioskop.
     Anda mengharapkan action yang seru dan gila – gilaan dari film ini? Ow ow ow. Jika itu yang anda harapkan, maka dengan sangat menyesal saya katakana, ANDA SALAH PILIH FILM! Yap. Film ini lebih berorientasi pada tema thriller nya ketimbang actionnya. Dibanding filmnya Tony Scott yang terakhir, Man on Fire yang berjalan lambat, membosankan, dan mendayu – dayu, maka lewat film ini, Tony Scott terhitung berhasil dalam menyajikan sebuah film thriller yang OK dan cukup enak untuk dinikmati dari awal sampai film ini berakhir. Dengan cerdik Tony Scott menyisipkan berbagai dialog yang seru antar tokohnya, menaik turunkan tempo ketegangan film, serta tentunya diiringi dengan musik yang justru terkesan rock techno sehingga filmnya jadi tidak membosankan. Selain itu, durasi film ini pun tidak dipanjang – panjangkan sehingga tidak perlu adegan – adegan bertele – tele. Yang uniknya lagi adalah sebenarnya, masing – masing tokoh memiliki latar belakang atau background yang justru unik dan tidak biasa, bahwa mereka sebenarnya menyimpan rahasia satu sama lain di belakang diri mereka masing – masing. Inilah yang membua film ini jadi tambah menarik. Adegan - adegan aksinya tergolong sedikit, tapi cukup pas dan sesuai dengan porsinya. Selain itu, Scott juga cukup berhasil menggambarkan suasana keruwetan yang terjadi di kota NY.
     “Duet Maut” Denzel Washington dan John Travolta terbukti ampuh sebagai senjata pamungkas film ini. John Travolta sekali lagi berhasil membuktikan kepada para penonton bahwa dirinya tetap cocok berperan sebagai seorang penjahat. Tingkah tokohnya yang menyebalkan, keras, kejam, tapi pintar ini berhasil mencuri perhatian penonton. Memang sich masih belum se – memorable tokoh Vincent Vega yang tengil di film Pulp Fiction, tokoh Castor Troy yang menyebalkan, psycho, tapi gaul dan jago tembak serta cerdik licik di film Face / Off, atau tokoh Vic Deakins yang kejam dan jago tembak serta ahli strategi di film Broken Arrow ( kesemuanya merupakan tokoh criminal yang diperankan oleh Travolta ), tapi at least, John Travolta sudah berusaha yang terbaik dalam memerankan tokoh criminal Ryder di film ini dan tidak kalah kelas juga dibanding tokoh – tokoh tadi yang sudah disebutkan. Yang enak dari film ini adalah justru chemistry antar Travolta dengan Washington berjalan lancar dan tidak membosankan karena ditunjang juga dengan dialog – dialog yang cerdas dan juga cukup membuat penonton penasaran dengan karakter kedua tokoh tersebut. Selain itu, para actor lain seperti John Turturro yang berperan sebagai kepala polisi negotiator Camonetti dan James Gandolfini sebagai walikota NY pun bermain cukup pas. 
      Point minus saya catat pada endingnya yang terkesan gampang saja dan juga bagi penonton awam yng tadinya mengharapkan full action di film ini akibat trailernya yang cukup menjual action, pastinya akan kecewa dengan mutu film ini. Selain itu, sayangnya ceritanya pun sudah tergolong basi dan tidak ada improvement lain dari segi kreativitas cerita. Menonton film ini hampir sama seperti misalnya kita menonton film sejenis, seperti misalnya film The Negotiator akibat kemiripan tone ceritanya.
     Overall, film ini menurut saya cukup bagus, tapi miskin pengembangan cerita sehingga menyebabkan film ini tergolong sama saja dengan film sejenis. Film ini benar – benar terselamatkan akibat point plus yang tadi sudah disebutkan di atas dan juga akibat serunya kita melihat dialog antara tokoh Garber dan Ryder yang tentunya merupakan performa MANTAPZ dari Washington dan Travolta. Film ini juga bisa menjadi bahan pelajaran bagi para ayah, khususnya dari tokoh Garber yang rela untuk melakukan apa saja demi keluarganya, walaupun harus mengorbankan kariernya sekalipun dan juga rela untuk berbuat yang terbaik untuk menyelamatkan para sandera dari kekejaman Ryder tanpa mengaharapkan imbalan dari masyarakat. Sekali lagi saya ingatkan, bagi anda yang mencari action yang seru dan gila – gilaan dari film ini, saya katakan bahwa ANDA LEBIH BAIK MEMILIH FILM LAIN UNTUK DITONTON. Film ini tidak menawarkan action yang seru dan gila – gilaan, tapi justru berhasil membawa penonton setia genre thriller untuk hanyut ke dalam filmnya dan mungkin bisa menjadi bahan perenungan setelah menonton filmnya. So, selamat menonton dan menikmati film ini. ;).



Point :
Cerita                = 5 / 10
Pemeran           = 7 / 10
Kriteria khusus :
Action                = 6 / 10
Thrilling Meter= 7 / 10
Total                  = 6 / 10

 
Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis



Preview District 9


Preview
District 9 ( Tristar Pictures_2009 )

Pemain : Sharlto Copley as Wikus Van De Merwe
                Jason Cope as Grey Bradnam - UKNR Chief Correspondent
                Nathalie Boltt as Sarah Livingstone – Sociologist

Director : Neill Blomkamp

Rilis : 
• 14 Agustus 2009 ( Amerika )
• 15 Agustus 2009 ( Midnight Show di Bioskop – Bioskop Indonesia )
• 19 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia )

     Pada tahun 2005 yang lalu, keluarlah sebuah film dengan style dokumenter pendek berdurasi 6 menit-an berjudul Alive in Joburg yang dibesut oleh sutradara Neill Blomkamp yang menceritakan tentang kedatangan alien di Afrika Selatan dan kemudian menetap di Afrika Selatan. Awalnya, alien – alien tersebut disambut dengan baik disana, tapi lama kelamaan, alien – alien tersebut mulai dianggap mengganggu akibat sering mencuri, clash dengan pihak aparat berwajib, dan mulai memperluas area tempat tinggal mereka. Akhirnya, mereka pun dipaksa untuk menghuni sebuah area bernama District 9. 
     Film District 9 ini merupakan film panjang (atau bisa juga dikategorikan sebagai sekuel atau kelanjutan ) dari film style dokumenter Alive in Joburg itu sendiri. Film ini teaser trailernya beredar pada tanggal 1 Mei 2009 dan saya terkesan biasa - biasa saja terhadap trailer filmnya. Tapi di sisi lain, saya jadi penasaran, bakal menjadi seperti apa sich film ini nantinya? Akhirnya, Official Theatrical Trailer film ini beredar pada tanggal 8 Juli 2009 dan dari trailer inilah, mulai ada ketertarikan saya terhadap film ini. Trailernya mulai memberikan dengan jelas mengenai cerita film ini dan dibumbui dengan adegan – adegan action cool serta cukup menarik perhatian. Film ini mulai mendapat perhatian cukup bagus dari para calon penonton lewat panel diskusi dan preview film ini bagi kalangan terbatas pada pameran San Diego Comic Con 2009. Terbukti, para penonton yang berhasil menonton Preview film ini rata – rata memuji film ini. Lalu, ketika Press Screening pada 12 Agustus 2009 kemarin, film ini langsung memperoleh banyak pujian dari para kritikus film di Amerika Serikat.
     Film District 9 ini bercerita tentang kontak pertama alien ke bumi yang dimulai sekitar 30 tahun yang lalu. Ketika itu, pesawat UFO besar melayang di atas Afrika Selatan. Manusia bumi pun awalnya menerima kehadiran para alien tersebut di bumi. Tapi, lama kelamaan, mulailah terjadi clash antara alien – alien tersebut dengan manusia dan alien – alien tersebut pun dipaksa untuk kerja paksa dan menetap di sebuah wilayah kumuh bernama District 9. Tak hanya itu, akhirnya dibentuklah pasukan khusus yang dipegang oleh Multi Nasional United ( MNU ), sebuah perusahaan swasta yang akan mendapat keuntungan besar jika berhasil menciptakan senjata yang mampu membunuh alien – alien tersebut. MNU bertugas untuk mengawasi, menginspeksi, bahkan akan mengambil tindakan tegas terhadap alien yang berani untuk melawan mereka, melanggar batas wilayah, dan juga yang melanggar peraturan – peraturan yang telah ditetapkan bagi para alien tersebut. Ketegangan memuncak ketika salah seorang petugas lapangan MNU, Wikus van der Merwe (Sharlto Copley), terinfeksi virus alien misterius di area District 9 tersebut dan mengubah DNA dirinya menjadi setengah Alien dan setengah Manusia. Tak ayal, Wikus pun akhirnya menjadi manusia ( atau bahkan bisa dikatakan sebagai makhluk? ) yang paling dicari di muka bumi ini. Dia diincar oleh MNU karena dengan DNA dirinya, Wikus bisa menghasilkan senjata mematikan bagi para alien dan tetap harus dibunuh agar bisa dipelajari anatomi tubuhnya dan juga merupakan gangguan paling besar bagi MNU yang bisa mengancam kehidupan manusia. Pihak Alien pun tidak tinggal diam dan berusaha untuk melacak Wikus guna dilindungi dari kejaran para pasukan MNU serta berusaha untuk menghabisinya jika dia berbuat macam – macam. Wikus pun terjebak di tengah – tengah keadaan super genting ini, dan diapun harus belajar dan berusaha agar tetap bisa bertahan hidup dari serangan para musuh yang mengincarnya.
     Premis yang menjanjikan? Bisa dikatakan iya. Selain dari nilai preview yang wah banget di Amerika sana, film ini juga memiliki marketing campaign yang menarik, mulai dari poster bertuliskan ”This Bus (or This Car) for Humans Only”, website yang menarik dan unik (www.D–9.com), sampai pada nama sutradara kaliber Oscar yang menjabat sebagai produser film ini, Peter Jackson, yang terpampang di poster film ini, pastinya membuat orang tergugah untuk menyaksikan film ini dan berpikir, sebagus apa sih film ini? Yang jelas, film ini akan memakai format gambar semi dokumenter sehingga akan membuatnya terkesan cukup real bagi para penontonnya. 
     So, penasaran dengan film ini? Anda bisa menonton film ini hari ini juga ( Sabtu, 15 Agustus 2009 ) untuk jadwal Midnight Show nya di bioskop – bioskop 21, XXI, dan BlitzMegaplex di Indonesia ini dan akan diputar secara reguler playtime di bioskop – bioskop Indonesia nanti pada tanggal 19 Agustus 2009. Yang pasti, bagi para alien di muka bumi ini, sesuai dengan tagline film ini, ”You are NOT Welcome HERE!!”




Review

Merah Putih ( Produksi : Pt Media Desa Indonesia, Margate House_2009 )

Pemain : Doni Alamsyah as Tomas
                 Lukman Sardi as Amir
                 Rudy Wowor as Major Van Gaartner
                 T. Rifnu Wikana as Dayan
                  Darius Sinathrya as Marius

Sutradara : Yadi Sugandi

Rilis : 13 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia )

     Film bertema kemerdekaan di jaman Perfilman Indonesia yang semakin lama semakin bobrok ini? Jelas, merupakan sebuah oase di tengah padang gurun tandus Perfilman Indonesia saat ini. Film yang sudah mulai mengeluarkan tajinya sejak akhir tahun 2008 ini akhirnya diputar juga di Indonesia tanggal 13 Agustus 2009 kemarin, 4 hari menjelang Kemerdekaan RI yang ke 64 yang akan jatuh pada tanggal 17 Agustus 2009 nanti.
     Film ini mengambil setting tahun 1945, dimana kisahnya mengambil garis besar tentang awal – awal kemerdekaan RI, Agresi Militer Belanda yang dilancarkan kepada Indonesia, dan dimana Belanda mulai berusaha untuk merebut Kemerdekaan RI lagi agar bangsa Indonesia bisa dijajah lagi, layaknya seperti tempo dulu. Film ini menceritakan tentang sepak terjang 1 tim Pasukan Tentara Pejuang Rakyat di Jawa Tengah yang terdiri dari berbagai tokoh; ada Amir ( Sardi ) yang merupakan seorang guru tapi rela mendaftar sebagai perwira guna berjuang membela Negara dan berusaha mempertahankan Kemerdekaan RI dan memiliki seorang istri bernama Lastri yang sedang hamil 3 minggu; lalu Tomas ( Donny ) yang melihat kekejaman tentara Belanda membantai seluruh anggota keluarganya di depan mata kepalanya sendiri dan bersumpah untuk membalas dendam kematian keluarganya terhadap tentara Belanda dengan cara mendaftarkan diri sebagai prajurit di medan perang; lalu Marius ( Darius ) anak aritokrat Jawa yang ikut maju ke medan perang hanya untuk bersenang – senang; serta Dayan ( Wikana ), pemuda Bali berbadan tinggi besar yang pendiam tapi jago beladiri dan memainkan pisau serta pedang dan merupakan orang yang paling bijaksana, tenang, serta seorang motivator sejati ketika Amir sedang dalam saat keputus – asaan. Semua tokoh ini harus bersatu untuk menghadapi Belanda dan berusaha untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda yang bertubi – tubi.
     Lalu, bagaimana dengan kualitas film ini? Sayangnya, film yang digembar – gemborkan dari akhir tahun 2008 lalu ini tergolong biasa – biasa saja di mata saya, tidak sebagus dan se – wah prediksi saya. Film ini memiliki beberapa point kekurangan menurut saya. Pertama, kurang serunya adegan – adegan action dan ledakan di film ini. Film ini digembar – gemborkan sebagai film dengan efek ledakan yang wah, sampai – sampai mengimport para ahli spesial efek ledakan dan laga yang didatangkan dari Amerika. Nyatanya? Justru adegan – adegan action dan ledakannya menurut saya tetap masih belum se – wah dan belum bisa menandingi adegan action dan efek ledakan film – film Hollywood. Malah, kalo mau dibilang kasarnya, adegan action dan efek ledakannya masih kasar dan sebenarnya malah terkesan tidak dikerjakan oleh orang – orang import tersebut ( Maaf, tapi saya rasa, itulah kenyataannya menurut saya ). Kedua, film ini masih kurang dalam hal pendalaman latar belakang para karakternya. Memang, Kita akan diperlihatkan mengenai karakter masing – masing tokoh utamanya, tapi sayangnya, background karakter – karakter yang ada justru tidak di - eksplore secara mendalam, hanya background karakter Amir saja yang diperkenalkan secara samar – samar dan juga background karater Marius yang itupun hanya diucapkan lewat kata – kata saja. Dan terakhir, alur ceritanya berjalan lambat sehingga bisa membuat ngantuk para penonton yang mengharapkan film full action seperti yang digembar – gemborkan sebelumnya. Memang ada adegan terharunya, tapi ya kok justru jadi gak nangis ya?
     Bagaimana dengan segi akting? Well, masing – masing aktor memiliki kualitas sendiri – sendiri. Lukman Sardi bermain biasa saja sebagai Amir, malah bisa dibilang, tidak sekreatif film – filmnya dia yang lain. Darius pun bermain cukup pas sebagai tokoh Marius yang memiliki sifat sombong, sok jago tapi ternyata penakut jika diserang Belanda serta memiliki pengetahuan yang bagus dalam hal membaca peta, mengoperasikan peralatan – peralatan Belanda yang modern di jaman itu seperti mobil Jip misalnya, dan juga ahli dalam hal medis. Ekspresi mukanya tergolong pas ketika mulai memperlihatkan tampang ”senga” nya dan juga ekpresi ketakutannya. Donny Alamsyah bermain sip juga sebagai Tomas, seorang pemuda Minahasa dengan logat Minahasa yang kental dan merupakan seorang tokoh yang cepat panasan tempramennya serta siap untuk berperang setiap saat demi membalaskan dendamnya dan juga terkesan polos ( malah bisa dibilang blo’on ) dalam hal mengoperasikan alat – alat modern nya Belanda. Chemistry Darius dan Donny dalam film ini justru menjadi point plus film ini, dimana tokoh mereka saling bersaing satu sama lain, saling gontok – gontokkan, tapi sebenarnya saling melengkapi satu sama lain dan terkesan kocak di film ini. Seperti misalnya adegan dimana Tomas buru – buru pergi ke suatu daerah dengan berjalan kaki, tapi disuruh menggunakan mobil saja supaya lebih cepat. Ketika dia naik mobil, emang dasarnya masih belum tau mobil, dia pun marah – marah ” Hey, benda apa ini? Kok tidak maju – maju? Mana bisa cepat dengan menggunakan benda ini?” dan akhirnya, Marius lah yang menggantikan dia untuk berkendara mobil tersebut. Lalu, T Rifnu Wikana sebagai tokoh Dayan pun lumayan mencuri perhatian, lewat tokoh coolnya, tapi ternyata menyimpan berbagai potensi dalam dirinya.
     Point plus lainnya film ini terletak pada keberhasilan sutradara untuk menampilkan keberagaman, baik itu suku, budaya, dan agama dalam film ini, sehingga film ini pun memang berhasil dalam hal memadukan ketiga perbedaan tersebut dengan gamblang tanpa menyinggung satu pihak pun. Setting Jawa Tengah tempo dulu dan hutan serta sungai di Jawa Tengah pun berhasil direkam dengan baik di film ini.
     Overall, film ini sayangnya tetap belum bisa menjadi sebuah film nasional yang semonumental sesuai dengan yang digembar – gemborkan sebelumnya. Film ini bagai kekurangan darah dalam hal action, background tokoh, serta alurnya yang lambat, sehingga kesannya menjadi film biasa saja. Apa kekurangan – kekurangan tersebut akibat mau dibuatnya film ini menjadi trilogi? Entahlah, tapi menurut saya, jika fondasi awalnya saja kurang matang, bagaimana dengan kelanjutan filmnya nanti? Mungkin film makernya bisa belajar dari film Batman Begins, dimana di film ini, fondasi cerita dan background karakter masing – masing tokoh yang ada sudah kuat dan buktinya, lewat The Dark Knight, film tersebut berhasil menjadi film dengan penghasilan Box Office terbesar, nyaris menyaingi Titanic akibat fondasi karakter serta cerita yang sudah kuat di Batman Begins. Di sisi lain, film ini cukup pas untuk diputar menjelang kemerdekaan Indonesia karena cukup berhasil menggambarkan keberagaman yang ada tanpa saling menyinggung atau bahkan merendahkan satu sama lain dan juga cukup berhasil untuk menggambarkan semangat nasional Kemerdekaan Indonesia, walaupun masih kurang menurut saya dan tentunya, film ini merupakan sebuah film yang lain daripada yang lain dan berani untuk mendobrak steriotipe film – film Indonesia saat ini yang makin hari makin hancur ajubile kualitasnya. Yang jelas, saya berharap saja, semoga seri kedua dan ketiga film Merah Putih ini, bisa diperbaiki kualitasnya dan bisa lebih baik dari seri ke seri. SEMOGA!

Point :
Cerita                     = 6 / 10
Pemeran                = 6 / 10
Kriteria khusus :
Action                     = 5 / 10
Special Efek           = 4 / 10
Unsur Hiburan
Dan pembelajaran
manfaatnya          
= 6 /10
Total                       = 5,5 / 10

 
Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis



Jumat, 14 Agustus 2009

Review Orphan


Review 
Orphan ( Warner Bros Pictures_2009 )

Pemain : Vera Farmiga as Kate Coleman
                Peter Sarsgaard as John Coleman
                Isabelle Fuhrman as Esther

Sutradara : Jaume Collet-Serra

Rilis =
• 21 Juli 2009 ( Amerika )
• 14 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia ) 


     Masih ingat dengan tokoh Damien Omen? Anda yang penggemar berat film – film horror, apalagi film – film horror jadul pasti tau dengan nama yang satu itu. Yap, apalagi kalo bukan nama seorang anak titisan iblis yang menebar teror dan maut bagi siapa saja yang menghalangi jalannya untuk menciptakan kejahatan dan kebinasaan di dunia ini. Tokoh Damien sendiri sukses memberi sebuah cap bahwa anak kecil tanpa dosa pun ternyata memiliki kekuatan iblis yang pastinya tidak akan diduga oleh siapapun.
     Lalu, apa hubungannya dengan review film saya kali ini, Orphan? Yang jelas, dua – duanya memiliki kesamaan, yaitu seorang anak yang polos tanpa dosa ternyata memiliki kemampuan untuk menyakiti orang lain, bahkan tidak segan – segan untuk menghabisi dan menghilangkan nyawa orang – orang di sekitarnya jika dia dihalangi untuk melakukan sebuah kejahatan. 
     Cerita film The Orphan tergolong simple. Seorang ibu bernama Kate Coleman ( Vermiga ) baru saja mengalami keguguran dengan janin yang dikandungnya yang akhirnya menyebabkan dirinya jatuh ke dalam jurang keputus – asaan, tidak memiliki semangat hidup, serta sempat menjadi pecandu alkohol kelas berat. Pelan – pelan, Kate Coleman pun bisa lepas dari ketergantungan alkohol dan mulai menata kembali hidupnya. Dia bersama dengan suaminya, John Coleman ( Sarsgaard ) berencana untuk mengadopsi seorang anak perempuan demi menghilangkan kenangan buruk mereka tentang keguguran putri dalam kandungan Kate Coleman tersebut. Datanglah mereka ke satu panti asuhan dan mereka tertarik dengan seorang gadis cilik Rusia yang manis dan pintar bernama Esther (Isabelle Fuhrman ). Mereka pun mengadopsi Esther dan akhirnya Esther pun tinggal di rumah pasangan Kate Coleman – John Coleman tersebut serta belajar untuk hidup bersama dengan 2 anak Kate Coleman sebelumnya, yaitu Daniel yang aktif dan Max yang memiliki penyakit hampir tuli sepenuhnya. Tapi, sejak Esther datang ke lingkungan keluarga tersebut, hal – hal aneh mulai terjadi. Tak tahan dengan kondisi tersebut, Kate Coleman pun berusaha untuk mencari tahu tentang keganjilan yang terjadi pada diri Esther. Pertanyaannya adalah siapa sebenarnya Ether? Lalu, bagaimana dengan akhir rentetan kejadian – kejadian aneh yang terjadi di lingkungan keluarga tersebut?
     Film ini bisa saya katakan cukup berhasil untuk menampilkan adegan – adegan yang mengejutkan, surprise, serta mampu untuk mempertahankan tone tegang film ini, dari awal sampai filmnya berakhir. Sutradara Jaume Collet-Serra dan penulis naskah film ini, David Johnson (screenplay) dan Alex Mace (story) berhasil untuk bisa mempertahankan tone tegang selama film diputar dan juga berhasil untuk membuat penonton terpaku di kursi tempat duduknya untuk mengetahui siapa sebenarnya Esther itu dan rahasia apa yang disimpan oleh Esther ini. Point plus lainnya adalah sutradara film ini pun berkali – kali berhasil menipu penonton film ini dengan memasukkan adegan – adegan surprise dengan tidak lazim. Maksudnya, biasanya kita bisa menebak mana adegan – adegan yang bisa membuat kta kaget dan pastinya kita sudah siap dengan pasang aksi tutup kuping; tapi sutradara Jaume Collet-Serra dengan cerdik justru menggunakan adegan – adegan yang tidak kita duga bakal bisa mengagetkan kita untuk membuat para penonton kaget. Penonton pun juga bisa dibuat tegang akibat perbuatan – perbuatan gila Esther yang ternyata walaupun manis dan polos, tapi ternyata memiliki tingkat kedewasaan diri yang baik serta mampu belajar suatu hal yang baru dengan cepat dan juga pastinya, sadis kejam tanpa ampun pada siapapun yang berusaha untuk menghalanginya berbuat gila dan berusaha untuk menghalalkan segala cara demi bisa mendapatkan apapun keinginannya. Endingnya pun juga cukup shocking dan cukup twist serta cukup pintar menurut saya, walaupun sebenarnya, bagi anda yang jeli, anda mungkin bisa menebaknya mulai dari sekitar 15 menit sebelum filmnya berakhir.
     Aktor aktrisnya pun bermain ok juga, walaupun tetap, saya berikan nilai plus bagi Isabelle Fuhrman, si pemeran tokoh Esther yang mampu menampilkan muka manis di luar, tapi ternyata menyimpan iblis tersendiri dalam dirinya. Raut mukanya pun juga berubah – ubah dengan cepat, di satu sisi dia manis, tapi bisa dengan cepat dia merubah muka manisnya menjadi muka iblis yang siap untuk menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya. Aktris cilik Isabelle Fuhrman ini memang saya nilai sangat pas untuk memerankan tokoh Esther ini.
     Point minus nya saya catat terletak pada kurangnya pendalaman pada karakter Esther dan juga keluarga Coleman. Kita tidak diberi tahu secara detil tentang jatidiri serta latar belakang diri Esther secara utuh, padahal, berdasarkan draft skrip yang ada ( bisa anda lihat di http://www.imdb.com/title/tt1148204/trivia, TAPI SAYA SARANKAN, JIKA ANDA BELUM MENONTON FILM INI, ADA BAIKNYA JANGAN MELIHAT DULU TRIVIA DI LINK TERSEBUT !!! ), kita bisa melihat tentang masa lalu kelam Esther dan penyebab utama kenapa dia menjadi seperti Esther yang sekarang ini, Esther yang manis, tapi juga merupakan seorang iblis. Selain itu, untuk keluarga Coleman, kita tidak diberi tahu secara jelas mengenai masa – masa kelam Kate dan keluarga Coleman, sehingga rasanya kurang greget saja. Mungkin hal ini dikarenakan akibat durasinya sendiri untuk film ini sudah mencapai 2 jam, sehingga mungkin akan terlalu panjang jika ditambah adegan tersebut. Di satu sisi, saya kurang puas dengan hal pendalaman karakter ini sehingga merasa OK saja jika durasinya bertambah panjang dengan tujuan pendalaman karakter; tapi di sisi lain, mungkin bagi orang lain, akan terasa bosan jika durasinya bertambah panjang.
     Overall, film ini merupakan salah satu film horror thriller favorit saya untuk tahun ini. Durasinya yang panjang justru tidak membuat bosan kita yang menontonnya. Selain itu, para pemainnya pun bermain sip, apalagi pemeran tokoh Esther sangat pas banget dan bisa menjadi ketakutan tersendiri dari sosok seorang anak kecil yang ternyata bisa berbuat kejam. Tokoh Esther pun mungkin bisa dikatakan sebagai seorang tokoh memorable yang setara dengan tokoh Damien Omen, si anak titisan iblis dari film The Omen. Ketegangan yang dijaga dari awal sampai akhir, misteri yang memiliki ending yang cukup shocking dan cukup twist serta cukup pintar menurut saya, serta adegan tegang yang kreatif dan beda dari film lainnya membuat film ini menjadi film horror thriller yang bagus untuk summer tahun ini. Bagi anda yang mengharapkan sebuah film tegang dengan akting – akting menawan serta tingkat ketegangan yang terjaga dengan twist ending yang menarik, film ini wajib menjadi pilihan anda untuk ditonton minggu ini, apalagi sambil membawa pacar, dijamin makin seru deh ( nonton sendiri pun juga OK kok, lumayan, buat sport jantung. He3. XD. ). So, Esther, Where are You??? Esther?? Wakakakak. XD.

Point :
Cerita                  = 7 / 10
Pemeran             = 8 / 10
Kriteria khusus :
Thrilling Meter  = 7 / 10
Ending                 = 8 / 10
Total                  = 7,5 / 10

 
Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis



Minggu, 09 Agustus 2009

Review G.I Joe : The Rise of COBRA


Review

G.I Joe : The Rise of COBRA ( Paramount Pictures_2009 )

Pemain : Dennis Quaid as Hawk
                Channing Tatum as Duke
                Sienna Miller as Baroness

Sutradara : Stephen Sommers

Rilis =
• 7 Agustus 2009 ( Amerika )
• 7 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia ) 


      Setelah kemarin anda semua telah melihat preview tentang G.I Joe, maka kali ini, saya akan me – review film ini.
     Film yang satu ini menurut saya justru menghibur sekali. Menit awal film ini kita akan diperlihatkan sekilas tentang sejarah hidup moyangnya Destro, yang merupakan tokoh antagonis utama di film ini. Sejak saat itu, film ini langsung tanpa buang waktu lagi menggeber adegan – adegan action dengan special efek canggih ( yang sayangnya masih agak kasar kualitas animasi nya menurut saya ) ke hadapan para penontonnya. Di tengah – tengah serunya hingar bingar acion gila – gilaan di film ini, kita iperkenalkan dengan karakter G.I Joe ini. Ada Captain Hawk yang bersahaja, ahli strategi, serta sangat disayangi serta disegni oleh anak buahnya di markas G.I Joe bernama The Pit; lalu Duke yang berjiwa kemimpinan; Ripcord yang kocak tapi merupakan seorang pilot pesawat tempur handal; Snake Eyes yang misterius. pendiam tapi mahir beladiri dan menembak; Scarlett yang pintar, baik dalam hal otak maupun beladiri tapi sangat polos; serta Saed yang jago dalam hal teknologi tapi selalu gugup dalam segala situasi genting. Lalu, kita juga akan diperkenalkan dengan tokoh – tokoh antagonis yang tergabung dalam grup MARS. Ada Destro yang ahli mendisain senjata serta memiliki uang yang sangat banyak yang sangat terobsesi untuk menguasai dunia; Zartan yang ahli menyamar; Storm Shadow, ninja kejam ahli beladiri yang memiliki hubungan dengan Snake Eyes serta saling benci satu sama lain; Baroness yang cantik tapi maut serta kejam dan memiliki hubungan dengan Duke; serta terkahir adalah The Doctor, jenius dalam senjata biologis yang menghalalkan segala cara demi mendapat pengetahuan tentang senjata biologis termutakhir yang memiliki kejutan tersendiri di akhir kisah.
      Sekian saja tentang pengenalan karakter – karakter di film G.I Joe ini. Sisanya, film ini full dengan adegan action super gila dan kadang di luar nalar. Sutradara Stephen Sommers mengerti benar dengan keinginan penonton film – film jenis ini. Setiap menit film ini pun tak henti – hentinya menyuguhkan action yang super keren, super gila, dan tentunya disertai dengan special efek gila – gilaan. Tak heran, dana 175 Juta US$ dikucurkan demi film ini mengingat filmnya yang memang full dengan action dan spesial efek. Saya pun menikmati setiap menit film ini karena adegan – adegan actionnya yang seru, gila, dan kadang di luar nalar. Memang, kesannya kita akan seperti menonton film anak – anak, tapi percayalah, anda yang memang menginginkan film ringan menghibur dengan adegan – adegan action seru, film ini pasti akan sebanding dengan harga tiket yang anda bayar itu. Semua pemain bermain pas sesuai dengan porsi karakternya masing – masing, walaupun kredit tersendiri patut saya berikan pada Marlon Wayans sebagai Ripcord yang berhasil membuat penonton terhibur dengan gayanya yang kocak slenge’an tapi juga jago dalam hal kemiliteran dan pilot tempur handal, serta Joseph Gordon Levitt sebagai pemeran The Doctor yang berhasil memerankan tokoh The Doctor yang cacat fisik, tapi berhati kejam dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh pengetahuan tentang senjata biologis termutakhir.
      Dari segi action dan efek, film ini memang fantastis. Lalu, BAGAIMANA DARI SEGI CERITA?? Wah, untuk sektor yang satu ini, saya bisa katakan bahwa ceritanya NOL BESAR. Tidak ada kejutan – kejutan berarti dalam film ini. Memang, ada kejutan yang cukup asyik di film ini tentang tokoh The Doctor, tapi kayaknya biasa – biasa saja deh unsur kejutannya. Stephen Somers memang terkenal sebagai sutradara yang kurang mementingkan cerita kdalam setiap filmnya, tapi bagusnya, dia memang ahlinya membuat film yang bisa dinikmati oleh semua kalangan.
      Overall, saya sangat terhibur dengan film ini. Saya rasa, filmnya sebanding dengan uang tiket yang saya keluarkan untuk film ini, apalagi, ketika saya menonton film ini, saya memang membutuhkan film action yang menghibur dan tidak membuat saya ngantuk karena ketika menonton film ini, saya sedang dalam keadaan lelah akibat kurang tidur kemarinnya. Setelah menonton film ini, saya merasa terhibur dan cukp ber – energi lagi. Memang, sesuai dengan preview saya kemarin tentang film ini, kita tidak usah berharap banyak dengan jalinan dan bobot cerita film ini karena memang film ini di disain hanya untuk menghibur penontonnya saja, apalagi dengan target penontonnya rata – rata adalah anak – anak, remaja, orang dewasa yang mencari hiburan semata, serta tentunya, fans- fans mainan serta komik G.I Joe itu sendiri, sehingga menyebabkan kualitas cerita film ini pun ringan sekali. Dari segi spesial efek pun, saya nilai kurang bagus dan terkesan agak kasar spesial efeknya. Tapi, who cares? Dengan suguhan adegan – adegan action super seru .dengan full special efek, film ini sudah cukup disebut sebagai film yang fully entertaining. Bakalan ada sekuel? Oh. Tentu saja IYA, mengingat film ini memiliki sub judul The Rise of COBRA. Seperti yang sudah kita ketahui, COBRA nantinya adalah tim teroris internasional yang akal menjadi musuh abadi tim G.I Joe. Yah, semoga saja, sekuel film ini nantinya memiliki bobot cerita yang lebih baik lagi ketimbang seri yang pertamanya, walaupun harapan itu saya rasa hanya akan menjadi impian belaka saja. Harapan saya sih, sekuelnya kalau bisa jangan seburuk Transformers : Revenge of the Fallen. Pastinya, sesuai dengan kalimat yang diucapkan tokoh Duke di trailer nya : When all else fails, We DON’T!, maka memang benar, misi film G.I Joe: The Ris of COBRA ini untuk menghibur penontonnya terhitung sukses. Good job Team. He3. XD.

Point :
Cerita               = 4 / 10
Pemeran          = 7 / 10
Kriteria khusus :
Action               = 8 / 10
Special Efek     = 5 / 10
Unsur Hiburan= 8 /10
Total                 = 6,5 / 10

 
Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis






Jumat, 07 Agustus 2009

Preview film G.I Joe : The Rise of COBRA


Preview

G.I Joe : The Rise of COBRA ( Paramount Pictures_2009 )

Pemain : Dennis Quaid as Hawk
  Channing Tatum as Duke
  Sienna Miller as Baroness

Sutradara : Stephen Sommers

Rilis =
• 7 Agustus 2009 ( Amerika )
• 7 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia ) 


G.I Joe merupakan tokoh mainan yang populer di Amerika sekitar tahun 1980-an lewat pemegang lisensi Hasbro, yang seperti kita ketahui, juga merupakan pemegang lisensi Transformers. Sebenarnya, proyek adaptasi G.I Joe menjadi sebuah live action movies sudah dimulai dari tahun 2000 kemarin. Sayang, skrip yang tersedia berkai – kali ditolak. Tak Cuma itu, film ini pun juga berkali – kali gonta ganti sutradara, sampai akhirnya, Stephen Sommers pun maju dan kemudian, cerita buatan disetujui, sehingga berjalanlah proyek ini. Trailer film ini pertama kali diluncurkan lewat format TV Spot SuperBowl 2009 kemarin, bersamaan dengan TV Spot Transformers : Revenge of the Fallen dan juga UP.
     Plot film ini terhitung sederhana banget, sampai – sampai anak TK pun bisa mengikutinya. Bercerita tentang sekelompok tim elit militer bernama G.I Joe pimpinan Hawk ( Quaid ) dengan pemimpin squad bernama Duke ( Tatum ) yang berusaha untuk menghentikan kegiatan terorisme di dunia. Salah satu tim teroris yang sedang berkuasa adalah MARS pimpinan Destro dengan tangan kanan seorang wanita bernama Baroness ( Miller ) yang mempunyai hubungan masa lalu dengan Hawk. Tak hanya itu, salah satu anggota MARS yang bernama Storm Shadow pun juga memiliki masa lalu dengan seorang anggota G.I Joe bernama Snake Eyes. MARS pun mulai membuat kekacauan di muka bumi ini dan G.I Joe bertugas untuk melumpuhkannya, walaupun tanpa disadari oleh tim G.I Joe, bahwa nantinya, akan ada kelompok terorisme yang lebih besar lagi bernama COBRA pimpinan COBRA COMMANDER.
     Jelas, lewat plot yang super tipis dan tidak berbobot seperti ini, G.I Joe hanya bertujuan untuk menghibur penontonnya dengan action super seru dan special efek yang memukau daripada membebani penonton dengan cerita yang berat dan berbobot. Film ini menargetkan dengan jelas audience penontonnya, yaitu anak – anak, remaja, orang dewasa yang mencari hiburan semata, serta para fans komik, mainan, dan kartun G.I Joe. Oleh sebab itu, cerita dibikin se simple mungkin dengan memaksimalkan efek dan action nya. Terlihat, dari trailer dan TV Spot yang dikeluarkan, film ini memang hanya bertujuan untuk menghibur penontonnya saja. Tapi, apakah dengan tujuan hanya untuk menghibur saja, film ini akan cukup bagi para penontonnya ? Berkaca dari kekurang sukaan saya terhadap kualitas film Transformers : Revenge of the Fallen, saya agak cukup pesimis dengan kualitas dan hasil akhir G.I Joe. Memang, sejak awal saya melihat trailer dan TV Spot film ini, saya tidak terlalu banyak berharap terhadap film ini. Tapi tetap saja, film ini akan menjadi tanda tanya bagi saya. Plus, film ini tidak akan diputar preview nya di kalangan pers dan kritikus film sebelum film ini diedarkan ke kalangan umum ( biasanya, film – film berbujet besar serta ditunggu – tunggu oleh publik memberikan advanced screening khusus bagi para kritikus – kritikus film dan kalangan terbatas ) dengan alasan filmnya tidak mau dihujat oleh para kritikus – kritikus film. 
Walau begitu, film ini sudah diputar terbatas bagi kalangan blogger – blogger terkenal dan para kritikus film – film khusus untuk hiburan semata secara terbatas dan semuanya memberikan hasil positif terhadap hasil film ini. Selain itu, walaupun dengan kritik – kritk dan cibiran dari para kritikus, rata – rata film seperti ini tetap saja laku di pasaran dan mendapat hasil Box Office yang bagus. Terbukti, film Transformers : Revenge of the Fallen yang mendapat nilai rendah serta cibiran dari para kritikus sekalipun melaju dengan kencang hasil Box Office nya, dengan pendapatan 324 juta US$ hanya di Amerika Utara nya saja. So, bagaimana dengan G.I Joe : The Rise of COBRA? Kita lihat saja sepak terjangnya, sesuai dengan kalimat yang diucapkan tokoh Duke di trailer nya : When all else fails, We DON’T!. We Hope so, Duke. He3. XD.


NB : Sekedar info tambahan, film ini sudah bisa dibeli tiketnya dari hari rabu kemarin tanggal 5 Agustus 2009 untuk sampai pada pemutaran tanggal 11 Agustus 2009, khusus untuk penonton yang ingin menonton film ini di BlitzMegaplex.

Review film Merantau


Merantau ( Merantau Films_2009 )Pemain : Iko Kuwais as Yuda  Chika Jessica as Astri
  Alex Abbad as Johni

Sutradara : Gareth Evans

Rilis =
• May 2009 ( 13th Puchon International Fantastic Film Festival.)
• 6 Agustus 2009 ( Di Bioskop – Bioskop Indonesia )

     Ketika pertama kali mendapat info dan melihat trailer film Merantau, saya melihat keunikan tersendiri. Kok, bisa – bisa nya ada film Indonesia yang bergaya seperti film action Thailand favorit saya yaitu Ong – Bak dan Tom Yun Gun ( di internasional diberi judul The Protector ), yang kebetulan dua – duanya diperankan oleh aktor action martial art Thai Kickboxing dan Muay Thai Thailand yang sama yaitu Tony Jaa. Saya pun akhir nya terus follow up info tentang film ini dan cukup menanti film ini untuk edar secara luas di Indonesia, selain film Indonesia lainnya yang berjudul Merah Putih yang kabarnya akan dirilis nanti tanggal 13 Agusutus 2009, 4 hari menjelang hari Kemerdekaan RI. Dan, akhirnya film Merantau pun dirilis. Lalu, bagaimana tanggapan saya terhadap film ini?
     Sebelum masuk ke pembahasan tentang film ini lebih jauh, ada baiknya kita menyimak sedikit cerita film ini. Berkisah tentang petualangan seorang pemuda jago silat Harimau dari tanah Minangkabau bernama Yuda ( Iko Uwais ), yang harus merantau sebagai ketentuan adat Minang bagi pria Minang yang sudah beranjak dewasa. Tadinya, Yuda sudah dibujuk oleh sang ibu ( Christine Hakim ) agar tidak usah merantau saja. Sayang, keinginan Yuda untuk merantau sangatlah besar, karena selain untuk menjalankan ketentuan adat, Yuda juga berkeinginan untuk mengajarkan ilmu silat Harimau di kota Jakarta. Akhirnya, sang ibu pun melepaskan kepergian sang anak dengan 1 pesan, bahwa jika Yuda sudah ingin pulang dari perantauan nya walaupun baru sebentar, ibunya pun akan tetap menerima dia apa adanya. Yuda pun berangkat dan bertemu dengan seorang jago silat juga bernama Eric dan mereka pun berpisah di Jakarta. Ketika sampai di Jakarta, Yuda pun akhirnya terlibat petualangan super seru karena menolong seorang wanita bernama Astri ( Jessica ) dari siksaan seorang boss kejam bernama Johni ( Abbad ). Setelah berhasil mengobrak – abrik club nya Johni dan menolong Astri, masalah bertambah besar karena ternyata Johni merupakan anak buah dari seorang boss perdagangan Human Trafficking kejam bernama Lutger yang memiliki tangan kanan bernama Luc dan Yuda pun ternyata melukai muka Lutger dengan pecahan botol. Lutger pun tidak terima dengan hal itu dan bermaksud memburu Yuda serta Astri, kemanapun mereka pergi. Akibat menolong adiknya dari kejaran anak buah Lutger dan Johni, Astri pun tertangkap dan kemudian dibawa menghadap Lutger. Yuda pun akhirnya bertekad untuk menolong Astri demi adiknya Astri, walaupun itu harus menempuh perjalanan yang berbahaya dan keras.
     Sekilas, film ini tetap memiliki alur cerita yang standard, ala khas film – film Kung Fu. Adegan – adgena action di film ini pun cukup seru dan justru terkesan baru serta fresh di tengah – tengah gempuran film Indonesia yang itu – itu saja ( Horror jelek, komedi vulgar, dan drama yang mendayu – dayu ). Film ini benar – benar 100 % pure adrenalin rush. Film yang satu ini terhitung cukup panjang durasinya, yaitu 2 jam 15 menit. Tapi anehnya, film ini tidak terasa bosan sama sekali. Film dibuka dengan adegan Yuda memamerkan beberapa jurus silat minang Harimau dan kemudian film ini pun dimuali dengan awal yang biasa – biasa saja, tapi, ketika sudah memasuki menit ke 20, film baru mulai naik tensinya pelan – pelan. Dan seterusnya, mulailah, film ini menampilkan adegan – adegan action silat yang seru dan juga unik. Yang menarik adalah, film ini menampilkan pertarungan silat jurus – jurus Silat Harimau dengan aliran bela diri lainnya, termasuk adegan Silat Harimau melawan Kick Boxing dan Thai Boxing yang diperagakan oleh Lutger dan Luc serta adegan martial art yang unik dan tidak ada di film lainnya, yaitu ADEGAN ADU JURUS SILAT DI SEBUAH LIFT!! Bayangkan, adu silat di sebuah lift yang notabene memiliki space ruang yang sempit. Tapi justru adegan tersebut bisa dicapture moment nya dengan lancar dan seru, selain juga unik tentunya. Sutradara film ini kelihatannya memang mengerti benar keinginan penonton terhadap ritme film ini, yaitu sebuah film full adrenalin rush dan tentunya, adegan pertarungan super seru yang diharapkan penonton antara Yuda melawan anak buah Johni dan Lutger, Yuda melawan Eric, serta puncaknya adalah Yuda melawan Lutger dan Luc yang notabene merupakan orang bule dengan ilmu silat luar negri nya yang dibawakan dengan sangat mantap dan juga smooth serta seru BANGETZ.
     Dari segi akting, semua pemeran film ini sudah cukup dengan kapasitasnya masing – masing. Christine Hakim bermain santai dibanding film lainnya, tapi tetap bersahaja sebagai sang ibu yang melepas anaknya merantau; pemeran Lutger dan Luc pun bermain meyakinkan sebagai seorang gembong kriminil yang kejam dan jago beladiri; tokoh Eric yang juga cukup mencuri perhatian penonton; serta Alex Abbad yang bermain bagus serta bisa meyakinkan penonton sebagai orang yang menyebalkan bernama Alex yang cuma punya banyak anak buah, tapi dianya sendiri tidak bisa beladiri. Chika Jessica bermain baik juga, tapi sayangnya, tidak bisa memberikan umpatan yang lebih sarkas serta lebih bervariasi ketika adegan sarkastik dia kepada Johni dan kawan – kawan. Lalu bagaimana dengan sang pemeran utama, Iko Uwais? Saya beri point plus buat aktor yang baru pertama kali bermain film ini. Selain dia lincah dan lihai beladiri, aktingnya pun cukup meyakinkan sebagai orang Minang. Aksen Minang, ekpresi muka nya ketika marah, tersenyum, dan lain sebagainya pun juga cukup bagus menurut saya. Yang pasti, peran Yuda memang cocok buat dia.
     Point plus lain juga saya berikan kepada sutradara, dimana dia berhasil menampilkan panorama indah di daerah pedesaan Minang dan kesemerawutan serta dunia gelap kota Jakarta. Hebat, padahal, sang sutaradara notabene merupakan orang luar negeri, tapi dia berhasil menampilkan panorama indah serta kelamnya kota Jakarta. Tim silat yang mengatur koreografi action film ini juga bekerja dengan baik, sehingga bisa menampilkan sebuah film action martial art yang berkelas dan seru. Endingnya pun juga saya katakan cukup beda dibanding film Indonesia lain yang Endingnya gampang ketebak. Hal ini bisa anda rasakan dengan melihat jarak kamera serta adegan menjelang akhir film ini, walaupun mungkin bisa anda tebak sejak awal film. Endingnya mau tau apa? Nonton sendiri kali ye. Wakakakak. XD. XP.
     Tapi tetap, saya mencatat berbagai kelemahan di film ini. Pertama, yah, dari alur cerita, film ini tidak memberikan point baru atau pengembangan baru terhadap alur serta bobot ceritanya. Tipikal film silat lah alur ceritanya. Selain itu, saya juga menyayangkan ada adegan – adegan yang tidak perlu yang ditampilkan di film ini. Semisal tokoh Yuda yang sebenarnya jatuh cinta dengan tokoh Eli di Minangkabau, tapi dia tidak bisa untuk mengungkapkannya. Adegan ini mungkin bisa sedikit dipermanis atau ditambah porsinya yang sayangnya tidak demikian dan mengakibatkan adegan tersebut hanyalah sekedar numpang lewat saja.
     Overall, saya merasa film Merantau adalah sebuah film dengan ide baru, fresh, dan tentunya berbeda dibanding film – film Indonesia yang beredar saat ini. Dengan tema yang menarik ini, film ini saya apresiasi khusus dan saya puas dengan film ini secara keseluruhan. Full adrenalin rush dan juga bisa membangkitkan perfilman silat Indonesia yang dulu sempat berjaya di era 70-an dengan aktor seperti Barry Prima, Achmad Albar, dll. Memang, saya akui, film ini mau tak mau harus saya bandingkan dengan film Ong – Bak dan Tom Yun Gun ( alias The Protector ) akibat kesamaan genre serta tema cerita yang sama – sama nyerempet – nyerempet dikit. Tapi, saya tetap menilai bahwa film Merantau ini tetap beda dan memiliki point unik tersendiri yang berbeda dengan kedua film asing tersebut. Selain itu, jika Ong – Bak dan Tom Yun Gun ( alias The Protector ) berhasil dengan gamblang menampilkan kerasnya jurus – jurus Muay Thai dan Thai Kickboxing sehingga bisa memuaskan para penontonnya, maka film ini juga berhasil menampilkan jurus – jurus Silat Harimau Minang yang bagus dan juga tidak kalah seru dibanding ilmu beladiri lainnya. Sutradara film ini pun juga saya bilang berhasil menempatkan penempatan kamera untuk adegan – adegan actionnya, sehingga setiap adegan silat yang diperagakan bisa terekam dengan jelas momen – momennya. Terima kasih dengan kamera HD, sehingga setiap adegan yang dihasilkan sangatlah bagus dan real dan saya harap hal ini bisa menjadi bahan pembelajaran bagi sutarada – sutaradara Indonesia lainnya dalam hal penempatan tata letak kamera yang dinamis dan bagus. Saya suka dengan hal ide baru yang ditawarkan film Merantau ini, tapi, semoga nantinya ke depannya, jangan sampai latah saja ya Indonesia membikin massal film dengan tema seperti ini, dengan kualitas cerita makin lama makin bobrok serta dibuat asal – asalan. SEMOGA!

Point :
Cerita              = 6 / 10
Pemeran         = 8 / 10
Kriteria khusus :
Action              = 9 / 10
Tata Artisitik = 8 / 10
Total               = 8 / 10

 
Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis