Senin, 20 Desember 2010

Review Tron Legacy


Review

Tron : Legacy

Pemain :

  • Jeff Bridges as Kevin Flynn dan Clu 2.0
  • Garrett Hedlund as Sam Flynn
  • Olivia Wilde as Quorra
  • Bruce Boxleitner as Alan Bradley dan Tron
  • Michael Sheen as Castor
  • Daft Punk as MP3 Player
  • Beau Garrett as Siren Jem



Sutradara : Joseph Kosinski


Rilis :

  • 17 Desember 2010 ( Di bioskop Amerika dan Di bioskop Indonesia dalam format 2D, Disney Digital 3D, dan Real D )

Butuh waktu 25 tahun bagi studio Walt Disney untuk diyakinkan oleh banyak pihak agar bisa memberikan lampu hijau untuk membuat sekuel film Tron. Dan butuh waktu 3 tahun untuk masa persiapan produksi, produksi, editing, promosi, hingga akhirnya merilis film Tron : Legacy ke hadapan para penonton di seluruh dunia. Total butuh waktu 28 tahun bagi para Tron Fans dan Movie Freaks agar bisa menikmati film Tron : Legacy. Apakah pernantian panjang para Tron Fans dan Movie Freaks terbayar tuntas lewat film action adventure sci-fi 3D yang satu ini? Well, let’s see.

Film Tron : Legacy akan bersetting sekitar 20 tahun setelah kejadian di film Tron yang pertama. Kevin Flynn ( Bridges ) mendadak hilang dari muka bumi ini. Sang anak, Sam Flynn ( Hedlund ), akhirnya kehilangan sosok ayah, dan tumbuh menjadi anak pemuda yang dingin terhadap sosok sang ayah. Namun suatu ketika, teman Kevin, yaitu Alan Bradley ( Boxleitner ), memberitahukan kepada Sam bahwa dirinya dihubungi oleh Kevin dari dunia Grid, yaitu sebuah dunia yang berada di dalam komputer. Alan pun akhirnya memberikan petunjuk kepada Sam lokasi dimana dirinya bisa masuk ke dalam dunia Grid. Setelah Sam akhirnya ikut tersedot ke dunia Grid, dia akhirnya bertemu dengan sang ayah di dunia Grid. Namun, kini dunia Grid sudah berubah. Semua peraturan yang menjadi aturan keamanan di dunia Grid sudah dilanggar, sehingga akhirnya dunia Grid sudah menjadi dunia bebas yang liar dan juga tanpa peraturan. Lebih parahnya lagi, Kevin disekap oleh Clu ( juga diperankan oleh Jeff Bridges ), program yang dulunya diciptakan oleh sang ayah, agar bersama dirinya dan juga sebuah program yang setia melindungi Kevin bernama Tron ( juga diperankan oleh Bruce Boxleitner ), membangun dunia Tron agar menjadi dunia yang megah, indah, dan sempurna. Namun, akibat kehadiran tak terduga dari sebuah bentuk kehidupan baru bernama ISO, Clu menjadi marah karena dia diprogram untuk membuat sebuah dunia yang sempurna dan melihat bahwa ISO adalah bentuk makhluk hidup yang tak sempurna. Kecewa dengan respons Kevin yang lebih memilih untuk memelihara ISO agar menjadi makhluk yang lebih baik, Clu meradang dan mengkhianati Kevin, membunuh Tron, dan menghabisi bangsa ISO tersebut tanpa ampun. Clu juga menyadari bahwa Identity Disc milik Kevin juga bisa membuka portal antara dunia manusia dan Grid. Kevin yang menyadari hal berbahaya tersebut berhasil melarikan diri dan bersembunyi untuk sementara waktu hingga keadaan aman. Hingga akhirnya, Sam dan Kevin sama – sama terjebak dalam dunia Tron yang liar dan juga barbar. Mau tak mau, mereka harus bertualang di dunia Tron dan menghadapi siapa saja yang hendak menghalangi mereka keluar dari dunia Tron. Dibantu dengan program cantik, yaitu Quorra ( Wilde ), akhirnya ketiga orang ini harus berjuang untuk bertahan hidup, merubah dunia Tron agar menjadi dunia yang aman kembali, serta pulang kembali ke dunia manusia. Namun, Clu dan pasukan – pasukan jahatnya serta tangan kanan kepercayaannya yang bernama Rinzler, pastinya tidak akan begitu saja membiarkan Kevin dkk, sehingga terjadilah petualangan seru dan juga menegangkan di dunia Tron yang sudah berubah menjadi sebuah daerah layaknya dunia Wild West tersebut!

Secara mengejutkan, film Tron : Legacy yang plot dasarnya sebenarnya sederhana ini ( tentang seorang anak yang berusaha untuk mengeluarkan ayahnya dari dunia antah berantah ) justru bisa dikembangkan lebih jauh lagi dan memiliki makna atau pesan cerita yang sangat mendalam bagi para penontonnya, sehingga bisa menjadi bahan perenungan bagi diri kita. Beberapa pesan cerita seperti kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya yang sudah yatim akibat ditinggal wafat ibunya yang tidak lekang oleh waktu, pemberontakan dan pengkhianatan makhluk ciptaan terhadap sang Pencipta ketika mereka menilai bahwa tindakan sang Pencipta tidak sesuai dengan keinginan mereka, pengampunan, serta pengorbanan adalah pesan cerita yang bisa dipetik dalam film ini. Akibat hal tersebut, bisa dikatakan, Tron merupakan salah satu film yang berhasil untuk mengembangkan sebuah cerita yang sederhana menjadi sebuah cerita penuh makna yang terasa pas, tidak melenceng, dan juga mampu membuat penontonnya pulang dengan senang dan tanpa tangan hampa, karena menerima sesuatu yang mampu untuk memberikan mereka bahan perenungan bagi diri mereka dan bisa membuat diri mereka menjadi lebih baik lagi untuk ke depannya. Tim penulis naskah yang terdiri dari Adam Horowitz, Edward Kitsis, Brian Klugman, dan Lee Sternthal berhasil untuk menggodok sebuah cerita berbobot bagi filmnya.

Secara teknologi 3D, lagi – lagi harus disayangkan, film Tron : Legacy memiliki hasil 3D yang tergolong biasa – biasa saja. Bisa dikatakan, Tron : Legacy memiliki kasus yang setali tiga uang dengan film Rapunzel alias Tangled tempo hari. Ya. Kembali, Disney menyuguhkan hasil 3D yang tergolong biasa saja, namun sangat memperhatikan detail warna, animasi, disain special effect, serta pencahayaan. 3D Tron di film ini sayangnya tidak dibuat interaktif dengan penonton. Namun, Disney membayarnya dengan cara lain, yaitu memberikan kepada penonton sebuah gambaran imajinasi sebuah dunia digital bernama Grid yang indah dan juga terkesan futuristik. Walaupun terkesan selalu gelap dan mendung, namun Grid memiliki lampu – lampu yang berkilau dan juga terkesan gemerlap layaknya kota metropolitan di malam hari. Tim Special effect yang menangani special effect bagian disain kota Grid tersebut kelihatannya mengerti betul bahwa disain lama Grid dari film Tron pertama sudah pasti tidak bisa dipergunakan lagi, sehingga mereka mempergunakan disain Grid yang baru dan lebih modern, spektakuler, dan dazzling. Dengan kemajuan teknologi saat ini, tentunya tidaklah sulit bagi mereka untuk mewujudkan impian tentang disain Grid yang lebih modern tersebut, dan terbukti, kerja keras mereka di film ini terbukti mampu memuaskan dahaga penonton akan disain Grid yang baru dan lebih modern. Selain itu, kemajuan teknologi special effect pun juga diterapkan pada pemberian efek wajah yang lebih muda pada aktor Jeff Bridges yang berperan sebagai tokoh antagonis utama, Clu. Tampilan wajah lebih muda 20 tahun pada wajah Bridges terlihat nyata dan juga bagus, sehingga penonton bisa membedakan tokoh Clu dan Kevin Flynn. Opening logo film ini ( logo Walt Disney Pictures ) dibuat super keren dan stunning ketika kita menontonnya secara 3D. Disain pakaian para penduduk Tron pun juga dibuat eye catching, modern, serta tentunya, shinny dengan warna biru laut yang mengkilat atau orange.

Namun, lagi – lagi, 3D di film ini tidak dibuat optimal dan interaktif. Padahal, jika mau dibuat lebih interaktif, hasilnya justru akan lebih baik lagi. Ambil contoh salah satu adegan ketika Sam dipaksa bertarung di Gladiatorial Arena, dimana ketika Sam memperhatikan salah satu pertandingan lawannya di arena yang lain, ada sebuah program yang terbunuh akibat lemparan Disc dari program lainnya, sehingga badan mereka menjadi pecah berantakan dan Disc lawannya tersebut terbang ke arah kita. Arena tempat bertarungnya adalah sebuah kaca yang bisa memantulkan Disc yang berterbangan dan jika Disc nya sampai mengenai kaca, maka akan ada efek retak yang tak lama kemudian akan kembali seperti semula. Nah, sayangnya, adegan “kematian” program tersebut tidak dibuat interaktif 3D nya. Semestinya, adegan serpihan – serpihan program yang tewas terlempar Disc tersebut mengarah ke penonton seakan penonton merasakan bagaimana rasanya jika dilempar serpihan kaca secara langsung ke arah mereka, serta tak lupa, efek retak kaca yang menjadi arena pertarungan tersebut pun ikut retak akibat terkena lemparan Disc, sehingga penonton bisa terkejut dengan lemparan tersebut dan merasakan bahwa Disc yang dilempar program tersebut mengenai mereka sehingga menyebabkan kaca mata mereka seakan – akan retak terkena lemparan Disc tersebut. Sepertinya Disney memang kurang tanggap dengan hal interaksi 3D yang ada pada setiap filmnya, sehingga sayangnya setiap film 3D yang mereka produksi, yang berpotensial untuk menghibur penontonnya serta mengajak mereka berinteraksi dengan filmnya, justru tidak dimaksimalkan potensinya, sehingga akhirnya film – film 3D produksi mereka menjadi sebuah film yang biasa – biasa saja.

Dari jajaran aktor, jelas, yang menjadi kunci utama film ini adalah aktor Jeff Bridges. Aktor berusia 61 tahun ini tampil prima walaupun harus memerankan 2 tokoh, yaitu Kevin Flynn dan Clu. Sebagai Kevin Flynn, Bridges memberikan karakter yang kebapak-an, dewasa, serta bijaksana dan juga sayang terhadap sang anak; sedangkan ketika memerankan tokoh Clu, Bridges memberikan karakterisasi tokoh yang keras, brutal, dan juga tanpa ampun terhadap siapa saja yang berusaha menghalangi jalannya. Aktor muda Garrett Hedlund pun juga bermain apik sebagai tokoh Sam yang aktif, cerdik, sayang kepada sang ayah, dan juga tidak mengenal kata menyerah dalam kamus hidupnya. Chemistry nya dengan sang ayah cukup padu, walaupun screentime mereka sebenarnya terhitung kurang banyak. Namun, mereka berdua terlihat efektif dalam memadukan karakter ayah dan anak yang sudah tidak bertemu sejak lama tersebut di tengah – tengah keterbatasan screentime yang ada. Olivia Wilde tampil menarik di film ini dengan potongan rambut pendek dan matanya yang tajam nan menawan, walaupun penampilannya sebagai Quorra terhitung biasa saja. Pemeran Alan, yaitu Bruce Boxleitner, tampil cukup menawan sebagai tokoh Alan yang solider terhadap sobatnya, yaitu Kevin Flynn, dan menjadi figur yang bisa dipercaya serta disayang oleh Sam Flynn dalam kehidupan nyata. Tak lupa, aktor asal Inggris yang selalu berperan sebagai tokoh antagonis atau tokoh super menyebalkan dalam setiap filmnya, yaitu Michael Sheen, kembali bermain meyakinkan sebagai tokoh super menyebalkan bernama Castor. Lalu, bagaimana dengan duo pemusik DaftPunk? Yah, mereka bermain seadanya saja sebagai MP3 Player karena memang porsi peran yang diberikan kepada mereka hanya sebatas itu saja. Tak lebih dan tak kurang.

Daftpunk yang juga bertindak sebagai composer yang menangani musik yang ada pada film ini justru tampil brilliant dalam mengkomposisi aransemen lagu yang ada pada film ini. Duo pemusik asal Prancis ini secara mengejutkan mampu untuk membuat original score yang hebat, futuristik, dan pas untuk film Tron ini. Dengan menggabungkan musik elektronik dan juga orchestra pada film ini, hasilnya justru menarik dan juga sangat pas. Kerja keras DaftPunk dan composer Joseph Trapanese untuk meramu musik – musik yang ada film ini selama 2 tahun terbayar lunas dengan hasil yang memuaskan. Bisa dikatakan, hasil original scorenya setara dengan original score Inception : Sama – sama menggabungkan musik orchestra dengan musik elektronik, serta sama – sama mengagumkan hasil akhirnya!

Overall, film Tron : Legacy adalah sebuah film yang sayang untuk dilewatkan bagitu saja. Anda yang belum pernah menonton film Tron pertamanya tak usah khawatir. Film ini bisa ditonton sebelum anda menonton film pertamanya. Sutradara Joseph Kosinski berusaha keras untuk membuat filmnya agar bisa dinikmati juga oleh para penonton yang belum sempat untuk menyaksikan film pertamanya, dan hasilnya cukup baik. Memang lagi – lagi Disney membuat film 3D yang kurang interaktif dengan penontonnya, namun kembali hal itu bisa dialihkan lewat detail warna, animasi, disain special effect, serta pencahayaan yang baik. Dukungan musik yang menawan dan penampilan aktor aktrisnya yang cukup baik juga menjadi point plus lain film ini. Dan tentunya, kekuatan pesan cerita yang baik adalah point plus – plus yang ditawarkan film ini. Adegan actionnya juga cukup menghibur lewat adegan pertarungan Disc Wars, Lightcycle Race, hingga Lightjet Wars. Sebagai salah satu film penutup tahun 2010, Tron : Legacy adalah film yang solid hampir di semua sektor, kecuali interaksi 3D nya. Jika saja film ini memiliki interaksi 3D yang mantap juga, maka nilai solid 8 hingga 9 pasti akan menjadi milik film ini. Disney harus hati – hati. Jika dia melakukan hal ini terus – terusan, bukan tidak mungkin penonton akan lebih memilih untuk menonton film 2D nya ketimbang 3D nya di kemudian hari. So, bagi anda yang sedang mencari film menghibur namun memiliki pesan cerita yang berbobot, atau anda seorang Tron Fans sejati, atau penggemar berat film – film action adventure sci-fi, maka Tron : Legacy adalah jawabannya. Akhir kata, selamat menonton.

Point :

Cerita = 7 / 10

Pemeran = 7 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan = 7 /10

Interaksi 3D = 5 /10

Bobot

dan Pesan Cerita = 9 /10

Warna, Animasi,

Gambar,

dan Pencahayaan = 9 /10

Musik = 8 /10

Total = 7,5 / 10

Copyright : Alexander “Ajay” Dennis

Rabu, 15 Desember 2010

Preview Tron : Legacy


Preview

Tron : Legacy

Pemain :

  • Jeff Bridges as Kevin Flynn dan Clu 2.0
  • Garrett Hedlund as Sam Flynn
  • Olivia Wilde as Quorra
  • Bruce Boxleitner as Alan Bradley dan Tron
  • Michael Sheen as Castor
  • Daft Punk as MP3 Player
  • Beau Garrett as Siren Jem

Sutradara : Joseph Kosinski

Rilis :

  • 17 Desember 2010 ( Di bioskop Amerika dan Di bioskop Indonesia dalam format 2D, Disney Digital 3D, dan Real D )

Anda yang mengalami masa remaja di tahun 1982, atau seorang technology freak, atau bahkan seorang movie freak, pastinya tahu dengan sebuah film sci – fi terkenal berjudul Tron. Ya. Film yang dibintangi oleh Jeff Bridges pada tahun 1982 tersebut memang membawa pengaruh tersendiri dalam dunia perfilman sci-fi. Cerita tentang seorang pemuda yang bertualang di sebuah dunia komputer bernama Tron tersebut sukses besar ketika dirilis di bioskop pada tahun 1982 silam. Seiring berjalannya waktu, film Tron tersebut akhirnya banyak dibicarakan oleh banyak pihak dan mereka akhirnya mengakui, bahwa Tron adalah sebuah film yang unik serta mendapat status Cult Classic beberapa tahun kemudian. Film ini juga menjadi inspirasi bagi beberapa film sci-fi sejenis, seperti misalnya The Matrix yang menceritakan tentang petualangan di dunia maya. Setelah 28 tahun berselang, akhirnya kini muncul sekuel film Tron yang berjudul Tron : Legacy dan masih dibintangi oleh sang bintang utama, yaitu Jeff Bridges. Namun, kali ini petualangan di dunia Tron tersebut akan berfokus pada sang anak, Sam Flynn yang dibintangi oleh bintang muda baru, Garrett Hedlund.

Film Tron : Legacy akan bersetting sekitar 20 tahun setelah kejadian di film Tron yang pertama. Kevin Flynn ( Bridges ) mendadak hilang dari muka bumi ini. Sang anak, Sam Flynn ( Hedlund ), akhirnya kehilangan sosok ayah, dan tumbuh menjadi anak pemuda yang dingin terhadap sosok sang ayah. Namun suatu ketika, teman Kevin, yaitu Alan Bradley ( Boxleitner ), memberitahukan kepada Sam bahwa dirinya dihubungi oleh Kevin dari dunia Tron. Alan pun akhirnya memberikan petunjuk kepada Sam lokasi dimana dirinya bisa masuk ke dalam dunia Tron. Setelah Sam akhirnya ikut tersedot ke dunia Tron, dia akhirnya bertemu dengan sang ayah di dunia Tron. Namun, kini dunia Tron sudah berubah. Semua peraturan yang menjadi aturan keamanan di dunia Tron sudah dilanggar, sehingga akhirnya dunia Tron sudah menjadi dunia bebas yang liar dan juga tanpa peraturan. Lebih parahnya lagi, Kevin disekap oleh Clu 2.0 ( juga diperankan oleh Jeff Bridges ), program yang dulunya diciptakan oleh sang ayah, supaya tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan di dunia Tron. Akhirnya, Sam dan Kevin terjebak dalam dunia Tron yang liar dan juga barbar. Mau tak mau, mereka harus bertualang di dunia Tron dan menghadapi siapa saja yang hendak menghalangi mereka keluar dari dunia Tron. Dibantu dengan seorang hacker cantik yang merupakan teman Sam, yaitu Quorra ( Wilde ), akhirnya ketiga orang ini harus berjuang untuk bertahan hidup, merubah dunia Tron agar menjadi dunia yang aman kembali, serta pulang kembali ke dunia manusia. Namun, Clu 2.0 dan pasukan – pasukan jahatnya pastinya tidak akan begitu saja membiarkan Kevin dkk, sehingga terjadilah petualangan seru dan juga menegangkan di dunia Tron yang sudah berubah menjadi sebuah daerah layaknya dunia Wild West tersebut!

Perbedaan waktu 28 tahun pastinya adalah sebuah waktu yang lama bagi sebuah film seperti Tron. Sisi positifnya, dengan adanya rentang waktu yang jauh tersebut, special effect untuk film ini akan semakin mudah untuk dikerjakan karena dengan perkembangan special effect yang semakin maju, keterbatasan special effect yang ada pada film Tron yang pertama dulu pasti sudah bisa diatasi di tahun ini. Bahkan, pencitraan ulang dunia Tron pun bisa dilakukan lagi oleh tim special effect. Akibatnya dunia Tron yang dulunya terlihat lucu dan menggelikan, bisa disulap menjadi dunia yang wah dan lebih bagus pada saat ini. Bonus tambahannya, film inipun juga akan dilepas dalam format film 3D, sehingga diharapkan petualangan Flynn cs akan terasa nyata di mata para penonton. Namun, sisi negatifnya adalah penonton bisa saja sudah lupa dengan film Tron. Mungkin bagi para fans dan movie freak, mereka masih mengingat film Tron, namun, bagi mereka generasi muda yang tidak pernah melihat film Tron pertama? Apakah mereka mau untuk menonton film Tron pertama yang notabene sudah menjadi film tua di mata mereka? Well, bisa saja mereka malas untuk menonton film Tron pertama dan lebih memilih untuk langsung menonton film Tron : Legacy ini. Namun, dengan kenyataan bahwa film Tron pertama dan Tron Legacy ini saling berhubungan satu sama lain, maka bisa saja hal ini membingungkan penonton muda atau mungkin orang yang bukan fans film Tron atau movie freak. Selain itu, akibat keberadaan DVD atau VCD atau file film Tron pertama yang sudah langka, membuat mereka yang awam bisa menjadi malas untuk melihat film Tron pertama dan enggan untuk menonton film Tron : Legacy ini.

Dukungan bintang utama dari film pertamanya, yaitu Jeff Bridges sebagai Sam Flynn, serta Bruce Boxleitner sebagai Alan Bradley, menambah nilai jual film ini, serta tentunya, menjadi ajang nostalgia bagi mereka yang familiar dengan film Tron. Untuk bintang muda, maka dipilihlah aktor baru bernama Garrett Hedlund untuk mengisi posisi aktor utama, yaitu Sam Flynn. Aktris cantik Olivia Wilde pun juga ikut direkrut untuk menghidupkan karakter Quorra, hacker cantik yang menjadi sahabat sekaligus love interest dari tokoh Sam Flynn. Tak lupa juga aktor Inggris Michael Sheen pun juga akan ikut ambil bagian dalam film ini. Dan, khusus untuk anda, para penggemar berat electro punk music, well, bersiaplah untuk kegirangan, karena duo asal Prancis, yaitu Daft Punk juga akan ikut menjadi cameo di film ini sebagai MP3 Player. Dengan strategi seperti ini, minimal akan mampu menarik generasi muda yang belum pernah menonton film Tron sebelumnya.

Overall, film Tron : Legacy adalah sebuah sekuel yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sebagai sebuah film yang sudah sangat diantisipasi oleh banyak orang sejak 3 tahun yang lalu, pastinya akan ada sesuatu yang spesial dalam film berbudget US$ 200 juta ini. Rentang waktu 28 tahun pastinya berimbas pada kemajuan kecanggihan teknologi animasi pada filmnya. Didukung pula dengan format 3D, pastinya film ini akan menjadi sebuah film spesial yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Semoga saja hasil 3D film ini cukup baik dan juga interaktif dengan penonton, sehingga penonton bisa merasakan bagaimana rasanya jika berada dan juga bertarung di dalam dunia Tron. Ditambah, jadwal rilis film ini yang berdekatan dengan hari libur Natal, pastinya akan membuat film ini sukses di pasaran. So, bagi anda yang merupakan fans berat film Tron pertama, atau sedang mencari sebuah film ala Matrix yang seru, maka film Tron : Legacy adalah film yang WAJIB untuk anda tonton minggu ini. Akhir kata, selamat menonton.

Copyright : Alexander “Ajay” Dennis


Comic Con Teaser Trailer


Teaser Trailer


Theatrical Trailer



Jumat, 03 Desember 2010

Review Paranormal Activity 2


Review
Paranormal Activity 2

Pemain :
• Sprague Grayden as Kristi Rey
• Molly Ephraim as Ali Rey
• Brian Boland as Dan Rey
• Jackson Xenia Prieto and William Juan Prieto as Hunter Rey


Sutradara : Tod Williams


Tanggal Rilis :
• 22 Oktober 2010 ( Di bioskop Amerika )
• 3 Desember 2010 ( Di bioskop Indonesia )

     Paranormal Activity adalah sebuah film horror documenter yang menjadi fenomena tersendiri tahun lalu. Dengan budget hanya US$ 15.000 saja, film ini akhirnya berhasil mengumpulkan total sekitar US$ 194 juta melalui peredarannya secara internasional. Walaupun film ini memiliki format yang hampir sama seperti film The Blair Witch Project, namun campaign nya tergolong unik dan juga berani untuk tampil beda. Film ini tidak langsung dirilis ke bioskop – bioskop Amerika, namun lebih memilih untuk ber – gerilya dari satu festival film ke festival film lainnya. Selain itu, film ini juga meng – campaign-kan filmnya via internet dengan cara mem – vote filmnya supaya bisa dibeli hak edarnya oleh negara atau lokasi yang menginginkan agar film ini bisa tayang di tempat mereka. Keberuntungan film ini akhirnya muncul setelah pendiri Dreamworks Studio, yaitu Steven Spielberg, secara pribadi melihat copy film ini dan secara tidak sengaja terkunci di ruang home theater di rumahnya dan memaksanya harus memanggil tukang kunci untuk membuka paksa pintu ruangan tersebut, padahal pintu tersebut awalnya baik – baik saja dan tidak ada masalah. Setelah itu, Spielberg pun tertarik untuk mengedarkan film ini secara luas di jaringan bioskop – bioskop besar di seluruh Amerika dan dia tidak segan – segan untuk menjadi sponsor film ini lewat perusahaannya, yaitu Dreamworks yang bekerjasama dengan Paramount Pictures. Akhirnya, setelah berita dari mulut ke mulut yang positif, ditambah buzz yang sangat kencang di Amerika, film ini pun laris manis di pasaran pada saat diputar secara luas di jaringan bioskop – bioskop di Amerika. Film ini pun juga menjadi surprise movie pada ajang festival film horror dan animasi INAFFF di Indonesia tahun lalu dan sukses menakut – nakuti penonton. Kini, setelah filmnya laku keras, munculah sekuel filmnya, yaitu Paranormal Activity 2. Namun, orang dibalik kesuksesan Paranormal Activity pertama, yaitu Oren Peli, menolak untuk menggarap sekuelnya dan lebih berkonsentrasi untuk menjadi produser film ini. Kursi sutradara akhirnya jatuh ke tangan Tod Williams dan filmnya tetap mengambil sudut pandang kamera digital sebagai saksi bisu kejadian – kejadian paranormal tersebut.

     Film ini berkisah tentang 1 keluarga yang terdiri dari seorang ayah, ibu, anak tiri, serta seoang anak bayi yang tinggal di sebuah rumah. Sang ayah bernama Dan ( Boland ) adalah seorang duda beranak satu dengan karier cemerlang yang menikah dengan seorang wanita bernama Kristi ( Grayden ). Kristi baru saja melahirkan seorang anak bayi yang diberi nama Hunter ( Prieto ) yang merupakan buah cintanya dengan Dan. Semuanya tampak normal sekembalinya Kristi dari rumah sakit, namun, akhirnya semua berubah menjadi sebuah kejadian yang tak terduga. Diawali dengan kejadian pencurian aneh yang terjadi di rumah Dan dan Kristi. Anehnya, semua harta benda yang berharga tidak digasak. Hanya 1 barang kecil kesayangan Kristi saja yang hilang. Setelah itu, kejadian – kejadian aneh menimpa keluarga ytang harmonis ini. Panci yang jatuh secara tiba – tiba, lampu mainan di atas ranjang Hunter yang berputar sendiri, suara – suara aneh yang ada di dalam rumah, dan masih banyak kejadian – kejadian aneh lainnya yang menghantui rumah mereka. Anak kandung Dan, yaitu Ali berusaha untuk memperingatkan sang ayah agar segera keluar dari rumah ini, namun sang ayah tidak menggubris. Semakin lama, gangguan semakin hebat dan semakin mengerikan saja. Apa yang sebenarnya terjadi di rumah mereka dan apa penyebab kejadian – kejadian mengerikan tersebut? Bagaimanakah akhir nasib dari keluarga kecil harmonis yang satu ini? 

     Untuk menikmati suasana ke – horror – an film ini, 1 hal yang harus anda lakukan, yaitu mengetahui seminim mungkin informasi yang berhubungan dengan film ini. Jangan pernah mencari lebih jauh mengenai informasi mendetail untuk film ini. Cukup synopsis singkatnya saja dan penilaian film ini yang MINUS SPOILER! Kenapa hal ini harus dilakukan? Well sebenarnya film ini memiliki banyak kejutan di sektor cerita di sepanjang filmnya. Kejutannya apa? Anda harus menontonnya sendiri. 

      Pergantian sutradara di film Paranormal Activity 2 ini dirasa tidak bermasalah. Namun, akibat pergantian sutradara, film ini jadi memiliki sebuah warna horror dan eksekusi cerita yang berbeda antara sutradara Paranormal Activity 1, yaitu Oren Peli, dengan Williams. Jika Oren Peli cenderung lebih suka untuk menaku nakuti penonton dengan menaikkan tempo ketegangan secara perlahan, maka Williams lebih suka menggeber rasa takut penonton sejak awal film bergulir. Dimulai dari adegan pencurian yang aneh yang terjadi di rumah Kristi dan Dan, Williams mengajak penonton untuk menaruh rasa curiga, “apa yang sebenarnya terjadi???” di dalam benak penonton. Lama kelamaan Williams menguji adrenalin penonton secara pelan namun pasti, menjaga ketegangan yang ada, serta mulai membuka kejutan – kejutan di film ini secara satu persatu. Dengan cara demikian, film Paranormal Activity 2 justru terasa lebih ringan dan enak untuk dinikmati karena penonton sudah diajak untuk ikut berinteraksi dengan cerita film ini. Adegan – adegan mengerikannya juga dirasa bagus dan juga cukup mengerikan. Selain itu, jika di Paranormal Activity pertama hanya mengambil sudut pandang kamera digital sebanyak 1 buah saja, maka di sekuelnya ini, kita akan melihat film ini melalui 5 hingga 6 buah sudut pandang kamera pengawas dan juga tentunya sebuah kamera digital, sehingga penonton dijamin tidak akan bosan dan mampu untuk menangkap semua detail mengerikan yang terjadi di dalam rumah tersebut.

       Overall, tidak seperti biasanya, untuk review saya terhadap film ini tergolong sedikit sekali. Namun, saya berkomitmen bahwa saya tidak akan pernah memberikan spoiler apapun kepada anda, para movie freaks. Selain itu, seperti yang saya katakan di awal, untuk menikmati film P.A 2 ini, ada baiknya anda mencari info seminimal mungkin mengenai film ini. Yang pasti, jika anda menyukai Paranormal Activity yang pertama, pasti anda akan menyukai Paranormal Activity 2 ini juga dan pastinya, anda akan terkaget – kaget sendiri dengan ceritanya. Bisa dikatakan, Tod Williams berhasil mengerjakan PR ( pekerjaan rumah ) maha berat untuk mempertahankan kualitas Paranormal Activity 2 agar sama menyeramkannya dengan Paranormal Activity 1 dengan baik, dan dia terlihat percaya diri untuk mengekesuksi film ini dengan gayanya sendiri. Walaupun kita terlambat sekitar 1 bulan setengah dibanding dengan jadwal rilis di Amerika nya, namun ketika selesai menyaksikan film ini, anda dijamin akan puas dan merasa worth it dengan pengorbanan anda menunggu film ini beredar di bioskop Indonesia dan membayar tiket film ini. So, butuh film yang mampu menguji adrenaline dan rasa takut anda di minggu ini? Atau ingin mengerjai kekasih anda yang takut dengan film horror dengan mengajaknya menonton film ini secara diam – diam? Atau anda merupakan seorang horror freak atau fans berat film Paranormal Activity 1, maka anda WAJIB untuk menyaksikan film Paranormal Activity 2 ini. Akhir kata, selamat menonton.

Point :
Cerita                      = 8 / 10
Pemain                   = 6 / 10
Kriteria khusus :
Unsur Horror dan 
Thrilling O-Meter = 8 /10
Eksekusi Cerita     = 8 /10
Total                     = 7,5 / 10


                                                                                                 Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis


Preview The Chronicles of Narnia : The Voyage of the Dawn Treader


Preview
The Chronicles of Narnia : The Voyage of the Dawn Treader

Pemain :
• Georgie Henley as Lucy Pevensie
• Skandar Keynes as Edmund Pevensie
• Will Poulter as Eustace Scrubb
• Ben Barnes as King Caspian
• Liam Neeson as the voice of Aslan
• William Moseley as Peter Pevensie
• Anna Popplewell as Susan Pevensie
• Tilda Swinton as Jadis, the White Witch

Sutradara : Michael Apted

Tanggal Rilis :
• 3 Desember 2010 ( Di bioskop Indonesia dalam format Disney Digital 3D, dan Real D )
• 8 Desember 2010 (Di bioskop Indonesia dalam format 2D )
• 10 Desember 2010 ( Di bioskop Amerika )

     The Chronicles of Narnia adalah sebuah film yang diangkat dari novel terkenal karya C.S Lewis serta total ada 7 buah novel dan semuanya termasuk dalam jajaran novel yang laku di pasaran. Ketika film pertama Narnia yang berjudul The Chronicles of Narnia : The Lion, The Witch and The Wardrobe, dilepas ke pasaran pada tahun 2005 silam, filmnya mendapat sambutan yang bagus, walaupun hasilnya tidak sebagus seri Harry Potter, The Twilight Saga, dan The Lord of the Rings misalnya. Dengan hasil Box Office yang bagus, namun mendapat penilaian yang tergolong biasa saja, Disney sebagai pemegang lisensi film ini pun akhirnya melempar seri kedua The Chronicles of Narnia berjudul The Chronicles of Narnia : The Prince Caspian ke pasaran pada tahun 2008 silam. Namun, filmnya mendapat hasil yang kurang memuaskan untuk pasar Amerika, walaupun jika dilihat dari segi pendapatan secara internasionalnya, film ini mendapat hasil yang cukup bagus juga. Melihat hasil Box Office yang kurang memuaskan tersebut, ditambah dengan kualitas filmnya yang menurun dibanding film pertamanya, akhirnya Disney memutuskan untuk melepas lisensi Narnia serta tidak mau lagi untuk terlibat dalam pembuatan film Narnia selanjutnya. Akhirnya 20th Century Fox memutuskan untuk mengambil alih lisensi film Narnia dan bersedia untuk mendanai film ini. Setelah melewati kesulitan lisensi dan pendanaan tersebut, akhirnya film Narnia yang ketiga yang berjudul lengkap The Chronicles of Narnia : The Voyage of the Dawn Treader pun dirilis juga ke pasaran pada awal Desember ini. Hal ini dilakukan untuk menyambut hari libur Thanksgiving dan juga Natal, serta tentunya untuk menghindari persaingan dengan film raksasa produksi Disney, yaitu Tron : Legacy pada tanggal 17 Desember nanti. Lalu, bagaimana dengan hasil film The Chronicles of Narnia : The Voyage of the Dawn Treader ini??

     Film ini berkisah tentang petualangan kedua kakak beradik terkecil dari keluarga Pevensie, yaitu Edmund ( Keynes ) dan juga Lucy ( Henley ) di dunia fantasi bernama Narnia. Kedua kakak tertua Edmund dan Lucy, yaitu Jack dan Susan sudah tidak bisa bertualang lagi di dunia Narnia akibat usia mereka yang sudah dewasa. Kali ini, Edmund, Lucy, dan juga sepupu mereka, yaitu Eustace Scrubb ( Poulter ), harus bertualang di dunia Narnia untuk menguji hati dan semangat ketiganya di dunia Narnia, sekaligus untuk menentukan kelangsungan hidup dunia Narnia. Kali ini, mereka akan mengalami banyak misi untuk menjalankan tujuan mereka, seperti menghadapi penyihir Dufflepuds yaitu seorang pedagang budak yang jahat, bertarung dengan makhluk ajaib dan musuh-musuh kejam yang berusaha untuk menerobos Narnia, menjelajah sebuah pulau misterius di dunia Narnia yang belum pernah mereka ketahui, mencari sebuah kolam yang bisa mengubah apa saja menjadi emas, dan tentunya, menghadapi gangguan dari penyihir Jadis ( Swinton ) yang selalu menghantui perjalanan mereka. Tapi mereka bertiga tidak bertualang sendirian. Mereka ditemani oleh Prince Caspian ( Barnes ), tikus pejuang Reepicheep ( Simon Pegg ), awak kapal The Dawn Treader yang setia untuk melindungi Narnia, serta tentunya, Aslan ( Neeson ), sang singa agung yang selalu membimbing dan menuntun mereka, para pejuang Narnia, ketika dalam kesusahan dan kebimbangan.

     Sebagai sebuah film fantasi, Narnia memiliki sebuah point minus yang menyebabkan filmnya kurang dilirik oleh para fans nya, yaitu nilai replay watching atau nilai untuk menonton kembali filmnya yang sangat kurang. Tidak seperti The Lord of the Rings, Harry Potter, atau The Twilight Saga yang masih nikmat untuk ditonton berkali – kali, Narnia justru tidak memiliki hal tersebut. Hal ini mungkin karena unsur hiburan dalam filmnya yang terasa kurang serta beberapa adegan action yang kurang seru. Selain itu, filmnya cukup berjalan lambat dan memiliki durasi putar yang panjang, yaitu sekitar 2 jam lebih. Seperti yang kita ketahui, jika sebuah film memliki durasi yang panjang namun tidak memiliki unsur fun yang cukup untuk menjaga tingkat excited penonton terhadap filmnya, maka mayoritas penonton tidak akan menyukai film tersebut dan cenderung kapok untuk menyaksikannya lagi, baik di bioskop maupun di DVD. Faktor kekurang-berhasilan film ini juga bisa terjadi akibat kurang familiar-nya orang dengan novelnya, sehingga mereka kurang tertarik untuk menyaksikan Narnia di bioskop. Hingga film kedua, harus diakui, Narnia masih belum memiliki nilai replay watching yang baik, sehingga diharapkan, hal tersebut tidak terjadi di film yang ketiga.

     Karena film ini masih berhubungan dengan kisah – kisah Narnia sebelumnya, maka pemain – pemain di film ini masih merupakan muka – muka lama yang telah kita kenal di film Nania pertama dan kedua. Bedanya, kali ini hanya kakak beradik terkecil keluarga Pevensie, yaitu Edmund dan Lucy saja yang akan bertualang di dunia Narnia. Oleh sebab itu, aktor Skandar Keynes dan juga aktris Georgie Henley pun masih akan terlibat di film ini. Selain itu, Ben Barnes, pemeran Prince Caspian pun juga masih dipakai di film ini untuk berperan sebagai Prince Caspian yang agung dan juga tampan. Tak lupa, dukungan aktris senior Tilda Swinton sebagai penyihir Jadis pun masih akan tampil di film ini. Dan tak lupa, aktor Liam Neeson pun masih akan mengisi suara Aslan, sang singa agung yang bijaksana. Suaranya yang dalam dan berwibawa memang sudah pas untuk karakter singa Aslan sejak film Narnia yang pertama, sehingga Liam Neeson pun masih tetap dipertahankan sebagai pengisi suara Aslan. Untuk aktris Anna Popplewell dan juga William Moseley juga masih akan tampil sekilas di film ini karena dikisahkan mereka sudah tidak bisa lagi bertualang di dunia Narnia akibat usia mereka yang sudah terhitung dewasa. Dengan para pemain dan pengisi suara yang sudah dikenal oleh mayoritas penonton sejak film Narnia pertama, diharapkan penonton masih mau untuk megikuti Narnia yang ketiga ini.

     Sama dengan kasus film Harry Potter, film Narnia 3 juga mengalami pergantian sutradara. Harry Potter 1 dan 2 disutradarai oleh Chris Columbus sebelum akhirnya film ketiganya ditangani oleh Alfonso Cuaron; dan hal ini terjadi juga pada Narnia, dimana Narnia 1 dan 2 disutradarai oleh Andrew Adamson, sedangkan Narnia 3 disutradarai oleh Michael Apted. Sejak sutradara film pertama dan kedua, Andrew Adamson, terhitung gagal untuk mengarap Narnia menjadi sebuah film yang full menghibur penonton sejak menit awal sampai filmnya selesai, maka kali ini, Fox menyerahkan kursi penyutradaraan Narnia ketiga ini ke tangan sutradara Michael Apted, selain tentunya hal ini dikarenakan terjadinya pergantian studio yang memproduksi film Narnia ini. Namun, Michael Apted adalah seorang sutradara yang masih terasa asing di kuping para penonton. Beberapa karyanya yang mungkin ditonton oleh para penikmat film adalah The World is not Enough, Enough, dan Amazing Grace yang rata – rata memiliki pola alur penyutradaraan film yang cenderung lebih mengedepankan sisi drama ketimbang action fantasi menghibur. Oleh sebab itu, ada kekhawatiran, apakah kali ini sutradara asal Inggris tersebut bisa untuk mendobrak pakem membosankan dari film Narnia pertama dan kedua? Bisa dikatakan, kali ini Fox cukup bertaruh juga untuk memilih sutradara Michael Apted untuk menghidupkan film Narnia 3 ini. 

     Overall, Pada dasarnya, film Narnia ketiga ini merupakan sebuah film pertaruhan bagi Fox, apakah keputusan mereka sudah tepat untuk mengambil alih franchise Narnia, atau justru sebaliknya malah merugikan mereka. Bisa dikatakan, jika Narnia ketiga ini ternyata memiliki hasil dan kualitas yang tidak terlalu baik, maka ada kemungkinan Fox melepas franchise film ini, walaupun film keempat Narnia yang bertajuk The Chronicles of Narnia : The Silver Chair siap untuk diproduksi dan direncanakan akan beredar pada tahun 2011 atau 2012. Tapi apapun itu keputusan bisnisnya, Narnia 3 merupakan film yang WAJIB untuk ditonton minggu ini. Indonesia mendapat kesempatan untuk memutar format Disney Digital 3D dan Real D film ini seminggu lebih cepat dari jadwal rilis Amerika nya. Hati – hati ya, versi Disney Digital 3D dan Real D nya masih belum memiliki subtitle. Jika anda lebih memilih untuk menyaksikan film ini dalam format 2D nya, maka tunggu saja hingga minggu depan, karena direncanakan, minggu depan akan keluar versi 2D nya. Selain itu, usahakan anda masuk ke dalam studio bioskop lebih cepat ketika menyaksikan film ini, karena dikabarkan, Teaser Trailer film Transformers : Dark of the Moon akan di attach di film. WOW!!!! So, jika anda merupakan fans berat seri Narnia, atau sedang mencari sebuah film adventure 3D terbaru, maka The Chronicles of Narnia : The Voyage of the Dawn Treader adalah pilihan yang pas bagi anda. Kita berharap saja, semoga dengan perpindahan management, hingga perubahan sutradara, film Narnia yang ketiga ini akan lebih baik ketimbang Narnia 1 dan 2. Akhir kata, selamat menonton.

                                                                                                 Copyright : Alexander “Ajay” Dennis


Teaser Trailer :
Theatrical Trailer :


Rabu, 01 Desember 2010

Review Rapunzel a.k.a Tangled 3D


Review

Tangled a.k.a Rapunzel

Pengisi Suara :

  • Mandy Moore as Rapunzel
  • Zachary Levi as Flynn Ryder
  • Donna Murphy as Mother Gothel
  • Brad Garrett as Hook-Hand Thug
  • Jeffrey Tambor as Big Nose Thug
  • M.C. Gainey as Captain of the Guard
  • Ron Perlman as Stabbington Brother


Sutradara : Nathan Greno dan Byron Howard


Tanggal Rilis :

  • 26 November 2010 ( Di bioskop Amerika )
  • 26 November 2010 ( Di bioskop Indonesia dalam format 2D, 3D, dan Real D )

Pertanyaan : Apakah anda pernah dengar sebuah dongeng berjudul Rapunzel? Atau anda justru belum pernah mendengar mengenai dongeng tersebut? Well, kalau belum pernah mendengar dongeng tentang seorang putri yang memiliki rambut super panjang dan disekap di dalam sebuah kastil tersebut, maka tenang saja. Walt Disney Animation Studios, produsen film – film kartun berkualitas, baik dari segi cerita maupun animasi, berbaik hati untuk membuat film berdasarkan kisah dongeng yang berasal dari Jerman tersebut, walaupun ada sedikit modifikasi. Film tersebut berjudul Tangled, atau di beberapa negara bagian, film ini akan berjudul Rapunzel.

Film Tangled alias Rapunzel ini dimulai seperti layaknya cerita – cerita dongeng pada umumnya. Alkisah, ada sebuah kerajaan yang rukun, harmonis, makmur, dan para rakyatnya sangat mencintai raja serta ratunya karena sang raja dan ratu memerintah dengan bijak dan sangat mencintai rakyatnya. Suatu ketika, sang ratu mengandung dan tiba saatnya untuk melahirkan sang buah hati. Namun, beliau sakit keras dan membutuhkan sebuah obat ajaib yang berasal dari tanaman misterius yang mampu menyembuhkan setiap penyakit. Tanaman tersebut berasal dari sebuah benda luar angkasa yang jatuh ke bumi dan menyentuh tanah, sehingga tumbuhlah benda luar angkasa tersebut menjadi sebuah tanaman berbentuk bunga yang bercahaya dengan sangat indahnya. Seorang nenek licik bernama Gothel ( Murphy ) sebenarnya menemukan tanaman tersebut terlebih dahulu ketimbang orang lain dan menyembunyikan tanaman obat ajaib tersebut. Namun, akibat kecerobohannya, tanaman obat tersebut ditemukan oleh orang – orang yang mencari obat ajaib guna menyembuhkan putri raja mereka. Maka sembuhlah sang putri raja dan beliau pun melahirkan seorang anak perempuan yang sangat cantik serta diberi nama Rapunzel. Rapunzel pun memiliki kekuatan gaib akibat efek ibunya yang meminum tanaman penyembuh ajaib tersebut. Gothel yang mengetahui hal itu akhirnya menculik Rapunzel. Namun, ada kendala dengan kekuatan Rapunzel tersebut. Kekuatannya terletak pada rambutnya yang indah, namun, jika rambut tersebut dipotong, maka kekuatannya akan hilang dan rambut Rapunzel pun akan berubah menjadi rambut biasa berwarna coklat ( brunette ). Demi mengamankan harta berharganya tersebut, Gothel yang menculik Rapunzel sejak masih bayi itupun menyekap Rapunzel di kastil tua yang tinggi dan juga tersembunyi serta jauh dari istana kerajaan.

Tahun berganti tahun, dan Rapunzel ( diisi suaranya oleh Mandy Moore ) pun tumbuh menjadi seorang gadis cantik dengan rambut yang sangat panjang serta memiliki warna emas yang sangat indah. Gothel ( yang sekarang disebut sebagai Mother Gothel oleh Rapunzel karena menganggap Gothel sebagai ibu kandungnya ) merawat Rapunzel dan setiap hari, Rapunzel harus bernyanyi agar rambutnya berkilau dan kekuatan gaibnya muncul sehingga membuat Gothel menjadi awet muda. Namun, sang raja dan ratu yang sangat kehilangan putrinya yang diculik dan tidak mengetahui Rapunzel dimana berada, secara rutin setiap hari ulang tahun Rapunzel selalu menerbangkan ribuan lentera ke angkasa dan Rapunzel mengetahui hal tersebut dan bahagia setiap kali dia melihat ribuan lampion tersebut terbang ke angkasa. Hanya 1 impian Rapunzel di setiap hari ulang tahunnya, yaitu melihat festival lentera tersebut secara lebih dekat dan selalu meminta ijin Mother Gothel agar memperbolehkannya keluar dari kastil mereka dan melihat festival lentera tersebut dari dekat, namun pastilah Mother Gothel melarang hal tersebut. Hingga suatu ketika, seorang pencuri bernama Flynn Rider ( Levi ) memilih sebuah kastil tua sebagai tempat persembunyian sementaranya setelah dia mencuri di sebuah tempat. Namun, Flynn tidak tahu bahwa kastil tersebut ternyata sudah ditempati oleh Rapunzel dan Mother Gothel. Rapunzel pun akhirnya membuat kesepakatan dengan Flynn, supaya Flynn mengantarkan dirinya ke daerah kerajaan supaya bisa melihat festival lentera tersebut secara lebih dekat dan Rapunzel akan memberikan barang curian milik Flynn. Namun, Mother Gothel pun mengetahui hal tersebut dan berusaha untuk mencegah Rapunzel. Gothel pun bahkan bekerja sama dengan 2 penjahat yang dikhianati oleh Flynn dengan tujuan menghentikan Rapunzel ke kerajaan. Rapunzel dan Flynn pun tidak pergi sendirian ke kerajaan. Dibantu dengan seekor kuda jantan kerajaan yang konyol bernama Maximus, serta seekor kadal kocak peliharaan Rapunzel bernama Pascal, maka dimulailah petualangan mereka untuk mewujudkan impian Rapunzel. Perlahan – lahan, tabiat Flynn pun berubah dan benih – benih cinta pun tumbuh diantara Flynn dan juga Rapunzel. Lalu, berhasilkan Rapunzel menggapai impiannya? Lalu bagaimana dengan rencana kejam Mother Gothel untuk menghalang – halangi impian Rapunzel?

1 kata untuk menggambarkan film ini : DAZZLING!! Ya. Film ini benar – benar indah dan sangat memperhatikan detail warna, animasi, disain, serta pencahayaan. Point utama film ini sangat terletak pada keempat hal tersebut. Dari segi pewarnaan, warna – warna yang ada pada film ini terlihat sangat hidup dan juga indah. Lukisan cat minyak yang sering dikerjakan oleh Rapunzel untuk mengisi waktu luang di kastilnya, pewarnaan lingkungan alam sekitar seperti hutan, danau, hingga kota kerajaan terasa hidup. Yang paling mencolok dalam film ini adalah warna emas dari rambut Rapunzel yang terlihat indah, apalagi pada saat rambutnya berkilau ketika kekuatan gaib rambut Rapunzel muncul. Warnanya sangat terang, namun tingkat keterangannya masih termasuk normal dan terlihat indah, mirip seperti ketika kita melihat emas murni dalam kehidupan nyata. Rambutnya yang panjang pun juga terlihat sangat real dan juga natural dalam hal gerakannya, misalnya ketika rambutnya tersibak angin, basah terkena air, hingga ketika adegan dalam air pun terlihat sangat smooth gerakan rambutnya. Sebenarnya kehebatan gerak alamiah dari animasi rambut atau bulu dari studio Disney sudah pernah diperagakan ketika film Monster’s Inc. Namun, kali ini Disney kembali bekerja keras untuk menyempurnakan animasi tersebut, sehingga akhirnya kerja keras tim animasi film ini terlihat sangat bagus dan juga maksimal. Untuk disain animasi, animasi untuk masing – masing tokoh terasa cantik dan juga tampan. Rapunzel terlihat sangat cantik dan menggemaskan dengan tampangnya yang sedikit oval serta mata besar berwarna hijau terangnya yang indah, sedangkan untuk tokoh Flynn terlihat tampan dan juga berwajah konyol serta berbadan tinggi tegap. Untuk disain Mother Gothel wajahnya memang tampak terlihat tua dan juga mengerikan dan sangat terlihat sekali aura jahatnya. Dari segi pencahayaan, film ini terasa memiliki pencahayaan yang pas dan tidak menyakitkan untuk mata anak – anak. Baik dalam adegan gelap maupun ketika adegan terang, pencahayaannya terlihat bagus dan juga pas. Pastinya, akibat pencahayaan tersebut, film ini jadi terasa hidup 3D nya di mata penontonnya.

Dari segi cerita, film ini mengalir lancar dan juga seru untuk diikuti sehingga tidak membosankan bagi para penonton. Kali ini Disney kembali dengan gaya penggarapan film animasi klasiknya, yaitu dengan menampilkan adegan – adegan musikal di beberapa adegan di sepanjang filmnya. Bagi para pecinta film kartun klasik produksi Disney, maka Rapunzel dipastikan akan sangat memuaskan dahaga mereka yang memang akhir – akhir ini sangat jarang sebuah studio memproduksi sebuah film animasi musikal seperti layaknya Disney. Disini jugalah keahlian Disney untuk mengolah sebuah film animasi musikal yang bagus dan juga tidak membosankan bagi para penontonnya. Disney menggarap film berbudget US$ 60 juta ini dengan menggunakan cerita dongeng yang menarik, kemudian meramu filmnya agar mengalir lancar dengan berbagai adegan petualangan yang seru dan juga dipenuhi dengan lagu – lagu yang enak didengar bagi semua usia, dan tentunya, pesan cerita yang begitu berbobot dalam setiap filmnya. Pesan cerita yang mengena bagi setiap penonton inilah yang selalu menjadi senjata andalan Disney. Bahkan dalam film yang berkualitas kurang bagus seperti misalnya Meet the Robinsons atau Chicken Little sekalipun, tetap memiliki pesan cerita yang sangat mengena bagi para penontonnya dan bisa menjadi bahan perenungan bagi diri kita sendiri serta bahan diskusi bagi orang tua dan anak – anaknya selepas menyaksikan filmnya. Di film ini, kita mendapat pembelajaran mengenai bagaimana sikap kita ketika kita memiliki impian yang ingin sekali kita wujudkan. Kita harus terus berusaha mengejar mimpi kita tersebut, dan jika kita sudah mencapai impian tersebut, maka pada saat itu jugalah kita harus memiliki mimpi yang lain agar kita masih memiliki motivasi untuk menjalani hidup ini dengan gembira dan penuh semangat. Selain itu, ending film ini juga terasa bijaksana dengan menggabungkan ending – ending cerita yang memang ada pada dongeng Rapunzel ( karena ada berbagai versi ending untuk dongeng Rapunzel ini ) dan meramunya dengan pas, sehingga penonton pun bisa menyaksikan sebuah ending dongeng Rapunzel tersebut secara 1 paket dan sangat memuaskan bagi para penontonnnya..

Pengisi suara di film ini benar – benar jempolan dan sangat pas dengan karakter yang mereka isi suaranya. Mandy Moore sebagai pengisi suara sang tokoh utama, yaitu Rapunzel, terasa sangat pas dan mampu untuk menghidupkan karakternya. Statusnya sebagai seorang penyanyi dalam kehidupan nyata benar – benar sangat pas di film ini. Suaranya enak untuk didengar. Baik dalam menyanyi ataupun ketika mengucapkan dialog, Mandy terasa sangat pas dan menyatu dengan karakter Rapunzel. Sedangkan Donna Murphy, pengisi suara Mother Gothel yang kejam juga berhasil menghidupkan karakter nenek licik berwajah muda tersebut dengan pas dan juga baik. Suaranya yang dalam dan juga keibuan namun terkesan tegas dan juga kejam tersebut terasa sangat horror di film ini. Ketika bernyanyi pun, suaranya juga bagus dan tidak kalah dengan suara Mandy Moore. Pengisi suara Flynn, yaitu Zachary Levi, walaupun hanya sedikit menyanyi dalam satu scene saja, namun cukup berhasil untuk menghidupkan karakter Flynn Rider yang tampan dan juga tegap. Beberapa pengisi suara lainnya, walaupun kelihatannya tidak terlalu penting, namun mereka juga berhasil untuk menghidupkan karakter mereka yang memang terbilang minor dalam film ini. Mereka pun juga tidak ketinggalan untuk unjuk kebolehan bernyanyi dengan baik di dalam film ini, sehingga film animasi musikal ini yang satu ini terasa hidup dan juga ramai dengan musik – musik yang enak untuk didengar.

Kekurangannya hanya terletak pada 3D film ini yang kurang interaktif kepada para penonton. Beberapa adegan harusnya bisa memancing interaksi penonton dengan film ini. Seperti misalnya adegan ketika Rapunzel dan Flynn dikejar oleh sebuah tanggul yang bocor, atau ketika rambut Rapunzel terjatuh dari kastil ke tanah. Harusnya adegan – adegan tersebut bisa membuat penonton kaget atau minimal bergerak untuk menghindari objek – objek yang bergerak ke arah mereka tersebut. Namun, sayangnya, Disney kurang bisa menggali hal tersebut dengan maksimal. Bahkan, mungkin bisa dikatakan malah cenderung malas untuk menggarap hal tersebut. Inilah yang masih menjadi kelemahan terbesar Disney dalam setiap film – film animasi produksi mereka. Tidak seperti Dreamworks Animation yang sangat interaktif terhadap penonton untuk film – film animasi 3D nya, Disney cenderung pastif untuk interaksinya. 3D Rapunzel sebenarnya tidak jelek. Hasilnya sebenarnya bagus, namun hanya kurang interaksi saja dengan penontonnya.

Overall, film Rapunzel adalah film yang melebihi ekspektasi para penontonnya. Film ini terasa lengkap dan juga merupakan salah satu film animasi terbaik untuk tahun ini. Detail warna, animasi, disain, serta pencahayaan yang indah, kuat, dan juga solid, musik yang mengalun lembut dan juga catchy untuk segala usia, pengisi suaranya yang pas dan telah bekerja keras untuk menghidupi film ini, cerita yang menarik dan juga penuh makna, serta memiliki ending yang memuaskan, dan juga kualitas 3D yang memukau adalah point plus film ini. Hanya sedikit cacat pada bagian interaksi 3D filmnya saja dengan penonton. Itu saja. Harus diakui, Disney memang rajanya untuk menggarap sebuah film animasi musikal klasik yang berkualitas. Bisa dikatakan, ini merupakan contender serius bagi film How to Train Your Dragon dalam ajang Academy Award untuk kategori The Best Animated Feature tahun depan. Jika memang akhirnya Academy Award memutuskan hanya menominasikan 3 buah film animasi saja untuk tahun depan dengan kondisi hanya ada 1 tempat lagi untuk mengisi nominasi yang ada ( 2 tempat lainnya telah dibooking oleh film How to Train Your Dragon dan juga Toy Story 3 ), maka Rapunzel merupakan calon terkuat untuk memperoleh 1 tiket nominasi tersebut. Bahkan, bukan tidak mungkin jika pada akhirnya, justru Rapunzel yang bisa memenangkan Oscar tahun depan. Ya, kita lihat saja dalam ajang prestisius dalam dunia perfilman Hollywood tersebut tahun depan. So, bagi anda yang memang fans berat dengan film – film animasi tradisional Disney, atau fans berat dongeng Rapunzel, atau fans dengan film – film musikal, atau justru ingin mengajak keponakan anda untuk menyaksikan sebuah film animasi berkualitas dan bermutu tinggi, maka Rapunzel adalah jawabannya. Penonton pasti tidak akan rugi menyaksikan film ini dalam format Disney Digital 3D atau Real D karena uang yang mereka keluarkan sebanding dengan kualitas filmnya yang wow dan juga memuaskan. So, akhir kata, selamat menonton.

Point :

Cerita = 8 / 10

Pengisi Suara = 9 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan = 8 /10

Interaksi 3D = 6 /10

Bobot

dan Pesan Cerita = 9 /10

Warna, Animasi,

Gambar,

dan Pencahayaan = 9 /10

Musik = 9 /10

Total = 8,5 / 10


Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis

Teaser Trailer:


Theatrical Trailer:


Special Trailer :

Rabu, 24 November 2010

Review Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1


Review

Harry Potter and the Deathly Hallows : Part 1

Pemain :

  • Daniel Radcliffe as Harry Potter
  • Emma Watson as Hermione Granger
  • Rupert Grint as Ron Weasley
  • Bonnie Wright as Ginny Weasley
  • Alan Rickman as Professor Severus Snape
  • Helena Bonham Carter as Bellatrix Lestrange
  • Ralph Fiennes as Lord Voldemort

Sutradara : David Yates

Tanggal Rilis :

  • 19 November 2010 ( Di bioskop Amerika dan di Bioskop Indonesia )

“These are dark times, there is no denying. Our world has face a new greater threat than it does today. But you can't fight this war on your own, Mr Potter. He's too strong!!” Ya. Kalimat yang ada pada Theatrical Trailer film Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 ini memang sangat cocok untuk menjadi pembuka film ketujuh bagian pertama seri Harry Potter ini. Dengan tema cerita yang dark, kelam, serta semakin tipisnya harapan manusia untuk bertahan hidup akibat semakin berkuasanya Voldemort di muka bumi ini, menjadikan suasana kelam yang memang diusung oleh ceritanya ini, terasa sangat kental di film ini. Namun, apakah memang dengan adanya quotes diatas tersebut, mampu untuk membuat film final Harry Potter bagian pertama ini memiliki kualitas yang bagus dan melebihi film – film Harry Potter yang sebelumnya? Mari kita lihat sama – sama.

Harry Potter and the Deathly Hallows akan terfokus pada cerita petualangan Harry, Ron, dan juga Hermione guna melenyapkan penyihir jahat Voldemort dan juga pasukan - pasukannya yang dikenal sebagai The Death Eaters. Kali ini, Harry, Ron, dan juga Hermione bertualang untuk mencari dan menghancurkan Horcrux yang tersisa guna melenyapkan Voldemort. Namun hal tersebut tidaklah mudah, karena Voldemort dan pasukannya pun juga bergerak untuk menghentikan siapa saja yang hendak menghentikan mereka, serta berusaha untuk menguasai dunia. Selain itu, Voldemort pun juga memiliki dendam pribadi terhadap Harry Potter dan sangat bernafsu untuk membunuhnya. Harapan pun semakin tipis, dimana Voldemort dan pasukannya berhasil untuk menguasai Ministry of Magic dan juga Hogwarts. Harapan hidup umat manusia semakin mengecil, namun Harry, Ron, dan Hermione harus tetap yakin dan positif dengan tujuan mereka : mencari Horcrux yang tersisa, menghancurkannya, mengalahkan pasukan Voldemort yang menghalangi mereka, serta berusaha untuk bertahan hidup agar bisa berkumpul kembali dengan orang - orang yang mereka cintai. Maka, sekarang dimulailah petualangan ketiga sahabat ini untuk menempuh bahaya dan juga menjalankan misi mereka, sebelum semuanya terlambat.

Sebenarnya, Harry Potter and the Deathly Hallows adalah novel yang memiliki cerita yang kompleks, tragis, dengan tone yang dark dan juga pastinya, seru. Sesuai dengan judulnya, The Deathly Hallows atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai relukui kematian, maka memang di novel ketujuh inilah banyak terjadi adegan – adegan kematian yang tragis namun berkesan heroik dan mampu menguras air mata para tokoh utama dan tentunya, para penikmat serial Harry Potter. Beberapa kematian tokoh – tokoh penting di film ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri sehingga seri ketujuh Harry Potter ini memiliki nilai emosional yang sangat dalam kepada para fans-nya, dan J.K Rowling, sang penulis novelnya, tahu benar dengan hal ini. Setelah dalam novel kelima, tokoh Sirius Black wafat, hingga di novel keenam, Rowling dengan sangat sukses tega untuk mematikan tokoh bijak Dumbledore, di buku ketujuh inilah, para fans Harry Potter harus menerima kenyataan bahwa begitu banyak tokoh – tokoh yang mati. Kematian – kematian itulah yang sangat berkesan dalam seri final Harry Potter ini.

Namun, sayangnya, lagi – lagi, sutradara David Yates dan juga penulis naskah Steve Kloves berhasil memporak – porandakan fondasi kuat yang ada pada Harry Potter and the Deathly Hallows ini. Dengan sangat gampangnya sutradara asal Inggris dan penulis naskah asal Amerika ini membuat filmnya menjadi begitu gampangan dan membosankan. Adegan – adegan kematian di novelnya yang sangat berbobot, justru digampangkan saja oleh pasangan penghancur kualitas Harry Potter and the Half Blood Prince tahun lalu ini. Bagaimana penonton tidak kesal? Kematian – kematian para tokoh penting hanya diberitakan lewat dialog para tokohnya? Jika memang mau membuat adegan kematian menjadi sangat bermakna, kenapa tidak tampilkan saja adegan kematian tersebut? Padahal mereka sudah diberikan keleluasaan oleh Warner Bros untuk membuat film ini menjadi 2 bagian dengan pemberian dana sebesar US$ 250 juta, namun, kenapa mereka membuat film ini dengan hasil yang tidak maksimal? Apakah mereka takut dengan penambahan visualisasi adegan – adegan kematian para tokoh pentingya, budget produksi akan membengkak? Padahal seperti anda ketahui, setiap pendapatan film Harry Potter pasti tembus angka US$ 240 juta untuk pendapatan di negeri Amerika nya saja. So, jika memang ingin membengkakan budget untuk seri terakhir Harry Potter, kenapa tidak? Toh seri ketujuh Harry Potter merupakan seri penutup yang pasti sudah ditunggu – tunggu oleh para Potterius di seluruh dunia. Sekalian saja harusnya mereka memberikan persembahan yang terbaik bagi para Potterius sebagai kado perpisahan. Ambil contoh kasus kematian tragis yang seharusnya bisa menguras air mata penonton, yaitu adegan kematian Hedwig, sang peliharaan Harry. Adegan tersebut dibuat dengan sangat gampang dan tidak menimbulkan bekas emosi apapun di hati Harry. Padahal, Hedwig adalah hewan peliharaan Harry yang sangat bermakna dan merupakan satu – satunya anggota keluarga Harry yang sangat disayangi olehnya. Kenapa hewan tersebut hanya dibuat mati dengan tidak meninggalkan emosi serta rasa perih apapun kepada tokoh utama yang berkacamata tersebut? Apakah hanya karena Hedwig hanyalah sebuah hewan biasa yang bisa dimatikan kapan saja dan dengan gampang sehingga adegan kematiannya hanya bisa ditampilkan sekedarnya saja dan tanpa emosi apapun kehadapan para penonton? Tragis!

Yates dan juga Kloves kembali dengan trademark menyebalkan mereka dalam menggarap Harry Potter and the Deathly Hallows ini yang mereka bawa dari Harry Potter and the Half Blood Prince tempo hari : yaitu adegan – adegan penting yang ada pada novelnya tidak ditampilkan. Kalaupun ditampilkan, hanya sekilas saja dan tidak ada emosi sama sekali. Parahnya, adegan – adegan tidak penting justru dipanjang – panjangka sehingga bisa membuat para fans Harry Potter dan penontonnya mengantuk, tertidur, dan akhirnya mereka kecewa dengan hasil akhir film Harry Potter. Hebat bukan? Benar – benar kinerja yang “luar biasa” dari duet filmmaker tersebut. Selain adegan kematian yang terasa hampa seperti yangt telah saya sebutkan diatas, unsur kebosanan film ini juga terletak pada adegan – adegan actionnya yang serba tanggung serta tidak thrilling sama sekali. Adegan pertarungan yang seharusnya dibuat seru dan megah itu, dibuat dengan asal – asalan, sehingga adegan – adegan action yang sebenarnya bisa menjadi bahan pembunuh rasa kantuk dan bosan yang ada di sepanjang film, justru semakin memperparah mood penonton yang sudah bosan dan kesal dengan adegan – adegan mombosankan yang ada di sepanjang film ini. Selain itu, keadaan semakin diperburuk dengan banyaknya adegan silent scenes ( adegan tanpa latar musik maupun minim background sound dan juga suara manusia ) yang ada di sepanjang filmnya, sehingga rasa bosan penonton pun semakin menjadi – jadi. Akibatnya, emosi penonton pun juga semakin menumpuk.

Dari segi pemain, jelas, para aktor dan aktrisnya yang sudah 10 tahun terlibat dengan filmnya pastinya sudah menyatu dengan para tokoh yang ada di serial Harry Potter. Hubungan akrab antara Hermione, Harry, dan Ron semakin menyatu di film ini, walaupun mereka sempat berpisah karena suatu hal. Pemeran Voldemort dan Bellatrix Lestrange, yaitu Ralph Fiennes dan Helena Bonham Carter pun juga semakin matang untuk menghidupi tokoh Voldemort dan juga Bellatrix yang sadis dan tiada ampun. Namun, Alan Rickman bermain tanggung di film ini sebagai Snape dengan mimik mukanya yang terkesan kurang greget. Namun, aktor Tom Felton yang berperan sebagai tokoh Draco Malfoy yang mulai bimbang dengan keputusannya bergabung menjadi Death Eaters ini terasa pas dan terlihat dari mimik mukanya yang terkesan ragu dan juga takut dengan keputusanya tersebut akibat melihat kesadisan Death Eaters membantai semua orang yang tidak berdosa. Sisanya, semua aktor dan aktris bermain pas sesuai dengan karakter tokoh mereka.

Diluar point minus tersebut, Harry potter and the Deathly Hallows Part 1 masih memiliki nilai positif pada point visualisasinya. Film ini memang memiliki tema cerita yang dark, suram, serta semakin hilangnya harapan manusia untuk bertahan hidup dibawah tekanan Voldemort dan para penyhir jahatnya, dan secara visualisasi, sepanjang 150 menit filmnya bergulir, kita akan diberikan visualisasi film yang buram, kelam, dan suram. Warna – warna gelap, seperti biru dan hitam, dengan suasana iklim yang bersalju dan juga cuaca yang mendung sangatlah dominan di film ini, sehingga kita bisa menangkap atmosfer sedih dan juga kelamnya dunia ketika Voldemort dan kroco – kroconya berkuasa. Selain itu, dari segi original score, film ini memiliki original score pembuka dan penutup yang cukup megah dan berasa pas dengan suasanan filmnya. Walaupun banyak adegan silent scenes di film ini, namun ketika original score nya main, hasilnya pas dan juga enak untuk didengar dan cukup mendukung adegan – adegan yang ada. Endingnya pun juga dirasa bisa untuk memancing rasa kepenasaran penonton supaya mau untuk menonton lanjutannya lagi nanti di bulan Juli 2011.

Overall, bisa dikatakan, Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 sayangnya memiliki hasil yang SAMA BOBROK nya dengan Harry Potter and the Half Blood Prince tahun lalu. Secara visualisasi film ini sebenarnya unggul karena dengan tema cerita yang memiliki suasana suram dan lost hope yang ada pada filmnya, warna – warna buram, kelam, dan suram dengan suasana iklim yang bersalju dan juga cuaca yang mendung sangat dominan di film ini, sehingga penonton bisa ikut merasakan suasana kelam tersebut. Namun lagi – lagi, adegan – adegan kematian yang harusnya menyayat hati, benar – benar tidak berasa disini. Point – point penting yang ada pada novelnya dan juga merupakan point plus dari seri ketujuh Harry Potter ini, sayangnya dipotong dengan seenaknya. Action yang tanggung & banyak silent scenes yang bisa bikin mengantuk, semakin memperparah kualitas film ini. What a shame! Apa memang Harry Potter harus berakhir tragis?? Rasanya tidak adil untuk film sekelas Harry Potter harus berakhir dengan tragis dengan kualitas yang benar – benar mampu membuat Potterius kecewa dan harus berlinang air mata mengenang filmnya. Cerita novelnya begitu kuat sebenarnya, namun eksekusi yang asal – asalan adalah penghancur jalinan cerita yang kuat tersebut. Kelihatannya untuk Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2, kita juga sudah tak bisa apa – apa lagi. Berharap dan mempersiapkan hati kita dengan cara menerima dengan lebih lapang dada lagi kualitas Part 2 nya nanti, adalah jalan keluar terbaik untuk menerima kualitas jelek dari film terakhir Harry Potter. Atau mungkin, nanti Part 2 nya akan memiliki kualitas yang justru meningkat? Yah, kita berdoa saja semoga Part 2 nya lebih baik lagi ketimbang Part 1, walaupun kita tidak bisa berharap banyak. Hope Part 2 in 2011 will be better!

Point :

Cerita = 3 / 10

Pemain = 5 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan

dan action = 3 /10

Visualisasi = 7 /10

Bobot Cerita = 3 /10

Musik = 7 /10

Total = 4.5 / 10


Copyright : Alexander "Ajay" Dennis

Selasa, 23 November 2010

Review Unstoppable


Review

Unstoppable

Pemain :

  • Denzel Washington as Frank
  • Chris Pine as Will
  • Rosario Dawson as Connie
  • Ethan Suplee as Dewey
  • Kevin Dunn as Galvin

Sutradara : Tony Scott



Tanggal Rilis :

  • 12 November 2010 ( Di bioskop Amerika )
  • 24 November 2010 ( Di bioskop Indonesia )

Masinis adalah salah satu pekerjaan yang cukup berat, sekaligus penuh dengan resiko dan juga tanggung jawab yang besar, karena mengendarai alat transportasi massal yang membawa ratusan manusia. Mereka jugalah yang paling tahu tentang karakteristik serta spesifikasi kereta api yang ada. Namun, ketika sebuah kereta bermuatan bahan kimia berbahaya dalam jumlah besar lepas kendali, hanya segelintir masinis yang rela untuk mempertaruhkan nyawanya guna menghentikan kereta berbahaya tersebut. Inilah yang menjadi inti cerita dari film action thriller Unstoppable ini.

Film ini berkisah tentang sepasang masinis kereta bernama Frank ( Washington ) dan Will ( Pine ) yang sedang melakukan tugas rutin mengendarai kereta api sebagai alat transportasi. Will adalah masinis yang masih muda, namun penuh semangat dan juga penuh ambisi dalam menjalankan pekerjaannya, sedangkan Frank adalah masinis senior yang juga sangat mencintai pekerjaannya sebagai masinis dan sangat mencintai keluarganya. Ketika sedang tenang - tenangnya menjalankan pekerjaan mereka, tiba - tiba sebuah kereta sepanjang setengah mil ( sekitar 800 m ) lepas kendali dan menerjang apapun yang menghalanginya. Lebih berbahayanya, kereta yang lepas kendali tersebut ternyata membawa bahan kimia berbahaya dalam jumlah besar yang mampu menghancurkan sebuah kota jika bahan kimia tersebut sampai tumpah dan meledak. Untuk menambah tegang suasana, sebuah kereta yang berisikan anak - anak sekolah dasar yang sedang mengadakan darmawisata dengan menaiki kereta pun juga sedang di jalur yang sama dengan kereta yang lepas kendali tersebut. Will dan Frank pun akhirnya turun tangan untuk menghentikan kereta berbahaya tersebut ketika tidak ada masinis lain yang cukup berani untuk menghentikan kereta tersebut. Dibantu dengan seorang train dispatcher bernama Connie ( Dawson ), serta dibantu juga dengan pihak militer dan kepolisian, akhirnya dimulailah petualangan ketiga orang itu untuk menghentikan kereta berbahaya tersebut, sebelum terlambat.

Sutradara Tony Scott kelihatannya 2 tahun terakhir ini sedang tergila – gila dengan alat transportasi bernama kereta api. Terbukti, 2 tahun terakhir ini, dia membuat film yang berhubungan dengan alat transportasi massal yang berjalan dengan landasan khusus bernama rel kereta api tersebut. Tahun lalu, sutradara yang juga aktif sebagai produser film – film action ini membuat film The Taking of Pelham 1 2 3 yang mengisahkan tentang sekelompok pencuri yang menyandera 1 kereta api bermuatan penuh dengan penumpang guna mendapatkan sejumlah uang tebusan. Kali ini, Scott kembali hadir dengan film bertema kereta api berjudul Unstoppable. Namun, kali ini Scott terbukti berhasil untuk menaik turunkan adrenaline penonton lewat aksi kejar – kejaran dengan waktu untuk menghentikan kereta api yang berbahaya ini.

Film berdurasi 90 menit ini secara bertahap menaikkan tempo ketegangan filmnya serta mampu untuk menjaga penonton supaya tidak beranjak dari kursinya. Sebenarnya sejak menit awal film ini sudah memiliki tone yang tegang akibat beberapa adegan cepat yang dikombinasikan dengan lagu rock techno yang mampu memompa adrenaline penonton. Scott kelihatannya belajar dari kesalahannya membuat film The Taking of Pelham 1 2 3 tahun lalu, sehingga sejak menit awal, dia sudah membuat beberapa adegan yang cepat dan mampu membuat penonton terkejut di awal film. Setelah itu, 20 menit awal, kita diberikan gambaran mengenai karakter dari masing – masing tokoh yang nantinya akan terlibat dengan peristiwa penting yang ada di film berbudget US$ 100 juta ini. Setelah lewat 20 menit, maka dimulailah ketegangan sehingga adrenaline penonton dipompa terus hingga film ini berakhir. Sepanjang film ini bergulir, kita akan melihat bagaimana kereta api sepanjang 800 meter tersebut menerjang apapun yang menghalangi jalannya. Secara cerdik, sutradara yang merupakan adik kandung dari sutradara Inggris, Ridley Scott ini memberikan beberapa potongan gambar dengan angle yang pas dan terbukti mampu membuat penonton tegang ketika menyaksikan filmnya. Scott juga tidak buru – buru untuk memaksakan semua adegan tegang berjalan secara cepat, melainkan mempersembahkan kepada para penontonnya secara satu persatu. Kita bisa melihat bagaimana beberapa pihak yang terlibat dengan kejadian inipun memiliki karakteristik yang berbeda – beda dan cukup mencerminkan karakter dari masing – masing manusia di dunia ini. Boss perusahaan kereta api serta para pemilik sahamnya yang lebih mementingkan keuntunganm dan kerugian harta semata ketimbang keselamatan pekerja dan juga penduduk sekitarnya, serta tentunya para pekerja perusahaan kereta api yang kelimpungan memutar otak guna mencari cara supaya bisa menghentikan “kereta gila” tersebut dibawah tekanan dari para atasan mereka yang ironisnya justru lebih mementingkan uang ketimbang nyawa manusia. Scott pun juga tidak ketinggalan untuk menyisipkan beberapa fenomena sosial seperti misalnya perbedaan kelas sosial antara Frank dan Will, dimana Will dicibir oleh sesama masinis kereta api yang sudah senior karena dianggap akan melengserkan para masinis tua dengan cara pemecatan secara paksa dengan bayaran tunjangan yang tidak full dan berencana untuk mengganti para masinis tua tersebut dengan tenaga masinis muda yang rela untuk dibayar murah. Isu sosial inilah ditampilkan dengan baik oleh Scott sepanjang film, bahkan disisipkan selama Will dan juga Frank berusaha untuk mengejar kereta berbahaya tersebut, dan penyelesaian isu sosial inipun tergolong cukup memuaskan berbagai pihak.

Untuk urusan aktor dan aktris yang bermain di film yang diinspirasi dari kejadian kecelakaan kereta sungguhan bernama CSX 8888 incident yang terjadi di Ohio, Amerika pada tahun 2001 ini, semuanya bermain pas dan terasa hidup di mata para penontonnya. Beban berat memang lebih terletak pada aktor muda Chris Pine yang harus berbagi layar dengan aktor senior Denzel Washington. Namun, aktor muda tersebut justru bermain sama bagusnya dan terlihat mampu mengimbangi permainan aktor Denzel Washington. Interaksi nya dengan Denzel terasa hidup disini, dimana awalnya kedua tokoh utama tersebut terkesan seperti hubungan mentor dan junior. Namun lama kelamaan, hubungan tersebut berkembang menjadi hubungan rekan kerja professional yang saling percaya, saling mendukung, serta saling melindungi satu sama lain guna mencapai tujuan bersama, yaitu menghentikan kereta api tanpa rem tersebut. Obrolan mereka yang ringan, hingga saling lempar ide guna menghentikan kereta tersebut terasa sangat hidup, menghibur, serta mampu menjaga penonton agar tidak bosan menyaksikan film yang satu ini. Aktor Denzel Washington seperti biasa bermain kuat dan juga menjadi aktor utama yang memegang peranan penting dalam film ini. Sepertinya bayaran Denzel yang bernilai sekitar US$ 20 juta di film ini terasa tidak mubazir, karena Denzel bermain cukup apik dan juga hidup dengan aktor Chris Pine. Aktris Rosario Dawson pun juga bermain lepas sebagai Connie, seorang train dispatcher yang sangat concern dengan keadaan kereta berbahaya sepanjang 800 meter tersebut dan harus perang urat syaraf dengan sang atasan yang lebih mempertimbangkan kerugian material ketimbang kerugian jiwa. Aktor Kevin Dunn yang sebelumnya kita kenal sebagai ayah Shia LeBouf dalam dwilogy film Transformers pun bermain meyakinkan sebagai Oscar Galvin, boss dari Connie yang sangat menyebalkan dan lebih mementingkan kerugian material, sehingga dia lebih suka untuk bertindak secara individual tanpa pemikiran yang matang guna menghentikan kereta api berbahaya itu. Penonton pastinya akan dibuat kesal dengan watak Galvin yang sangat pas diperankan oleh Dunn yang biasanya berakting kebapak-an dalam setiap filmnya.

Overall, film Unstoppable adalah sebuah film yang tegang dari awal film bergulir hingga filmnya berakhir. Tony Scott terbukti mampu menjaga adrenaline penonton dari awal hingga akhir. Penyelesaian akhir film inipun juga terbilang bagus dan mampu memuaskan semua penonton. Akting pemain yang bagus serta ketegangan yang terjaga membuat plot ceritanya yang sebenarnya tipis dan terlihat tidak berbobot seakan tertutupi dan menjadikan film ini berkualits jempolan. Dari contoh film ini, sebenarnya kita bisa belajar 1 hal dalam membuat sebuah film, yaitu cerita sebuah film boleh saja tipis, namun, penggarapan yang apik, baik dari segi teknis maupun non teknis, bisa menutupi kelemahan tersebut, bahkan mungkin melebihi kualitas ceritanya, sehingga penonton pun bisa terhibur dengan film tersebut. Segala kecelakaan dan rintangan yang terjadi selama masa produksi film ini seakan tidak menyurutkan Scott dan juga para cast and crew nya untuk mempersembahkan yang terbaik kepada para penonton dan mereka terbukti berhasil untuk menghibur penontonnya dari awal hingga akhir film ini. Tony Scott, salut dech dengan kinerjanya yang tidak main – main dalam menggarap film ini. So, bagi anda yang sedang mencari sebuah film yang tegang dari awal hingga akhir, maka anda WAJIB untuk menonton film Unstoppable. Akhir kata, selamat menonton.

Point :

Cerita = 5 / 10

Pemain = 7 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan

dan action = 8 /10

Musik = 7 /10

Total = 7 / 10

Theatrical Trailer:

Copyright : Alexander “Ajay” Dennis