Rabu, 24 November 2010

Review Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1


Review

Harry Potter and the Deathly Hallows : Part 1

Pemain :

  • Daniel Radcliffe as Harry Potter
  • Emma Watson as Hermione Granger
  • Rupert Grint as Ron Weasley
  • Bonnie Wright as Ginny Weasley
  • Alan Rickman as Professor Severus Snape
  • Helena Bonham Carter as Bellatrix Lestrange
  • Ralph Fiennes as Lord Voldemort

Sutradara : David Yates

Tanggal Rilis :

  • 19 November 2010 ( Di bioskop Amerika dan di Bioskop Indonesia )

“These are dark times, there is no denying. Our world has face a new greater threat than it does today. But you can't fight this war on your own, Mr Potter. He's too strong!!” Ya. Kalimat yang ada pada Theatrical Trailer film Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 ini memang sangat cocok untuk menjadi pembuka film ketujuh bagian pertama seri Harry Potter ini. Dengan tema cerita yang dark, kelam, serta semakin tipisnya harapan manusia untuk bertahan hidup akibat semakin berkuasanya Voldemort di muka bumi ini, menjadikan suasana kelam yang memang diusung oleh ceritanya ini, terasa sangat kental di film ini. Namun, apakah memang dengan adanya quotes diatas tersebut, mampu untuk membuat film final Harry Potter bagian pertama ini memiliki kualitas yang bagus dan melebihi film – film Harry Potter yang sebelumnya? Mari kita lihat sama – sama.

Harry Potter and the Deathly Hallows akan terfokus pada cerita petualangan Harry, Ron, dan juga Hermione guna melenyapkan penyihir jahat Voldemort dan juga pasukan - pasukannya yang dikenal sebagai The Death Eaters. Kali ini, Harry, Ron, dan juga Hermione bertualang untuk mencari dan menghancurkan Horcrux yang tersisa guna melenyapkan Voldemort. Namun hal tersebut tidaklah mudah, karena Voldemort dan pasukannya pun juga bergerak untuk menghentikan siapa saja yang hendak menghentikan mereka, serta berusaha untuk menguasai dunia. Selain itu, Voldemort pun juga memiliki dendam pribadi terhadap Harry Potter dan sangat bernafsu untuk membunuhnya. Harapan pun semakin tipis, dimana Voldemort dan pasukannya berhasil untuk menguasai Ministry of Magic dan juga Hogwarts. Harapan hidup umat manusia semakin mengecil, namun Harry, Ron, dan Hermione harus tetap yakin dan positif dengan tujuan mereka : mencari Horcrux yang tersisa, menghancurkannya, mengalahkan pasukan Voldemort yang menghalangi mereka, serta berusaha untuk bertahan hidup agar bisa berkumpul kembali dengan orang - orang yang mereka cintai. Maka, sekarang dimulailah petualangan ketiga sahabat ini untuk menempuh bahaya dan juga menjalankan misi mereka, sebelum semuanya terlambat.

Sebenarnya, Harry Potter and the Deathly Hallows adalah novel yang memiliki cerita yang kompleks, tragis, dengan tone yang dark dan juga pastinya, seru. Sesuai dengan judulnya, The Deathly Hallows atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai relukui kematian, maka memang di novel ketujuh inilah banyak terjadi adegan – adegan kematian yang tragis namun berkesan heroik dan mampu menguras air mata para tokoh utama dan tentunya, para penikmat serial Harry Potter. Beberapa kematian tokoh – tokoh penting di film ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri sehingga seri ketujuh Harry Potter ini memiliki nilai emosional yang sangat dalam kepada para fans-nya, dan J.K Rowling, sang penulis novelnya, tahu benar dengan hal ini. Setelah dalam novel kelima, tokoh Sirius Black wafat, hingga di novel keenam, Rowling dengan sangat sukses tega untuk mematikan tokoh bijak Dumbledore, di buku ketujuh inilah, para fans Harry Potter harus menerima kenyataan bahwa begitu banyak tokoh – tokoh yang mati. Kematian – kematian itulah yang sangat berkesan dalam seri final Harry Potter ini.

Namun, sayangnya, lagi – lagi, sutradara David Yates dan juga penulis naskah Steve Kloves berhasil memporak – porandakan fondasi kuat yang ada pada Harry Potter and the Deathly Hallows ini. Dengan sangat gampangnya sutradara asal Inggris dan penulis naskah asal Amerika ini membuat filmnya menjadi begitu gampangan dan membosankan. Adegan – adegan kematian di novelnya yang sangat berbobot, justru digampangkan saja oleh pasangan penghancur kualitas Harry Potter and the Half Blood Prince tahun lalu ini. Bagaimana penonton tidak kesal? Kematian – kematian para tokoh penting hanya diberitakan lewat dialog para tokohnya? Jika memang mau membuat adegan kematian menjadi sangat bermakna, kenapa tidak tampilkan saja adegan kematian tersebut? Padahal mereka sudah diberikan keleluasaan oleh Warner Bros untuk membuat film ini menjadi 2 bagian dengan pemberian dana sebesar US$ 250 juta, namun, kenapa mereka membuat film ini dengan hasil yang tidak maksimal? Apakah mereka takut dengan penambahan visualisasi adegan – adegan kematian para tokoh pentingya, budget produksi akan membengkak? Padahal seperti anda ketahui, setiap pendapatan film Harry Potter pasti tembus angka US$ 240 juta untuk pendapatan di negeri Amerika nya saja. So, jika memang ingin membengkakan budget untuk seri terakhir Harry Potter, kenapa tidak? Toh seri ketujuh Harry Potter merupakan seri penutup yang pasti sudah ditunggu – tunggu oleh para Potterius di seluruh dunia. Sekalian saja harusnya mereka memberikan persembahan yang terbaik bagi para Potterius sebagai kado perpisahan. Ambil contoh kasus kematian tragis yang seharusnya bisa menguras air mata penonton, yaitu adegan kematian Hedwig, sang peliharaan Harry. Adegan tersebut dibuat dengan sangat gampang dan tidak menimbulkan bekas emosi apapun di hati Harry. Padahal, Hedwig adalah hewan peliharaan Harry yang sangat bermakna dan merupakan satu – satunya anggota keluarga Harry yang sangat disayangi olehnya. Kenapa hewan tersebut hanya dibuat mati dengan tidak meninggalkan emosi serta rasa perih apapun kepada tokoh utama yang berkacamata tersebut? Apakah hanya karena Hedwig hanyalah sebuah hewan biasa yang bisa dimatikan kapan saja dan dengan gampang sehingga adegan kematiannya hanya bisa ditampilkan sekedarnya saja dan tanpa emosi apapun kehadapan para penonton? Tragis!

Yates dan juga Kloves kembali dengan trademark menyebalkan mereka dalam menggarap Harry Potter and the Deathly Hallows ini yang mereka bawa dari Harry Potter and the Half Blood Prince tempo hari : yaitu adegan – adegan penting yang ada pada novelnya tidak ditampilkan. Kalaupun ditampilkan, hanya sekilas saja dan tidak ada emosi sama sekali. Parahnya, adegan – adegan tidak penting justru dipanjang – panjangka sehingga bisa membuat para fans Harry Potter dan penontonnya mengantuk, tertidur, dan akhirnya mereka kecewa dengan hasil akhir film Harry Potter. Hebat bukan? Benar – benar kinerja yang “luar biasa” dari duet filmmaker tersebut. Selain adegan kematian yang terasa hampa seperti yangt telah saya sebutkan diatas, unsur kebosanan film ini juga terletak pada adegan – adegan actionnya yang serba tanggung serta tidak thrilling sama sekali. Adegan pertarungan yang seharusnya dibuat seru dan megah itu, dibuat dengan asal – asalan, sehingga adegan – adegan action yang sebenarnya bisa menjadi bahan pembunuh rasa kantuk dan bosan yang ada di sepanjang film, justru semakin memperparah mood penonton yang sudah bosan dan kesal dengan adegan – adegan mombosankan yang ada di sepanjang film ini. Selain itu, keadaan semakin diperburuk dengan banyaknya adegan silent scenes ( adegan tanpa latar musik maupun minim background sound dan juga suara manusia ) yang ada di sepanjang filmnya, sehingga rasa bosan penonton pun semakin menjadi – jadi. Akibatnya, emosi penonton pun juga semakin menumpuk.

Dari segi pemain, jelas, para aktor dan aktrisnya yang sudah 10 tahun terlibat dengan filmnya pastinya sudah menyatu dengan para tokoh yang ada di serial Harry Potter. Hubungan akrab antara Hermione, Harry, dan Ron semakin menyatu di film ini, walaupun mereka sempat berpisah karena suatu hal. Pemeran Voldemort dan Bellatrix Lestrange, yaitu Ralph Fiennes dan Helena Bonham Carter pun juga semakin matang untuk menghidupi tokoh Voldemort dan juga Bellatrix yang sadis dan tiada ampun. Namun, Alan Rickman bermain tanggung di film ini sebagai Snape dengan mimik mukanya yang terkesan kurang greget. Namun, aktor Tom Felton yang berperan sebagai tokoh Draco Malfoy yang mulai bimbang dengan keputusannya bergabung menjadi Death Eaters ini terasa pas dan terlihat dari mimik mukanya yang terkesan ragu dan juga takut dengan keputusanya tersebut akibat melihat kesadisan Death Eaters membantai semua orang yang tidak berdosa. Sisanya, semua aktor dan aktris bermain pas sesuai dengan karakter tokoh mereka.

Diluar point minus tersebut, Harry potter and the Deathly Hallows Part 1 masih memiliki nilai positif pada point visualisasinya. Film ini memang memiliki tema cerita yang dark, suram, serta semakin hilangnya harapan manusia untuk bertahan hidup dibawah tekanan Voldemort dan para penyhir jahatnya, dan secara visualisasi, sepanjang 150 menit filmnya bergulir, kita akan diberikan visualisasi film yang buram, kelam, dan suram. Warna – warna gelap, seperti biru dan hitam, dengan suasana iklim yang bersalju dan juga cuaca yang mendung sangatlah dominan di film ini, sehingga kita bisa menangkap atmosfer sedih dan juga kelamnya dunia ketika Voldemort dan kroco – kroconya berkuasa. Selain itu, dari segi original score, film ini memiliki original score pembuka dan penutup yang cukup megah dan berasa pas dengan suasanan filmnya. Walaupun banyak adegan silent scenes di film ini, namun ketika original score nya main, hasilnya pas dan juga enak untuk didengar dan cukup mendukung adegan – adegan yang ada. Endingnya pun juga dirasa bisa untuk memancing rasa kepenasaran penonton supaya mau untuk menonton lanjutannya lagi nanti di bulan Juli 2011.

Overall, bisa dikatakan, Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 sayangnya memiliki hasil yang SAMA BOBROK nya dengan Harry Potter and the Half Blood Prince tahun lalu. Secara visualisasi film ini sebenarnya unggul karena dengan tema cerita yang memiliki suasana suram dan lost hope yang ada pada filmnya, warna – warna buram, kelam, dan suram dengan suasana iklim yang bersalju dan juga cuaca yang mendung sangat dominan di film ini, sehingga penonton bisa ikut merasakan suasana kelam tersebut. Namun lagi – lagi, adegan – adegan kematian yang harusnya menyayat hati, benar – benar tidak berasa disini. Point – point penting yang ada pada novelnya dan juga merupakan point plus dari seri ketujuh Harry Potter ini, sayangnya dipotong dengan seenaknya. Action yang tanggung & banyak silent scenes yang bisa bikin mengantuk, semakin memperparah kualitas film ini. What a shame! Apa memang Harry Potter harus berakhir tragis?? Rasanya tidak adil untuk film sekelas Harry Potter harus berakhir dengan tragis dengan kualitas yang benar – benar mampu membuat Potterius kecewa dan harus berlinang air mata mengenang filmnya. Cerita novelnya begitu kuat sebenarnya, namun eksekusi yang asal – asalan adalah penghancur jalinan cerita yang kuat tersebut. Kelihatannya untuk Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2, kita juga sudah tak bisa apa – apa lagi. Berharap dan mempersiapkan hati kita dengan cara menerima dengan lebih lapang dada lagi kualitas Part 2 nya nanti, adalah jalan keluar terbaik untuk menerima kualitas jelek dari film terakhir Harry Potter. Atau mungkin, nanti Part 2 nya akan memiliki kualitas yang justru meningkat? Yah, kita berdoa saja semoga Part 2 nya lebih baik lagi ketimbang Part 1, walaupun kita tidak bisa berharap banyak. Hope Part 2 in 2011 will be better!

Point :

Cerita = 3 / 10

Pemain = 5 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan

dan action = 3 /10

Visualisasi = 7 /10

Bobot Cerita = 3 /10

Musik = 7 /10

Total = 4.5 / 10


Copyright : Alexander "Ajay" Dennis

Selasa, 23 November 2010

Review Unstoppable


Review

Unstoppable

Pemain :

  • Denzel Washington as Frank
  • Chris Pine as Will
  • Rosario Dawson as Connie
  • Ethan Suplee as Dewey
  • Kevin Dunn as Galvin

Sutradara : Tony Scott



Tanggal Rilis :

  • 12 November 2010 ( Di bioskop Amerika )
  • 24 November 2010 ( Di bioskop Indonesia )

Masinis adalah salah satu pekerjaan yang cukup berat, sekaligus penuh dengan resiko dan juga tanggung jawab yang besar, karena mengendarai alat transportasi massal yang membawa ratusan manusia. Mereka jugalah yang paling tahu tentang karakteristik serta spesifikasi kereta api yang ada. Namun, ketika sebuah kereta bermuatan bahan kimia berbahaya dalam jumlah besar lepas kendali, hanya segelintir masinis yang rela untuk mempertaruhkan nyawanya guna menghentikan kereta berbahaya tersebut. Inilah yang menjadi inti cerita dari film action thriller Unstoppable ini.

Film ini berkisah tentang sepasang masinis kereta bernama Frank ( Washington ) dan Will ( Pine ) yang sedang melakukan tugas rutin mengendarai kereta api sebagai alat transportasi. Will adalah masinis yang masih muda, namun penuh semangat dan juga penuh ambisi dalam menjalankan pekerjaannya, sedangkan Frank adalah masinis senior yang juga sangat mencintai pekerjaannya sebagai masinis dan sangat mencintai keluarganya. Ketika sedang tenang - tenangnya menjalankan pekerjaan mereka, tiba - tiba sebuah kereta sepanjang setengah mil ( sekitar 800 m ) lepas kendali dan menerjang apapun yang menghalanginya. Lebih berbahayanya, kereta yang lepas kendali tersebut ternyata membawa bahan kimia berbahaya dalam jumlah besar yang mampu menghancurkan sebuah kota jika bahan kimia tersebut sampai tumpah dan meledak. Untuk menambah tegang suasana, sebuah kereta yang berisikan anak - anak sekolah dasar yang sedang mengadakan darmawisata dengan menaiki kereta pun juga sedang di jalur yang sama dengan kereta yang lepas kendali tersebut. Will dan Frank pun akhirnya turun tangan untuk menghentikan kereta berbahaya tersebut ketika tidak ada masinis lain yang cukup berani untuk menghentikan kereta tersebut. Dibantu dengan seorang train dispatcher bernama Connie ( Dawson ), serta dibantu juga dengan pihak militer dan kepolisian, akhirnya dimulailah petualangan ketiga orang itu untuk menghentikan kereta berbahaya tersebut, sebelum terlambat.

Sutradara Tony Scott kelihatannya 2 tahun terakhir ini sedang tergila – gila dengan alat transportasi bernama kereta api. Terbukti, 2 tahun terakhir ini, dia membuat film yang berhubungan dengan alat transportasi massal yang berjalan dengan landasan khusus bernama rel kereta api tersebut. Tahun lalu, sutradara yang juga aktif sebagai produser film – film action ini membuat film The Taking of Pelham 1 2 3 yang mengisahkan tentang sekelompok pencuri yang menyandera 1 kereta api bermuatan penuh dengan penumpang guna mendapatkan sejumlah uang tebusan. Kali ini, Scott kembali hadir dengan film bertema kereta api berjudul Unstoppable. Namun, kali ini Scott terbukti berhasil untuk menaik turunkan adrenaline penonton lewat aksi kejar – kejaran dengan waktu untuk menghentikan kereta api yang berbahaya ini.

Film berdurasi 90 menit ini secara bertahap menaikkan tempo ketegangan filmnya serta mampu untuk menjaga penonton supaya tidak beranjak dari kursinya. Sebenarnya sejak menit awal film ini sudah memiliki tone yang tegang akibat beberapa adegan cepat yang dikombinasikan dengan lagu rock techno yang mampu memompa adrenaline penonton. Scott kelihatannya belajar dari kesalahannya membuat film The Taking of Pelham 1 2 3 tahun lalu, sehingga sejak menit awal, dia sudah membuat beberapa adegan yang cepat dan mampu membuat penonton terkejut di awal film. Setelah itu, 20 menit awal, kita diberikan gambaran mengenai karakter dari masing – masing tokoh yang nantinya akan terlibat dengan peristiwa penting yang ada di film berbudget US$ 100 juta ini. Setelah lewat 20 menit, maka dimulailah ketegangan sehingga adrenaline penonton dipompa terus hingga film ini berakhir. Sepanjang film ini bergulir, kita akan melihat bagaimana kereta api sepanjang 800 meter tersebut menerjang apapun yang menghalangi jalannya. Secara cerdik, sutradara yang merupakan adik kandung dari sutradara Inggris, Ridley Scott ini memberikan beberapa potongan gambar dengan angle yang pas dan terbukti mampu membuat penonton tegang ketika menyaksikan filmnya. Scott juga tidak buru – buru untuk memaksakan semua adegan tegang berjalan secara cepat, melainkan mempersembahkan kepada para penontonnya secara satu persatu. Kita bisa melihat bagaimana beberapa pihak yang terlibat dengan kejadian inipun memiliki karakteristik yang berbeda – beda dan cukup mencerminkan karakter dari masing – masing manusia di dunia ini. Boss perusahaan kereta api serta para pemilik sahamnya yang lebih mementingkan keuntunganm dan kerugian harta semata ketimbang keselamatan pekerja dan juga penduduk sekitarnya, serta tentunya para pekerja perusahaan kereta api yang kelimpungan memutar otak guna mencari cara supaya bisa menghentikan “kereta gila” tersebut dibawah tekanan dari para atasan mereka yang ironisnya justru lebih mementingkan uang ketimbang nyawa manusia. Scott pun juga tidak ketinggalan untuk menyisipkan beberapa fenomena sosial seperti misalnya perbedaan kelas sosial antara Frank dan Will, dimana Will dicibir oleh sesama masinis kereta api yang sudah senior karena dianggap akan melengserkan para masinis tua dengan cara pemecatan secara paksa dengan bayaran tunjangan yang tidak full dan berencana untuk mengganti para masinis tua tersebut dengan tenaga masinis muda yang rela untuk dibayar murah. Isu sosial inilah ditampilkan dengan baik oleh Scott sepanjang film, bahkan disisipkan selama Will dan juga Frank berusaha untuk mengejar kereta berbahaya tersebut, dan penyelesaian isu sosial inipun tergolong cukup memuaskan berbagai pihak.

Untuk urusan aktor dan aktris yang bermain di film yang diinspirasi dari kejadian kecelakaan kereta sungguhan bernama CSX 8888 incident yang terjadi di Ohio, Amerika pada tahun 2001 ini, semuanya bermain pas dan terasa hidup di mata para penontonnya. Beban berat memang lebih terletak pada aktor muda Chris Pine yang harus berbagi layar dengan aktor senior Denzel Washington. Namun, aktor muda tersebut justru bermain sama bagusnya dan terlihat mampu mengimbangi permainan aktor Denzel Washington. Interaksi nya dengan Denzel terasa hidup disini, dimana awalnya kedua tokoh utama tersebut terkesan seperti hubungan mentor dan junior. Namun lama kelamaan, hubungan tersebut berkembang menjadi hubungan rekan kerja professional yang saling percaya, saling mendukung, serta saling melindungi satu sama lain guna mencapai tujuan bersama, yaitu menghentikan kereta api tanpa rem tersebut. Obrolan mereka yang ringan, hingga saling lempar ide guna menghentikan kereta tersebut terasa sangat hidup, menghibur, serta mampu menjaga penonton agar tidak bosan menyaksikan film yang satu ini. Aktor Denzel Washington seperti biasa bermain kuat dan juga menjadi aktor utama yang memegang peranan penting dalam film ini. Sepertinya bayaran Denzel yang bernilai sekitar US$ 20 juta di film ini terasa tidak mubazir, karena Denzel bermain cukup apik dan juga hidup dengan aktor Chris Pine. Aktris Rosario Dawson pun juga bermain lepas sebagai Connie, seorang train dispatcher yang sangat concern dengan keadaan kereta berbahaya sepanjang 800 meter tersebut dan harus perang urat syaraf dengan sang atasan yang lebih mempertimbangkan kerugian material ketimbang kerugian jiwa. Aktor Kevin Dunn yang sebelumnya kita kenal sebagai ayah Shia LeBouf dalam dwilogy film Transformers pun bermain meyakinkan sebagai Oscar Galvin, boss dari Connie yang sangat menyebalkan dan lebih mementingkan kerugian material, sehingga dia lebih suka untuk bertindak secara individual tanpa pemikiran yang matang guna menghentikan kereta api berbahaya itu. Penonton pastinya akan dibuat kesal dengan watak Galvin yang sangat pas diperankan oleh Dunn yang biasanya berakting kebapak-an dalam setiap filmnya.

Overall, film Unstoppable adalah sebuah film yang tegang dari awal film bergulir hingga filmnya berakhir. Tony Scott terbukti mampu menjaga adrenaline penonton dari awal hingga akhir. Penyelesaian akhir film inipun juga terbilang bagus dan mampu memuaskan semua penonton. Akting pemain yang bagus serta ketegangan yang terjaga membuat plot ceritanya yang sebenarnya tipis dan terlihat tidak berbobot seakan tertutupi dan menjadikan film ini berkualits jempolan. Dari contoh film ini, sebenarnya kita bisa belajar 1 hal dalam membuat sebuah film, yaitu cerita sebuah film boleh saja tipis, namun, penggarapan yang apik, baik dari segi teknis maupun non teknis, bisa menutupi kelemahan tersebut, bahkan mungkin melebihi kualitas ceritanya, sehingga penonton pun bisa terhibur dengan film tersebut. Segala kecelakaan dan rintangan yang terjadi selama masa produksi film ini seakan tidak menyurutkan Scott dan juga para cast and crew nya untuk mempersembahkan yang terbaik kepada para penonton dan mereka terbukti berhasil untuk menghibur penontonnya dari awal hingga akhir film ini. Tony Scott, salut dech dengan kinerjanya yang tidak main – main dalam menggarap film ini. So, bagi anda yang sedang mencari sebuah film yang tegang dari awal hingga akhir, maka anda WAJIB untuk menonton film Unstoppable. Akhir kata, selamat menonton.

Point :

Cerita = 5 / 10

Pemain = 7 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan

dan action = 8 /10

Musik = 7 /10

Total = 7 / 10

Theatrical Trailer:

Copyright : Alexander “Ajay” Dennis

Jumat, 19 November 2010

Preview Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1


Preview

Harry Potter and the Deathly Hallows : Part 1

Pemain :

  • Daniel Radcliffe as Harry Potter
  • Emma Watson as Hermione Granger
  • Rupert Grint as Ron Weasley
  • Bonnie Wright as Ginny Weasley
  • Alan Rickman as Professor Severus Snape
  • Helena Bonham Carter as Bellatrix Lestrange
  • Ralph Fiennes as Lord Voldemort



Sutradara : David Yates

Tanggal Rilis :

  • 19 November 2010 ( Di bioskop Amerika dan di Bioskop Indonesia )

Akhirnya, setelah 10 tahun menemani kita, film Harry Potter akan memasuki babak akhir penayangan layar lebarnya. 10 tahun dengan total 6 film sudah kita tonton bersama mengenai petualangan penyihir cilik karangan novelis Inggris J.K Rowling ini. 10 tahun sudah kita tersihir dengan petualangan seru nan menghibur dari kisah penyihir berkacamata yang memiliki musuh besar bernama Voldemort ini. Kini, tersisa 2 film lagi sebelum akhirnya kisah Harry Potter versi layar lebar habis masa tayangnya. Harry Potter and the Deathly Hallows merupakan buku ketujuh, sekaligus bagian akhir dari saga Harry Potter. Film ini akan dibagi menjadi 2 bagian akibat ceritanya yang tidak bisa dipangkas oleh tim penulis naskah serta sang pengarang bukunya untuk diadaptasi menjadi naskah layar lebar. Semua bagian yang ada di novelnya sangat penting dan tidak mungkin memangkas cerita yang ada di bukunya agar menjadi sebuah film berdurasi maksimal 2,5 jam. Walaupun dipotong menjadi 2 bagian, namun tak perlu khawatir, karena jarak antara bagian yang pertama dengan bagian yang kedua hanya berbeda sekitar 8 bulan saja. Bagian pertama akan dirilis pada 19 November 2010, sedangkan bagian keduanya akan dirilis pada tanggal 15 Juli 2011. Hal ini hampir mirip dengan kasus film The Matrix Reloaded dan The Matrix Revolution di tahun 2003 silam, dimana The Matrix Reloaded dirilis pada 15 Mei 2003, dan The Matrix Revolutions nya dirilis pada 5 November 2003.

Harry Potter and the Deathly Hallows akan terfokus pada cerita petualangan Harry, Ron, dan juga Hermione guna melenyapkan penyihir jahat Voldemort dan juga pasukan - pasukannya yang dikenal sebagai The Death Eaters. Kali ini, Harry, Ron, dan juga Hermione bertualang untuk mencari dan menghancurkan Horcrux yang tersisa guna melenyapkan Voldemort. Namun hal tersebut tidaklah mudah, karena Voldemort dan pasukannya pun juga bergerak untuk menghentikan siapa saja yang hendak menghentikan mereka, serta berusaha untuk menguasai dunia. Selain itu, Voldemort pun juga memiliki dendam pribadi terhadap Harry Potter dan sangat bernafsu untuk membunuhnya. Harapan pun semakin tipis, dimana Voldemort dan pasukannya berhasil untuk menguasai Ministry of Magic dan juga Hogwarts. Harapan hidup umat manusia semakin mengecil, namun Harry, Ron, dan Hermione harus tetap yakin dan positif dengan tujuan mereka : mencari Horcrux yang tersisa, menghancurkannya, mengalahkan pasukan Voldemort yang menghalangi mereka, serta berusaha untuk bertahan hidup agar bisa berkumpul kembali dengan orang - orang yang mereka cintai. Maka, sekarang dimulailah petualangan ketiga sahabat ini untuk menempuh bahaya dan juga menjalankan misi mereka, sebelum semuanya terlambat.

Film Harry Potter and the Deathly Hallows adalah jelas merupakan sebuah film yang spesial, khususnya bagi para fans Harry Potter. Para Potterius ( sebutan bagi para fans Harry Potter di seluruh dunia ) pastinya sangat menanti – nantikan film ketujuh Harry Potter yang merupakan seri terakhir dan juga penutup dari seri Harry Potter ini. Walaupun harus melihat film ini sebagai 2 bagian yang terpisah, namun memang, Harry Potter yang terakhir harus menampilkan sesuatu yang “wah” dan juga lebih bagus lagi ketimbang seri – seri Harry Potter yang sebelumnya. Keputusan Warner Bros untuk membagi film ini menjadi 2 bagian yang terpisah dirasa tepat dan juga merupakan strategi yang menarik. Selain itu, Harry Potter yang ketujuh ini memiliki bobot cerita serta kompleksitas cerita yang sangat menarik dan tentunya, ceritanya yang saling menyatu dan tidak bisa terbagi – bagi lagi. Jika di bebebrapa novel Harry Potter sebelumnya masih ada beberapa bagian yang ada pada novelnya yang bisa dipotong guna menjadikan filmnya bisa muat dalam format film 1 bagian, maka di novel seri ketujuh Harry Potter ini tidak ada bagian yang mampu untuk dipotong akibat ceritanya yang sangat menarik dan juga saling berkesinambungan. Para fans pastinya juga mengharapkan bahwa seri penutup Harry Potter ini tidak ada bagian yang dipotong, serta tentunya, mampu memuaskan mereka, dan Warner Bros kelihatannya mengerti benar dengan hal tersebut. Sang penulis, J.K Rowling pun juga mengamini hal tersebut, sehingga akhirnya, diputuskan, Harry Potter and the Deathly Hallows akan dipisah menjadi 2 bagian.

Tindakan jitu lainnya juga dilakukan oleh Warner Bros, yaitu dengan tidak merilis film ini dalam format 3D. Ya, seperti yang kita ketahui, Warner Bros tadinya hendak merilis film ini dalam format 3D. Namun, di detik – detik akhir, studio film yang memiliki logo WB ini akhirnya memberikan pernyataan bahwa Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 tidak jadi dirilis dalam format 3D. Warner beralasan bahwa mereka tidak memiliki cukup waktu untuk proses convert film ini, dari format 2D menjadi format 3D. Kalaupun sempat, mereka melihat bahwa proses convert 3D yang mereka lakukan memiliki kualitas yang buruk dan juga dikhawatirkan tidak akan mampu memuaskan para fans Harry Potter. Walaupun mereka belum memberikan pernyataan resmi apakah Harry Potter and the Deathly hallows Part 2 tetap jadi untuk dirilis dalam format 3D ataupun batal juga seperti Harry Potter and the Deathly hallows Part 1, namun setidaknya Warner Bros sudah melakukan langkah yang tepat untuk perilisan Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 ini. Mungkin Warner belajar dari kegagalan mereka dalam film Clash of the Titans kemarin, dimana mereka tetap memaksakan merilis film tersebut dalam format 3D, padahal hasil convertnya buruk sehingga mengakibatkan para penonton mencaci-maki kualitas 3D film tersebut. Dengan perilisan Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 dalam format 2D, kelihatannya Warner lebih memilih untuk bermain aman daripada film prestisius ini menjadi bahan cacian para fans dan juga para penontonnya.

Namun, point minus terbesar justru terletak pada sang sutradara, David Yates. Sutradara inilah yang mengakibatkan film keenam Harry Potter, yakni Harry Potter and the Half Blood Prince, dicaci maki oleh para fans novelnya. Beberapa point penting yang ada pada novelnya justru tidak ditampilkan di dalam filmnya. Lebih parahnya, beberapa point penting yang ditampilkan di filmnya justru digarap dengan hasil yang tidak mengesankan di hati para fans Harry Potter. Akibatnya tak pelak, Harry Potter and the Half Blood Prince yang diharapkan akan menjadi hasil adaptasi yang bagus dan penonton mengharapkan sebuah film yang penuh greget seperti novelnya, justru berakhir tragis dan menyedihkan. Walaupun Yates dipuji oleh J.K Rowling, hingga membuat dirinya dipercaya untuk menggarap seri final dari Harry Potter, namun para fans yang sangat kecewa dengan hasil Harry Potter yang keenam tersebut justru mengalami sindrom H2C alias Harap – Harap Cemas setelah mengetahui bahwa Yates yang akan kembali menyutradarai seri terakhir Harry Potter yang notabene merupakan bagian penutup sekaligus bagian paling seru dari seri Harry Potter. Kekhawatiran para fans semakin menjadi – jadi setelah mengetahui bahwa film ini akan dirilis dalam format 3D dengan tujuan sekedar untuk ikut – ikutan trend rilis film berformat 3D akhir – akhir ini. Selain itu, keadaan makin diperparah dengan teaser trailer film Harry Potter and the Deathly Hallows yang “norak” serta kampungan dengan embel – embel tulisan memalukan serta dirasa tidak perlu untuk ukuran sebuah film sebesar dan semegah Harry Potter.

Overall, tidak bisa dipungkiri, fenomena Harry Potter memang sudah menyihir kita selama 10 tahun terakhir ini. Kita juga harus mengakui, bahwa Harry Potter merupakan suatu produk yang brilliant dan juga istimewa di tahun 2000 hingga 2010 ini. Novel dan juga filmnya merupakan sebuah produk yang mampu untuk menarik hampir semua orang di muka bumi ini agar mau membaca dan juga menyaksikan seri Harry Potter. Walaupun filmnya memiliki kualitas yang naik turun akibat ditangani oleh sutradara yang berbeda – beda, namun bisa dikatakan, film Harry Potter sudah cukup berhasil untuk menghibur kedua belah pihak, yaitu pihak fans novel serta para penonton filmnya di tengah – tengah kekurangan yang ada. Namun, tetap, bagian pertama dari film terakhir Harry Potter ini memiliki kekhawatiran tersendiri akibat disutradarai oleh sutradara yang dengan sangat hebat berhasil menghancurkan kualitas film keenam Harry Potter yang seharusnya bisa menjadi sebuah film yang bagus dan juga menghibur seperti novelnya. Walaupun pada akhirnya film terakhir Harry Potter sudah memperbaiki citra dirinya lewat Theatrical trailer serta promosi posternya yang catchy dan juga membuat penasaran penonton, ditambah lagi dengan early previewsnya yang bisa dikatakan positif dari para kritikus dan juga Potterius yang berkesempatan untuk menyaksikannya, namun tetap, kualitas final Harry potter and the Deathly Hallows Part 1 baru akan teruji pada saat filmnya dirilis tanggal 19 November 2010 nanti. So, apakah Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 akan mampu membuat penonton dan juga para fans novelnya kali ini puas dengan hasilnya? Atau kembali akan dikecewakan seperti film Harry Potter and the Half Blood Prince? Well, let's see dan berdoa, semoga kali ini David Yates mengarahkan film ini dengan baik. SEMOGA!!! So, Potterius, minggu ini, kalian WAJIB untuk menonton Harry Potter and the Deathly Hallows. Akhir kata, selamat menonton.

Copyright : Alexander “Ajay” Dennis


Teaser Trailer


Theatrical Trailer

Jumat, 12 November 2010

Review The Social Network


Review
The Social Network


Pemain :
• Jesse Eisenberg as Mark Zuckerberg 
• Rooney Mara as Erica Albright 
• Bryan Barter as Billy Olsen 
• Dustin Fitzsimons as Phoenix Club President 
• Joseph Mazzello as Dustin Moskovitz 
• Patrick Mapel as Chris Hughes 
• Andrew Garfield as Eduardo Saverin 
• Justin Timberlake as Sean Parker 

Sutradara : David Fincher

Rilis : 
• 24 September 2010 (New York Film Festival)
• 1 October 2010 ( Di bioskop Amerika )
• 3 November 2010 ( Di bioskop Indonesia )


     Facebook adalah situs jejaring sosial yang dengan cepat mampu menenggelamkan situs jejaring sosial yang telah terkenal lebih dahulu di kalangan anak muda, yaitu Friendster. Dengan cepat, situs yang sering disingkat sebagai FB oleh orang - orang ini menjadi sebuah situs yang memiliki label "Wajib Dimiliki oleh semua orang" akibat user interface nya yang menarik dan juga memiliki banyak fitur - fitur menarik yang melebihi Friendster, salah satunya adalah fitur game yang lucu dan juga menarik untuk dimainkan selama kita berada di dalam page FB. Kini, sutradara spesialis film - film serius dan juga berisi, yaitu David Fincher, mengangkat kisah tentang pendiri Facebook, yaitu Mark Zuckerberg, ke dalam format layar lebar dan mengangkat kisah tersebut berdasarkan novel karangan Ben Mezrich berjudul The Accidental Billionares yang mengisahkan tentang sepak terjang Zuckerberg dalam membuat situs FB.

     Film The Social Network ini mengisahkan tentang perjuangan seorang mahasiswa Harvard bernama Mark Zuckerberg ( Eisenberg ) yang berjuang dari nol untuk mengembangkan sebuah situs sosial bernama Facebook. Dalam proses pengembangan itulah, Zuckerberg bertemu dengan beberapa rekan yang juga membantu Zuckerberg untuk membuat situs facebook. Ada Eduardo Saverin ( Garfield ) yang merupakan sahabat sejatinya serta dengan tulus mau membantu Mark dalam mewujudkan mimpinya membuat dan mengembangkan situs FB, serta Sean Parker ( Timberlake ) yang mensupport Zuckerberg dalam membuat serta mengembangkan situs FB tersebut. Namun, dalam sebuah perjuangan seseorang untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan, hal itu tidaklah mudah. Kerja keras dan juga semangat pantang menyerah untuk mewujudkan impian yang kita miliki merupakan harga mati agar kita bisa mewujudkan impian tersebut. Di sisi lain, konflik dengan rekan sekerja, pencurian ide, hingga pengkhianatan, dan juga pemutusan hubungan persahabatan dengan rekan kerja pun bisa terjadi, dan ironisnya, hal tersebut terjadi pada diri Zuckerberg dengan beberapa kawan - kawannya. Sesuai dengan tagline film ini, "You don't get to 500 million friends without making a few enemies", maka kita bisa melihat sisi positif dan juga negatif dalam proses pembuatan situs Facebook tersebut.

     Sebagai sebuah film drama, film The Social Network bisa dikatakan berhasil untuk memikat penontonnya lewat berbagai adegan menarik, original scorenya yang pas dengan adegan - adegan yang ada, hingga pesan moral yang sangat mengena di hati para penontonnya, yaitu Obsesi, Passion, persahabatan, money, women, semangat pantang menyerah, hingga pengkhianatan, penghasutan, serta pencurian ide adalah beberapa nilai yang bisa menjadi bahan perenungan bagi kita setelah kita menyaksikan film The Social Network ini. Semua nilai - nilai moral tersebut juga tak lepas dari susunan naskah ceritanya yang rapi dan juga jempolan. Penulis naskah Aaron Sorkin berhasil untuk membuat sebuah naskah film yang dalam dan berbobot serta sarat makna, sehingga penonton pun tidak pulang dengan tangan hampa ketika selesai menyaksikan filmnya di bioskop. Selain itu, tak ketinggalan, pengarahan sutradara David Fincher yang juga jempolan untuk menangani film macam ini. Untungnya, kali ini Fincher membuat film ini secara ringan dan enak untuk dinikmati dengan cara memasukkan berbagai adegan khas anak muda yang ringan dan tidak membuat bosan. Beberapa suasana seperti pesta yang ramai, perjuangan Zuckerberg untuk membuat FB, konflik - konflik yang terjadi antar tokoh, hingga humor - humor yang cerdas, membuat film ini begitu nikmat untuk dinikmati walaupun durasinya tergolong panjang, yaitu 120 menit.

     Semua aktor dan aktris yang ada di film ini bermain mengesankan. Jarang - jarang sebuah film memiliki jajaran aktor dan aktris yang bermain total, sekalipun aktor dan aktris tersebut hanya tampil sebagai cameo ( figuran ) semata. Aktris Rooney Mara bermain cukup bagus sebagai tokoh Erica Albright yang walaupun penampilannya tergolong sedikit dalam film ini, namun akibat permainannya yang menarik serta tokohnya yang memang tergolong merupakan seorang tokoh yang cukup berpengaruh dalam pembentukan karakter tokoh Mark Zuckerberg, membuat Rooney Mara tampil maksimal untuk menghidupkan karakter mantan kekasih mark ini. Justin Timberlake pun juga bermain gemlang sebagai tokoh Sean Parker, salah seorang pendiri Facebook. Tokoh Sean Parker di film ini benar - benar mampu membuat penonton kesal dan juga muak dengan tingkah lakunya yang sombong, trouble maker, manipulator ulung, namun memiliki banyak uang. Setiap kali kehadiran tokoh ini di layar, dengan mimik, gerak gerik, tingkah laku, serta intonasi suara yang dibikin menyebalkan, aktor yang juga dikenal sebagai penyanyi inipun berhasil memberikan sebuah permainan yang maksimal dan mampu memancing kejengkelan penonton. Aktor asal Inggris Andrew Garfield pun juga berhasil menunjukkan akting terbaiknya sebagai sahabat sekaligus rekan kerja Zuckerberg, yaitu Eduardo Saverin. Kita bisa melihat persahabatan Eduardon dengan tokoh Mark yang begitu tulus dan juga mampu mengerti segala tingkah laku tokoh Mark yang jenius namun cenderung tertutup dan juga memiliki sedikit emosi yang cenderung labil namun terpendam. Walaupun beberapa kali Mark melakukan berbagai perbuatan yang bisa membuat kesal Eduardo, namun tokoh yang sering dipanggil dengan sebutan Wardo oleh Mark ini tetap mau untuk membantu sang sahabat tanpa pamrih. Walaupun akhirnya tetap persahabatan mereka hancur, namun sebenarnya kita bisa melihat bahwa tokoh Wardo benar- benar bersahabat tanpa pamrih kepada Mark Zuckerberg dan hanya dia seorang yang mau untuk berteman dengan sang pendiri FB tersebut tanpa ada motif tertentu dan persahabatan dia dengan Mark benar - benar tulus. Sikapnya yang tenang, namun juga memiliki banyak pergumulan ketika harus berhadapan dengan Mark di meja sidang membuat aura tokoh Wardo ini begitu kuat dan mengena di mata penonton, dan aktor Andrew Garfield benar - benar berakting dengan baik untuk menghidupkan karakter Wardo ini. Tak lupa, aktor Jesse Eisenberg yang dengan gemilang juga berhasil untuk menghidupkan karakter Mark Zuckerberg. Mimik mukanya yang kikuk, postur tubuh, serta cara jalan yang agak bungkuk dan juga cara bicaranya yang cepat dan mampu membingungkan penonton berhasil diperagakan oleh aktor muda yang tahun lalu juga tampil gemilang bersama aktor Woody Harelson dalam film Zombieland ini. Kita seakan - akan melihat sosok Zuckerberg yang asli lewat film ini akibat permainan gemilang Jesse.

     Pengarahan Fincher yang jempolan juga didukung oleh penataan musiknya yang juga enak untuk didengar. Dengan musik elektro yang dominan di film ini, membuat suasana film anak muda dengan teknologi yang berkembang pesat saat ini dirasa pas dan sesuai untuk mewakili filmnya sendiri. Dengan iringan musik inilah akhirnya membuat The Social Network nikmat untuk dinikmati.

     Namun, di luar itu semua, tetap, film The Social Network adalah film yang mungkn tidak banyak orang bisa untuk menontonnya. Filmnya tidak ada adegan action atau adegan - adegan khas film - film menghibur dan film ini memang membutuhkan konsenterasi serta niat yang tinggi untuk mampu menonton dan menikmatinya. Well, film serius penuh makna yang seperti ini tidak begitu dinikmati memang oleh sebagian besar orang akibat anggapan filmnya yang terlalu serius dan kurang menghibur.

      Overall, film The Social Network sebenarnya adalah salah satu film jempolan yang memang layak untuk dijadikan nominasi Oscar pada bulan Februari tahun depan. Buzz tentang film ini yang diprediksi akan mendapat nominasi Oscar tahun depan memang bergulir kencang, dan harus diakui, film ini sangat layak untuk dijadikan nominasi Oscar. Selain itu, filmnya yang berjalan lambat namun mampu menaik turunkan emosi penonton, musik yang catchy, dukungan pemain - pemainnya yang bermain total, sutradara yang piawai dalam mengolah filmnya sehingga enak untuk dinikmati dan juga penuh makna pembelajaran dan perenungan bagi diri kita ini adalah kunci keberhasilan film The Social Network ini. Dijamin gak rugi untuk menyaksikan film ini, dan mampu untuk membuat kita berpikir serta instropeksi bagi diri kita, apakah kita rela untuk mendapatkan segala ketenaran, kekayaan, serta menggapai mimpi kita dengan mencuri ide hingga sampai tega untuk mengorbankan persahabatan kita dengan sahabat terbaik kita? Well, Jelas, The Social Network adalah film yang jempolan dan WAJIB untuk ditonton minggu ini. Akhir kata, selamat menonton.

Point :
Cerita                    = 8 / 10
Pemain                  = 8 / 10
Kriteria khusus :
Bobot  
dan Pesan Cerita = 8 /10
Musik                    = 8 /10
Total                    = 8 / 10


                                                                                                Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis


Theatrical Trailer:


Review Megamind


Review

Megamind

Pengisi Suara :

  • · Will Ferrell as Megamind
  • · Brad Pitt as Metro Man
  • · Tina Fey as Roxanne Ritchi
  • · Jonah Hill as Tighten
  • · David Cross as Minion

Sutradara : Tom McGrath

Tanggal Rilis :

  • · 5 November 2010 ( di Bioskop Amerika Serikat dan juga Indonesia, dalam format 2D, Real D, dan 3D )

Persaingan antara seorang penjahat super dengan superhero merupakan hal yang sudah biasa terjadi dalam dunia perfilman dan juga komik. Misalnya seperti tokoh Batman dengan Joker, atau Captain America dengan Red Skull, dan masih banyak lagi contoh - contoh super villain versus superhero. Namun, ketika studio animasi Dreamworks Animation mengangkat kisah tersebut ke dalam sebuah film animasi layar lebar, pastinya, penuh dengan kelucuan dan juga pertarungan seru nan menghibur. Hal inilah yang coba disampaikan oleh sutradara Tom McGrath dalam film kartun buatannya, Megamind.

Film Megamind berkisah tentang persaingan 2 makhluk planet dari luar angkasa berbeda kepribadian dan juga sifat, yaitu Megamind ( Ferrell ) dan Metroman ( Pitt ). Sejak usia balita, planet asal kedua mahluk luar angkasa tersebut hancur akibat dihisap oleh Black Hole. Sejak usia balita pula, persaingan kedua makhluk tersebut dimulai. Jika Metroman lebih memilih sebagai superhero pelindung bumi, khususnya daerah Metro City, maka Megamind lebih memilih sebagai supervillain yang selalu berusaha untuk menguasai dunia. Walaupun Megamind dianugerahi otak yang cerdas dan ahli dalam menciptakan berbagai peralatan canggih, namun akibat tindakan konyol serta tanpa pemikiran yang matang dalam menjalankan setiap rencananya membuat Megamind selalu gagal untuk menguasai dunia. Namun suatu ketika, Metroman menghilang, dan Megamind pun kesepian karena tidak adanya lawan yang seimbang dengan dirinya. Akhirnya, dia menciptakan sebuah superhero baru bernama Tighten ( Hill ) dengan tujuan untuk menghilangkan kebosanan Megamind dalam menghadapi hari - harinya. Namun, Tighten justru berbalik menjadi supervillain baru yang justru mengancam keamanan Metro City. Megamind yang merasa bersalah dengan hal tersebut pun akhirnya berusaha untuk bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut dan berusaha untuk menghentikan kegilaan Tighten. Dengan bantuan seorang reporter cantik bernama Roxanne ( Fey ), Megamind berusaha untuk menghentikan Tighten dan menebus segala kesalahannya.

Kekhawatiran mengenai kualitas film ini akan melempem pada saat dirilis ternyata tidak terjadi. Sebaliknya, Justru film Megamind membayar tuntas, bahkan lebih, segala kekhawatiran yang menggelayut di benak penonton. Film ini secara cerdas berhasil mengocok perut penonton, sekaligus memberikan makna pembelajaran yang penting bagi setiap penontonnya. Hampir mirip seperti film How to Train Your Dragon tempo hari, film Megamind pun memiliki kualitas yang cukup sama berbobot dengan film tentang naga tersebut. Tahun ini kelihatannya menjadi tahun yang sangat gemilang bagi Dreamworks Animation. Mereka menghasilkan 3 animasi dengan kualitas yang rata – rata cukup bagus dan mampu mengejutkan semua penonton yang menyaksikannya. Kelihatannya tahun ini Dreamworks melakukan revolusi besar – besaran terhadap setiap film animasi yang mereka rilis. Untuk film Megamind, mari kita kupas satu persatu point-point positifnya.

Pertama, sutradara Tom McGrath berhasil untuk membagi porsi humor, drama, serta action sepanjang 90 menit film ini bergulir. Ceritanya dibuat naik turun dan memiliki kadar hiburan yang tinggi dan juga menyenangkan untuk diikuti. Humor - humornya yang segar, berbagai adegan lucu dan juga seru, serta adegan melodrama yang menyentuh dan penuh makna berhasil dicampur secara seimbang dan juga menarik, sehingga kita bisa betah untuk menyaksikan film ini dan tidak merasakan bosan sama sekali. Tidak seperti film Madagascar yang menarik dan super lucu di awal - awal filmnya bergulir, namun akhirnya membosankan di bagian tengah dan akhir, film Megamind justru secara konstan berhasil mempertahankan ritme fun dan juga touchy ke hadapan para penonton, sehingga film Megamind ini menjadi sebuah film animasi yang menarik untuk dinikmati. Ceritanya pun juga menyentuh dan penuh makna bagi kita semua. Well, mana terpikir di benak kita ketika seorang penjahat sudah menguasai dunia sesuai dengan keinginannya, justru bisa merasakan kesepian karena tidak pernah bisa bertarung lagi dengan superhero yang biasa menjadi lawan tandingnya itu. Selain itu, kita bisa melihat Megamind merasa kesepian dengan hal tersebut dan merasa sendirian di bumi ini akibat tidak ada orang yang peduli lagi padanya. Tak ada tantangan baru dan tak ada gairah untuk menjalani hidupnya adalah hal - hal yang dialami oleh Megamind dan hal tersebut cukup unik. Selain itu, alasan Metroman pensiun untuk melindungi Metro City pun juga sangat menarik dan juga lucu. Nilai lain yang bisa jadi pembelajaran adalah setiap orang memiliki kebaikan dalam hatinya. Selain itu, hampir semua orang memiliki keinginan untuk melindungi sesama dalam dirinya. Kita hanya perlu merasa terpanggil dengan semua itu dan rela untuk menjalankannya dengan sepenuh hati. Selain itu, meraih mimpi kita tanpa menyerah walaupun sudah diterjang berbagai masalah yang berat adalah nilai pembelajaran positif lainnya yang ada pada film ini.

Untuk segi 3D, kelihatannya Dreamworks Animation adalah ahlinya dalam menciptakan sebuah film animasi dengan kualitas 3D yang memukau dan juga hidup. Kelihatannya studio animasi yang didirikan oleh Steven Spielberg ini sangat piawai dalam menciptakan efek 3D yang hidup dan juga interaktif kepada para penontonnya, serta ahli dalam menciptakan adegan 3D khusus untuk adegan – adegan aerial sequence. Ya, sama dengan film How to Train Your Dragon yang memiliki adegan - adegan aerial sequence yang memukau dan mampu membuat para penonton takjub hingga mereka bisa merasakan bagaimana rasanya terbang dengan naga, maka di film Megamind, Dreamworks menciptakan sebuah pengalaman baru, dimana penonton bisa merasakan bagaimana rasanya bisa terbang dan bertarung seperti layakya Superman bertempur di udara. Sekali lagi, kita dipresentasikan sebuah film yang mampu membuat kita seakan bisa terbang di angkasa lewat adegan kejar - kejaran, baku hantam, dan adegan terbang ala film - film supehero standard yang dilakukan oleh Metroman, Tighten, dan juga Megamind.

Ilustrasi musik atau yang biasa disebut sebagai Original score di film - film ini pun juga terasa enak dan mampu untuk mewakili setiap adegan yang ada. Komposer langganan Dreamworks Animation, yaitu Hans Zimmer dan juga partnernya, Lorne Balfe, kembali menyuguhkan sebuah original score yang mengehentak, mendebarkan, serta enak untuk didengar, setelah keduanya berkolaborasi dengan sangat baik ketika menciptakan original score untuk game call of Duty : Modern Warfare 2 serta film Sherlock Holmes tahun lalu. Penggunaan beberapa lagu lawas di film ini, seperti lagu Welcome to the Jungle nya Guns N' Roses, serta lagu Bad dari almarhum Michael jackson pun membuat film ini serasa membuat kita balik ke nostalgia ke jaman 90-an, dan herannya, lagu - lagu tersebut justru pas untuk dipasang di film ini. Salut untuk kinerja bagian tata musik yang bekerja dengan baik dan juga jempolan dalam menyesuaikan setiap lagu yang ada dengan adegan - adegan yang ada di dalam film ini.

Dari segi pengisi suara, semua pengisi suara bekerja dengan baik untuk menghidupkan karakter mereka masing - masing. Will Ferrell memang cocok untuk mengisi suara sang main villain, yaitu Megamind yang pintar, penuh ambisi, tak mudah menyerah untuk mencapai tujuannya, namun memiliki sikap blo'on serta punya banyak anak buah yang kurang pintar juga sehingga sering mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan rencananya menguasai dunia. Dirinya sebenarnya memang jahat, namun sifat jahatnya tersebut lebih karena didikan yang salah,serta rasa iri atas perhatian yanh didapatkan oleh Metroman dari warga Metro City, serta dirinya masih memiliki rasa belas kasih dan sifat yang baik kepada sesama. Diapun juga ternyata bisa merasakan kesepian ketika Metroman tidak ada di sampingnya dan dia merasa hidupnya hampa karena tidak ada siapapun yang peduli dengan dia, ditambah rasa bosan akibat dia tidak bisa bertarung lagi dengan Metroman. Disinilah kepiawaian Ferrell dalam mengolah suara Megamind. Dari yang awalnya sosoknya konyol dan juga jahat, hingga akhirnya dia merasakan kesepian serta kembali menemukan semangat hidup akibat menemukan ide dengan menciptakan superhero yang mampu menjadi lawan tanding baginya dan juga merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta dengan seseorang, dan munculnya rasa tanggung jawab dalam dirinya untuk membereskan kekacauan yang diakibatkan olehnya, dan Ferrell mampu untuk menghidupkan peran Megamind tersebut dengan memberikan nyawa yang sangat pas bagi tokoh berkulit biru tersebut. Aktris Tina Fey juga cukup pas untuk menghidupkan karakter wartawati Roxanne yang cantik namun juga tangguh dan pantang menyerah. Aktor komedian Jonah Hill juga berhasil menghidupkan karakter kameramen Hal yang pecundang dan naksir dengan Roxanne, namun menjadi sangat berbahaya ketika menjadi karakter Tighten yang destruktif dan tak segan – segan untuk membunuh siapapun yang menghalangi jalannya. Hill berhasil mengisi suara tokoh Hal yang memiliki suara kikuk, namun menjadi kejam dan terdengar menyebalkan ketika dia berubah menjadi Tighten. Aktor David Cross juga berhasil mengisi suara parnter sejati Megamind, yaitu Minion yang perhatian dengan Megamind dan juga merupakan partner humor bagi Megamind selama film ini berlangsung. Terakhir, aktor ganteng Brad Pitt pun juga berhasil menghidupkan karakter Metroman dengan suaranya yang berwibawa layaknya Superman. Fisiknya pun juga digambarkan sempurna dalam film ini, mirip seperti fisik diri Brad dalam kehidupan nyata.

Overall, film Megamind adalah film animasi yang bagus dan mampu melampaui ekspektasi semua orang ketika dirilis. Kualitas naskah dan pesan cerita yang jempolan, efek 3D serta animasi yang hidup dan bagus, ilustrasi musik yang memukau, porsi humor dan hiburan yang pas sepanjang filmnya bergulir, serta pengisi - pengisi suara yang prima, membuat film berbudget US$ 130 juta ini terasa bagus dan WAJIB untuk ditonton minggu ini. Sulit untuk melihat point minus film ini. Tagline film ini, " This November, the battle between GOOD and EVIL, will BLOW YOUR MIND", maka YA. THIS MOVIE WILL BLOWN YOUR MIND karena kualitas filmnya yang prima dan juga sangat bagus. Kandidat peraih Oscar dalam kategori The Best Animated Feature? Kelihatannya masih belum bisa melangkahi How to Train Your Dragon. Namun, sebagai kuda hitam, film ini cukup pantas untuk meraih Oscar tahun depan. Akhir kata, selamat menonton.

Point :

Cerita = 8 / 10

Pengisi Suara = 8 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan

dan action = 8 /10

3D = 8 /10

Bobot

dan Pesan Cerita = 8 /10

Musik = 8 /10

Total = 8 / 10

Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis

Teaser Trailer:


Theatrical Trailer 1:


Theatrical Trailer 2:

Preview Skyline


Preview
Skyline


Pemain :
• Eric Balfour as Jarrod
• Scottie Thompson as Elaine
• David Zayas as Oliver
• Donald Faison as Terry
• Brittany Daniel as Candice

Sutradara : The Brothers Strause

Tanggal Rilis :
12 November 2010 ( Di bioskop Amerika dan di Bioskop Indonesia, Exclusive hanya di XXI )


Film Skyline adalah film buatan duo sutradara bernama Colin dan Greg Strause, atau lebih dikenal dengan sebutan The Brothers Strause. Duo sutradara ini sebelumnya pernah membuat film Aliens VS Predators : Requim di tahun 2007 silam. Namun film tersebut hancur berantakan di tangga Box Office dan juga mendapat kritik tajam dari para kritikus yang menganggap film tersebut sangat buruk dan tidak bermutu sama sekali, walaupun secara internasional, film yang disingkat AVP : Requim tersebut memperoleh pendapatan yang cukup besar. Kali ini, setelah 3 tahun berisitirahat, duo sutradara tersebut membuat film Skyline ini. masih berada di tema favorit mereka, yaitu action thriller sci-fi. Dengan budget produksi yang hanya mencapai US$ 10 - 20 juta, bisa dikatakan Skyline merupakan sebuah film action thriller sci-fi yang termasuk murah meriah. Lalu, bagaimana dengan hasilnya? Apakah akan sehancur AVP : Requim lagi? Atau justru lebih baik ketimbang AVP : Requim?

Film Skyline memiliki plot cerita yang sederhana sekali, bahkan mungkin kalau mau dikatakan, ceritanya setipis kertas. Kisahnya tentang Alien yang menginvasi bumi karena menanggapi panggilan NASA yang pernah dilakukan di tahun 1969 silam. Pagi - pagi buta, para Alien menginvasi bumi dengan cara yang unik, yaitu menarik orang - orang yang ada di daratan ke dalam pesawat mereka di langit dan langsung membakar mereka hidup - hidup. Tak cuma itu, untuk lebih mesukseskan gerakan menguasai dunia, para Alien pun memiliki senjata mematikan, yaitu sebuah sinar biru misterius yang mampu untuk menarik orang ke atas serta mampu untuk menarik perhatian orang untuk melihatnya dan terbius dengan sinar tersebut. Setelah terbius dengan pandangan sinar biru tersebut, manusia yang melihatnya akan langsung menghilang dan menjadi abu begitu saja. Sinar biru ini ditembakan dari pesawat mereka, serta dari beberapa Alien yang dilepas ke daratan guna menghabisi setiap manusia yang ditemuinya. Alien yang dilepas ke daratan pun juga memiliki beragam ukuran. Mulai dari yang seukuran manusia hingga yang berukuran raksasa. Cerita akan terfokus pada sekelompok orang di sebuah apartement yang baru saja melakukan pesta gila - gilaan semalam suntuk di sebuah kamar pada malam sebelum invasi terjadi. Ketika mereka terbangun, mereka mendapati kenyataan bahwa bumi sedang diinvasi secara besar - besaran oleh Alien dengan pesawat Alien berbagai ukuran dan jenis, sinar biru yang misterius, hingga Alien berbagai ukuran yang siap untuk menghabisi seluruh mumat manusia. Serangan pun datang dari berbagai arah : darat, Laut, maupun udara, dan manusia pun berusaha untuk bertahan hidup dan melawan kembali Alien - Alien tersebut. Berhasilkah mereka untuk bertahan hidup? Apakah masih ada harapan bagi umat manusia untuk menghadapi Alien yang sudah sangat siap untuk menghadapi semua serangan manusia dan bertujuan untuk menguasai dunia?

Skyline jelas - jelas lebih mengedepankan unsur hiburan dan non-stop action ketimbang naskah cerita yang berbobot. Dari trailer yang dilepas, serta jajaran cast and crew, hingga sutradara yang terlibat didalamnya, jelas film Skyline memang lebih mengutamakan unsur fun dan hiburan semata kepada para penonton, khususnya bagi para fans film - film action thriller sci-fi seperti ini. Siapa sih yang tidak tertarik melihat adegan penyerangan para Alien di muka bumi ini dengan sinar biru yang misterius tapi juga mematikan, hingga pertempuran antara pesawat tempur manusia melawan pesawat - pesawat Alien yang lebih canggih? Pastinya hampir semua orang tertarik dengan promosi adegan - adegan tersebut. Well, Ambil contoh War of the Worlds buatan Steven Spielberg di tahun 2006 silam yang sangat - sangat menghibur penonton akibat disuguhi adegan - adegan action seru nan tegang, dimana penonton merasa bahwa tak ada harapan bagi umat manusia untuk bisa memenangi pertempuran melawan Alien tersebut. Walaupun lemah di ending, namun film War of the Worlds secara keseluruhan mampu untuk menghibur penontonnya. Nah, apakah film Skyline akan seseru seperti film War of the Worlds? Dilihat dari track record sang sutradara, kelihatannya Skyline mampu untuk menghibur penontonnya, namun, akan sangat disangsikan kualitas filmnya sendiri secara keseluruhan.

Dari jajaran aktor dan aktris yang terlibat, semua nama - nama yang ada tidak terlalu terkenal. Namun, pastinya nama – nama aktor dan aktris yang terlibat dalam film ini bisa dikatakan sedap untuk dipandang mata. Si macho Eric Balfour, aktris seksi Scottie Thompson dan juga Crystal Reed, hingga aktor David Zayas ikut ambil bagian untuk memperkuat film yang masa syutingnya hanya memakan waktu 1 bulan ini saja. Hal ini sebenarnya memiliki 2 sisi yang saling berlawanan satu sama lain. Di satu sisi, dengan memakai aktor dan aktris yang kurang terkenal, ongkos produksi bisa ditekan, sehingga dana yang ada bisa lebih disalurkan untuk hal special effect agar hasil special effect nya lebih hidup dan juga lebih bagus dengan harapan akan mampu lebih menarik dan menghibur penonton. Di sisi lain, dengan tidak adanya bintang - bintang terkenal yang terlibat di film ini, nilai jual film ini akan rendah, sehingga penonton pun bisa saja enggan untuk menyaksikan film ini.

Overall, film Skyline tetap merupakan film yang WAJIB untuk ditonton minggu ini. Unsur hiburan yang tinggi dan juga seru adalah daya tarik utama film ini. Tak perlu pusing dengan cerita atau berbagai hal teknis dalam film ini, karena hal - hal tersebut bukanlah hal yang penting agar bisa menikmati film ini. Yang penting anda nikmati saja film ini menit demi menit hingga filmnya selesai. So, bagi anda yang membutuhkan sebuah film action thriller sci-fi yang ringan menghibur, maka Skyline adalah film yang WAJIB untuk anda tonton minggu ini di bioskop - bioskop kesayangan anda. Akhir kata, selamat menonton.


Copyright : Alexander “Ajay” Dennis

Teaser Trailer


Theatrical Trailer

Kamis, 11 November 2010

Review Megamind


Review

Megamind

Pengisi Suara :

· Will Ferrell as Megamind

· Brad Pitt as Metro Man

· Tina Fey as Roxanne Ritchi

· Jonah Hill as Tighten

· David Cross as Minion


Sutradara : Tom McGrath


Tanggal Rilis :

· 5 November 2010 ( di Bioskop Amerika Serikat dan juga Indonesia, dalam format 2D, Real D, dan 3D )



Persaingan antara seorang penjahat super dengan superhero merupakan hal yang sudah biasa terjadi dalam dunia perfilman dan juga komik. Misalnya seperti tokoh Batman dengan Joker, atau Captain America dengan Red Skull, dan masih banyak lagi contoh - contoh super villain versus superhero. Namun, ketika studio animasi Dreamworks Animation mengangkat kisah tersebut ke dalam sebuah film animasi layar lebar, pastinya, penuh dengan kelucuan dan juga pertarungan seru nan menghibur. Hal inilah yang coba disampaikan oleh sutradara Tom McGrath dalam film kartun buatannya, Megamind.

Film Megamind berkisah tentang persaingan 2 makhluk planet dari luar angkasa berbeda kepribadian dan juga sifat, yaitu Megamind ( Ferrell ) dan Metroman ( Pitt ). Sejak usia balita, planet asal kedua mahluk luar angkasa tersebut hancur akibat dihisap oleh Black Hole. Sejak usia balita pula, persaingan kedua makhluk tersebut dimulai. Jika Metroman lebih memilih sebagai superhero pelindung bumi, khususnya daerah Metro City, maka Megamind lebih memilih sebagai supervillain yang selalu berusaha untuk menguasai dunia. Walaupun Megamind dianugerahi otak yang cerdas dan ahli dalam menciptakan berbagai peralatan canggih, namun akibat tindakan konyol serta tanpa pemikiran yang matang dalam menjalankan setiap rencananya membuat Megamind selalu gagal untuk menguasai dunia. Namun suatu ketika, Metroman menghilang, dan Megamind pun kesepian karena tidak adanya lawan yang seimbang dengan dirinya. Akhirnya, dia menciptakan sebuah superhero baru bernama Tighten ( Hill ) dengan tujuan untuk menghilangkan kebosanan Megamind dalam menghadapi hari - harinya. Namun, Tighten justru berbalik menjadi supervillain baru yang justru mengancam keamanan Metro City. Megamind yang merasa bersalah dengan hal tersebut pun akhirnya berusaha untuk bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut dan berusaha untuk menghentikan kegilaan Tighten. Dengan bantuan seorang reporter cantik bernama Roxanne ( Fey ), Megamind berusaha untuk menghentikan Tighten dan menebus segala kesalahannya.

Kekhawatiran mengenai kualitas film ini akan melempem pada saat dirilis ternyata tidak terjadi. Sebaliknya, Justru film Megamind membayar tuntas, bahkan lebih, segala kekhawatiran yang menggelayut di benak penonton. Film ini secara cerdas berhasil mengocok perut penonton, sekaligus memberikan makna pembelajaran yang penting bagi setiap penontonnya. Hampir mirip seperti film How to Train Your Dragon tempo hari, film Megamind pun memiliki kualitas yang cukup sama berbobot dengan film tentang naga tersebut. Tahun ini kelihatannya menjadi tahun yang sangat gemilang bagi Dreamworks Animation. Mereka menghasilkan 3 animasi dengan kualitas yang rata – rata cukup bagus dan mampu mengejutkan semua penonton yang menyaksikannya. Kelihatannya tahun ini Dreamworks melakukan revolusi besar – besaran terhadap setiap film animasi yang mereka rilis. Untuk film Megamind, mari kita kupas satu persatu point-point positifnya.

Pertama, sutradara Tom McGrath berhasil untuk membagi porsi humor, drama, serta action sepanjang 90 menit film ini bergulir. Ceritanya dibuat naik turun dan memiliki kadar hiburan yang tinggi dan juga menyenangkan untuk diikuti. Humor - humornya yang segar, berbagai adegan lucu dan juga seru, serta adegan melodrama yang menyentuh dan penuh makna berhasil dicampur secara seimbang dan juga menarik, sehingga kita bisa betah untuk menyaksikan film ini dan tidak merasakan bosan sama sekali. Tidak seperti film Madagascar yang menarik dan super lucu di awal - awal filmnya bergulir, namun akhirnya membosankan di bagian tengah dan akhir, film Megamind justru secara konstan berhasil mempertahankan ritme fun dan juga touchy ke hadapan para penonton, sehingga film Megamind ini menjadi sebuah film animasi yang menarik untuk dinikmati. Ceritanya pun juga menyentuh dan penuh makna bagi kita semua. Well, mana terpikir di benak kita ketika seorang penjahat sudah menguasai dunia sesuai dengan keinginannya, justru bisa merasakan kesepian karena tidak pernah bisa bertarung lagi dengan superhero yang biasa menjadi lawan tandingnya itu. Selain itu, kita bisa melihat Megamind merasa kesepian dengan hal tersebut dan merasa sendirian di bumi ini akibat tidak ada orang yang peduli lagi padanya. Tak ada tantangan baru dan tak ada gairah untuk menjalani hidupnya adalah hal - hal yang dialami oleh Megamind dan hal tersebut cukup unik. Selain itu, alasan Metroman pensiun untuk melindungi Metro City pun juga sangat menarik dan juga lucu. Nilai lain yang bisa jadi pembelajaran adalah setiap orang memiliki kebaikan dalam hatinya. Selain itu, hampir semua orang memiliki keinginan untuk melindungi sesama dalam dirinya. Kita hanya perlu merasa terpanggil dengan semua itu dan rela untuk menjalankannya dengan sepenuh hati. Selain itu, meraih mimpi kita tanpa menyerah walaupun sudah diterjang berbagai masalah yang berat adalah nilai pembelajaran positif lainnya yang ada pada film ini.

Untuk segi 3D, kelihatannya Dreamworks Animation adalah ahlinya dalam menciptakan sebuah film animasi dengan kualitas 3D yang memukau dan juga hidup. Kelihatannya studio animasi yang didirikan oleh Steven Spielberg ini sangat piawai dalam menciptakan efek 3D yang hidup dan juga interaktif kepada para penontonnya, serta ahli dalam menciptakan adegan 3D khusus untuk adegan – adegan aerial sequence. Ya, sama dengan film How to Train Your Dragon yang memiliki adegan - adegan aerial sequence yang memukau dan mampu membuat para penonton takjub hingga mereka bisa merasakan bagaimana rasanya terbang dengan naga, maka di film Megamind, Dreamworks menciptakan sebuah pengalaman baru, dimana penonton bisa merasakan bagaimana rasanya bisa terbang dan bertarung seperti layakya Superman bertempur di udara. Sekali lagi, kita dipresentasikan sebuah film yang mampu membuat kita seakan bisa terbang di angkasa lewat adegan kejar - kejaran, baku hantam, dan adegan terbang ala film - film supehero standard yang dilakukan oleh Metroman, Tighten, dan juga Megamind.

Ilustrasi musik atau yang biasa disebut sebagai Original score di film - film ini pun juga terasa enak dan mampu untuk mewakili setiap adegan yang ada. Komposer langganan Dreamworks Animation, yaitu Hans Zimmer dan juga partnernya, Lorne Balfe, kembali menyuguhkan sebuah original score yang mengehentak, mendebarkan, serta enak untuk didengar, setelah keduanya berkolaborasi dengan sangat baik ketika menciptakan original score untuk game call of Duty : Modern Warfare 2 serta film Sherlock Holmes tahun lalu. Penggunaan beberapa lagu lawas di film ini, seperti lagu Welcome to the Jungle nya Guns N' Roses, serta lagu Bad dari almarhum Michael jackson pun membuat film ini serasa membuat kita balik ke nostalgia ke jaman 90-an, dan herannya, lagu - lagu tersebut justru pas untuk dipasang di film ini. Salut untuk kinerja bagian tata musik yang bekerja dengan baik dan juga jempolan dalam menyesuaikan setiap lagu yang ada dengan adegan - adegan yang ada di dalam film ini.

Dari segi pengisi suara, semua pengisi suara bekerja dengan baik untuk menghidupkan karakter mereka masing - masing. Will Ferrell memang cocok untuk mengisi suara sang main villain, yaitu Megamind yang pintar, penuh ambisi, tak mudah menyerah untuk mencapai tujuannya, namun memiliki sikap blo'on serta punya banyak anak buah yang kurang pintar juga sehingga sering mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan rencananya menguasai dunia. Dirinya sebenarnya memang jahat, namun sifat jahatnya tersebut lebih karena didikan yang salah,serta rasa iri atas perhatian yanh didapatkan oleh Metroman dari warga Metro City, serta dirinya masih memiliki rasa belas kasih dan sifat yang baik kepada sesama. Diapun juga ternyata bisa merasakan kesepian ketika Metroman tidak ada di sampingnya dan dia merasa hidupnya hampa karena tidak ada siapapun yang peduli dengan dia, ditambah rasa bosan akibat dia tidak bisa bertarung lagi dengan Metroman. Disinilah kepiawaian Ferrell dalam mengolah suara Megamind. Dari yang awalnya sosoknya konyol dan juga jahat, hingga akhirnya dia merasakan kesepian serta kembali menemukan semangat hidup akibat menemukan ide dengan menciptakan superhero yang mampu menjadi lawan tanding baginya dan juga merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta dengan seseorang, dan munculnya rasa tanggung jawab dalam dirinya untuk membereskan kekacauan yang diakibatkan olehnya, dan Ferrell mampu untuk menghidupkan peran Megamind tersebut dengan memberikan nyawa yang sangat pas bagi tokoh berkulit biru tersebut. Aktris Tina Fey juga cukup pas untuk menghidupkan karakter wartawati Roxanne yang cantik namun juga tangguh dan pantang menyerah. Aktor komedian Jonah Hill juga berhasil menghidupkan karakter kameramen Hal yang pecundang dan naksir dengan Roxanne, namun menjadi sangat berbahaya ketika menjadi karakter Tighten yang destruktif dan tak segan – segan untuk membunuh siapapun yang menghalangi jalannya. Hill berhasil mengisi suara tokoh Hal yang memiliki suara kikuk, namun menjadi kejam dan terdengar menyebalkan ketika dia berubah menjadi Tighten. Aktor David Cross juga berhasil mengisi suara parnter sejati Megamind, yaitu Minion yang perhatian dengan Megamind dan juga merupakan partner humor bagi Megamind selama film ini berlangsung. Terakhir, aktor ganteng Brad Pitt pun juga berhasil menghidupkan karakter Metroman dengan suaranya yang berwibawa layaknya Superman. Fisiknya pun juga digambarkan sempurna dalam film ini, mirip seperti fisik diri Brad dalam kehidupan nyata.

Overall, film Megamind adalah film animasi yang bagus dan mampu melampaui ekspektasi semua orang ketika dirilis. Kualitas naskah dan pesan cerita yang jempolan, efek 3D serta animasi yang hidup dan bagus, ilustrasi musik yang memukau, porsi humor dan hiburan yang pas sepanjang filmnya bergulir, serta pengisi - pengisi suara yang prima, membuat film berbudget US$ 130 juta ini terasa bagus dan WAJIB untuk ditonton minggu ini. Sulit untuk melihat point minus film ini. Tagline film ini, " This November, the battle between GOOD and EVIL, will BLOW YOUR MIND", maka YA. THIS MOVIE WILL BLOWN YOUR MIND karena kualitas filmnya yang prima dan juga sangat bagus. Kandidat peraih Oscar dalam kategori The Best Animated Feature? Kelihatannya masih belum bisa melangkahi How to Train Your Dragon. Namun, sebagai kuda hitam, film ini cukup pantas untuk meraih Oscar tahun depan. Akhir kata, selamat menonton.


Point :

Cerita = 8 / 10

Pengisi Suara = 8 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan

dan action = 8 /10

3D = 8 /10

Bobot

dan Pesan Cerita = 8 /10

Musik = 8 /10

Total = 8 / 10

Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis


Teaser Trailer:



Theatrical Trailer 1:



Theatrical Trailer 2 :