Rabu, 24 November 2010

Review Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1


Review

Harry Potter and the Deathly Hallows : Part 1

Pemain :

  • Daniel Radcliffe as Harry Potter
  • Emma Watson as Hermione Granger
  • Rupert Grint as Ron Weasley
  • Bonnie Wright as Ginny Weasley
  • Alan Rickman as Professor Severus Snape
  • Helena Bonham Carter as Bellatrix Lestrange
  • Ralph Fiennes as Lord Voldemort

Sutradara : David Yates

Tanggal Rilis :

  • 19 November 2010 ( Di bioskop Amerika dan di Bioskop Indonesia )

“These are dark times, there is no denying. Our world has face a new greater threat than it does today. But you can't fight this war on your own, Mr Potter. He's too strong!!” Ya. Kalimat yang ada pada Theatrical Trailer film Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 ini memang sangat cocok untuk menjadi pembuka film ketujuh bagian pertama seri Harry Potter ini. Dengan tema cerita yang dark, kelam, serta semakin tipisnya harapan manusia untuk bertahan hidup akibat semakin berkuasanya Voldemort di muka bumi ini, menjadikan suasana kelam yang memang diusung oleh ceritanya ini, terasa sangat kental di film ini. Namun, apakah memang dengan adanya quotes diatas tersebut, mampu untuk membuat film final Harry Potter bagian pertama ini memiliki kualitas yang bagus dan melebihi film – film Harry Potter yang sebelumnya? Mari kita lihat sama – sama.

Harry Potter and the Deathly Hallows akan terfokus pada cerita petualangan Harry, Ron, dan juga Hermione guna melenyapkan penyihir jahat Voldemort dan juga pasukan - pasukannya yang dikenal sebagai The Death Eaters. Kali ini, Harry, Ron, dan juga Hermione bertualang untuk mencari dan menghancurkan Horcrux yang tersisa guna melenyapkan Voldemort. Namun hal tersebut tidaklah mudah, karena Voldemort dan pasukannya pun juga bergerak untuk menghentikan siapa saja yang hendak menghentikan mereka, serta berusaha untuk menguasai dunia. Selain itu, Voldemort pun juga memiliki dendam pribadi terhadap Harry Potter dan sangat bernafsu untuk membunuhnya. Harapan pun semakin tipis, dimana Voldemort dan pasukannya berhasil untuk menguasai Ministry of Magic dan juga Hogwarts. Harapan hidup umat manusia semakin mengecil, namun Harry, Ron, dan Hermione harus tetap yakin dan positif dengan tujuan mereka : mencari Horcrux yang tersisa, menghancurkannya, mengalahkan pasukan Voldemort yang menghalangi mereka, serta berusaha untuk bertahan hidup agar bisa berkumpul kembali dengan orang - orang yang mereka cintai. Maka, sekarang dimulailah petualangan ketiga sahabat ini untuk menempuh bahaya dan juga menjalankan misi mereka, sebelum semuanya terlambat.

Sebenarnya, Harry Potter and the Deathly Hallows adalah novel yang memiliki cerita yang kompleks, tragis, dengan tone yang dark dan juga pastinya, seru. Sesuai dengan judulnya, The Deathly Hallows atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai relukui kematian, maka memang di novel ketujuh inilah banyak terjadi adegan – adegan kematian yang tragis namun berkesan heroik dan mampu menguras air mata para tokoh utama dan tentunya, para penikmat serial Harry Potter. Beberapa kematian tokoh – tokoh penting di film ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri sehingga seri ketujuh Harry Potter ini memiliki nilai emosional yang sangat dalam kepada para fans-nya, dan J.K Rowling, sang penulis novelnya, tahu benar dengan hal ini. Setelah dalam novel kelima, tokoh Sirius Black wafat, hingga di novel keenam, Rowling dengan sangat sukses tega untuk mematikan tokoh bijak Dumbledore, di buku ketujuh inilah, para fans Harry Potter harus menerima kenyataan bahwa begitu banyak tokoh – tokoh yang mati. Kematian – kematian itulah yang sangat berkesan dalam seri final Harry Potter ini.

Namun, sayangnya, lagi – lagi, sutradara David Yates dan juga penulis naskah Steve Kloves berhasil memporak – porandakan fondasi kuat yang ada pada Harry Potter and the Deathly Hallows ini. Dengan sangat gampangnya sutradara asal Inggris dan penulis naskah asal Amerika ini membuat filmnya menjadi begitu gampangan dan membosankan. Adegan – adegan kematian di novelnya yang sangat berbobot, justru digampangkan saja oleh pasangan penghancur kualitas Harry Potter and the Half Blood Prince tahun lalu ini. Bagaimana penonton tidak kesal? Kematian – kematian para tokoh penting hanya diberitakan lewat dialog para tokohnya? Jika memang mau membuat adegan kematian menjadi sangat bermakna, kenapa tidak tampilkan saja adegan kematian tersebut? Padahal mereka sudah diberikan keleluasaan oleh Warner Bros untuk membuat film ini menjadi 2 bagian dengan pemberian dana sebesar US$ 250 juta, namun, kenapa mereka membuat film ini dengan hasil yang tidak maksimal? Apakah mereka takut dengan penambahan visualisasi adegan – adegan kematian para tokoh pentingya, budget produksi akan membengkak? Padahal seperti anda ketahui, setiap pendapatan film Harry Potter pasti tembus angka US$ 240 juta untuk pendapatan di negeri Amerika nya saja. So, jika memang ingin membengkakan budget untuk seri terakhir Harry Potter, kenapa tidak? Toh seri ketujuh Harry Potter merupakan seri penutup yang pasti sudah ditunggu – tunggu oleh para Potterius di seluruh dunia. Sekalian saja harusnya mereka memberikan persembahan yang terbaik bagi para Potterius sebagai kado perpisahan. Ambil contoh kasus kematian tragis yang seharusnya bisa menguras air mata penonton, yaitu adegan kematian Hedwig, sang peliharaan Harry. Adegan tersebut dibuat dengan sangat gampang dan tidak menimbulkan bekas emosi apapun di hati Harry. Padahal, Hedwig adalah hewan peliharaan Harry yang sangat bermakna dan merupakan satu – satunya anggota keluarga Harry yang sangat disayangi olehnya. Kenapa hewan tersebut hanya dibuat mati dengan tidak meninggalkan emosi serta rasa perih apapun kepada tokoh utama yang berkacamata tersebut? Apakah hanya karena Hedwig hanyalah sebuah hewan biasa yang bisa dimatikan kapan saja dan dengan gampang sehingga adegan kematiannya hanya bisa ditampilkan sekedarnya saja dan tanpa emosi apapun kehadapan para penonton? Tragis!

Yates dan juga Kloves kembali dengan trademark menyebalkan mereka dalam menggarap Harry Potter and the Deathly Hallows ini yang mereka bawa dari Harry Potter and the Half Blood Prince tempo hari : yaitu adegan – adegan penting yang ada pada novelnya tidak ditampilkan. Kalaupun ditampilkan, hanya sekilas saja dan tidak ada emosi sama sekali. Parahnya, adegan – adegan tidak penting justru dipanjang – panjangka sehingga bisa membuat para fans Harry Potter dan penontonnya mengantuk, tertidur, dan akhirnya mereka kecewa dengan hasil akhir film Harry Potter. Hebat bukan? Benar – benar kinerja yang “luar biasa” dari duet filmmaker tersebut. Selain adegan kematian yang terasa hampa seperti yangt telah saya sebutkan diatas, unsur kebosanan film ini juga terletak pada adegan – adegan actionnya yang serba tanggung serta tidak thrilling sama sekali. Adegan pertarungan yang seharusnya dibuat seru dan megah itu, dibuat dengan asal – asalan, sehingga adegan – adegan action yang sebenarnya bisa menjadi bahan pembunuh rasa kantuk dan bosan yang ada di sepanjang film, justru semakin memperparah mood penonton yang sudah bosan dan kesal dengan adegan – adegan mombosankan yang ada di sepanjang film ini. Selain itu, keadaan semakin diperburuk dengan banyaknya adegan silent scenes ( adegan tanpa latar musik maupun minim background sound dan juga suara manusia ) yang ada di sepanjang filmnya, sehingga rasa bosan penonton pun semakin menjadi – jadi. Akibatnya, emosi penonton pun juga semakin menumpuk.

Dari segi pemain, jelas, para aktor dan aktrisnya yang sudah 10 tahun terlibat dengan filmnya pastinya sudah menyatu dengan para tokoh yang ada di serial Harry Potter. Hubungan akrab antara Hermione, Harry, dan Ron semakin menyatu di film ini, walaupun mereka sempat berpisah karena suatu hal. Pemeran Voldemort dan Bellatrix Lestrange, yaitu Ralph Fiennes dan Helena Bonham Carter pun juga semakin matang untuk menghidupi tokoh Voldemort dan juga Bellatrix yang sadis dan tiada ampun. Namun, Alan Rickman bermain tanggung di film ini sebagai Snape dengan mimik mukanya yang terkesan kurang greget. Namun, aktor Tom Felton yang berperan sebagai tokoh Draco Malfoy yang mulai bimbang dengan keputusannya bergabung menjadi Death Eaters ini terasa pas dan terlihat dari mimik mukanya yang terkesan ragu dan juga takut dengan keputusanya tersebut akibat melihat kesadisan Death Eaters membantai semua orang yang tidak berdosa. Sisanya, semua aktor dan aktris bermain pas sesuai dengan karakter tokoh mereka.

Diluar point minus tersebut, Harry potter and the Deathly Hallows Part 1 masih memiliki nilai positif pada point visualisasinya. Film ini memang memiliki tema cerita yang dark, suram, serta semakin hilangnya harapan manusia untuk bertahan hidup dibawah tekanan Voldemort dan para penyhir jahatnya, dan secara visualisasi, sepanjang 150 menit filmnya bergulir, kita akan diberikan visualisasi film yang buram, kelam, dan suram. Warna – warna gelap, seperti biru dan hitam, dengan suasana iklim yang bersalju dan juga cuaca yang mendung sangatlah dominan di film ini, sehingga kita bisa menangkap atmosfer sedih dan juga kelamnya dunia ketika Voldemort dan kroco – kroconya berkuasa. Selain itu, dari segi original score, film ini memiliki original score pembuka dan penutup yang cukup megah dan berasa pas dengan suasanan filmnya. Walaupun banyak adegan silent scenes di film ini, namun ketika original score nya main, hasilnya pas dan juga enak untuk didengar dan cukup mendukung adegan – adegan yang ada. Endingnya pun juga dirasa bisa untuk memancing rasa kepenasaran penonton supaya mau untuk menonton lanjutannya lagi nanti di bulan Juli 2011.

Overall, bisa dikatakan, Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 sayangnya memiliki hasil yang SAMA BOBROK nya dengan Harry Potter and the Half Blood Prince tahun lalu. Secara visualisasi film ini sebenarnya unggul karena dengan tema cerita yang memiliki suasana suram dan lost hope yang ada pada filmnya, warna – warna buram, kelam, dan suram dengan suasana iklim yang bersalju dan juga cuaca yang mendung sangat dominan di film ini, sehingga penonton bisa ikut merasakan suasana kelam tersebut. Namun lagi – lagi, adegan – adegan kematian yang harusnya menyayat hati, benar – benar tidak berasa disini. Point – point penting yang ada pada novelnya dan juga merupakan point plus dari seri ketujuh Harry Potter ini, sayangnya dipotong dengan seenaknya. Action yang tanggung & banyak silent scenes yang bisa bikin mengantuk, semakin memperparah kualitas film ini. What a shame! Apa memang Harry Potter harus berakhir tragis?? Rasanya tidak adil untuk film sekelas Harry Potter harus berakhir dengan tragis dengan kualitas yang benar – benar mampu membuat Potterius kecewa dan harus berlinang air mata mengenang filmnya. Cerita novelnya begitu kuat sebenarnya, namun eksekusi yang asal – asalan adalah penghancur jalinan cerita yang kuat tersebut. Kelihatannya untuk Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2, kita juga sudah tak bisa apa – apa lagi. Berharap dan mempersiapkan hati kita dengan cara menerima dengan lebih lapang dada lagi kualitas Part 2 nya nanti, adalah jalan keluar terbaik untuk menerima kualitas jelek dari film terakhir Harry Potter. Atau mungkin, nanti Part 2 nya akan memiliki kualitas yang justru meningkat? Yah, kita berdoa saja semoga Part 2 nya lebih baik lagi ketimbang Part 1, walaupun kita tidak bisa berharap banyak. Hope Part 2 in 2011 will be better!

Point :

Cerita = 3 / 10

Pemain = 5 / 10

Kriteria khusus :

Unsur Hiburan

dan action = 3 /10

Visualisasi = 7 /10

Bobot Cerita = 3 /10

Musik = 7 /10

Total = 4.5 / 10


Copyright : Alexander "Ajay" Dennis

2 komentar:

  1. Wakakak, di antara review lainnya, kayaknya cuma Anda yang memberikan nilai paling rendah. Rata2 pada ngasih 6-10 atau 3-5 bintang. Saya tidak setuju dengan beberapa poin yang Anda kemukakan.

    BalasHapus
  2. Jujur aja agak ga setuju sih
    Eh bukan agak lagi deh
    Banget malah

    BalasHapus