Jumat, 24 September 2010

Review The Last Exorcism


Review

The Last Exorcism ( Lionsgate_2010 )

Pemain :

  • Patrick Fabian as Reverend Cotton Marcus
  • Iris Bahr as Iris
  • Adam Grimes as Dave Moskowitz
  • Louis Herthum as Louis Sweetzer
  • Ashley Bell as Nell Sweetzer

Sutradara : Daniel Stamm

Rilis =

  • 27 Agustus 2010 ( Amerika Serikat )
  • 24 September 2010 ( Main di Bioskop Indonesia, Exclusive hanya di XXI )

Eli Roth adalah seorang sutradara sekaligus produser spesialis film – film horror independent yang biasanya memiliki budget produksi murah meriah, namun mendapat pendapatan yang cukup berlipat ganda dibanding ongkos produksinya. Tak cuma itu. Pria berumur 38 tahun tersebut juga terkenal sebagai aktor dan juga penulis naskah. Beberapa film karya Eli Roth sebagai seorang sutradara yang terkenal diantaranya adalah film Cabin Fever, Hostel, Hostel : Part 2, serta sebuah film pendek tentang propaganda Nazi dalam film Inglorious Basterds berjudul Nation’s Pride. Sebagai seorang aktor, Roth sangat dikenal oleh penonton lewat perannya sebagai Donny "The Bear Jew" Donowitz dalam film perang spaghetti western buatan sutradara “pintar” Quentin Tarantino berjudul Inglorious Basterds, serta tentunya sebagai MC Wet T-Shirt Contest dalam film Piranha 3D baru – baru ini, walaupun sebenarnya, Roth juga berakting dalam beberapa film buatannya sendiri. Kini, setelah puas bermain dalam berbagai genre film, serta sedang rehat guna menemukan ide baru untuk film buatannya, Roth memproduseri sebuah film horror independent berjudul The Last Exorcism. Dengan style mockumentary ( yaitu film documenter namun fiksi ) ala The Blair Witch Project serta Paranormal Activity, Roth bersiap untuk menakut – nakuti para penonton lewat film horror yang diproduserinya ini.

Film ini memiliki kisah yang simple, namun cukup menarik. Seorang pendeta bernama Cotton Marcus ( Fabian ) adalah seorang pendeta yang dikagumi serta dicintai oleh umatnya akibat pembawaan penginjilannya yang berbeda dibanding pendeta lain sekaligus seorang pengusir hantu dan roh – roh halus jahat lainnya yang merasuki tubuh seseorang yang cukup terkenal. Namun ternyata, semua itu hanyalah tipuan dan trik semata. Hingga akhirnya, dia sadar dengan segala dosa – dosanya dan berniat untuk bertobat. Namun sebelum bertobat, Marcus setuju untuk melakukan sebuah pengusiran setan terakhir pada tubuh seorang gadis bernama Nell ( Bell ) yang dirasuki oleh roh jahat, atas permintaan ayah Nell, Louis Sweetzer ( Herthum ) lewat surat yang dikirimkannya kepada Marcus. Bersama dengan crew-nya, yaitu produser/sutradara Iris Reisen ( Bahr ) dan kameramen Dave Moskowitz ( Grimes ), Marcus bermaksud untuk melakukan tipuan trik pengusiran hantu agar terlihat nyata di kamera, sekaligus membongkar kebusukan – kebusukan ritual pengusiran setan bohongan yang terjadi di dunia. Namun ternyata, yang terjadi malah sebaliknya. Nell benar – benar dirasuki iblis yang sangat kuat bernama Abalam dan susah untuk dikendalikan. Hal ini akhirnya membuat Marcus sadar bahwa dia harus bertindak secara sungguhan untuk menyelesaikan kasus ini dan meminta serta bersandar pada Tuhan Yang Maha Esa untuk membantunya menyelesaikan kasus ini, sebelum semuanya menjadi terlambat. Namun, ada suatu rahasia yang disembunyikan dalam kasus ini, suatu rahasia yang tidak akan disadari oleh siapapun.

Film ini berjalan lambat selama 35 menit pertama, setelah itu, tempo ketegangan dinaikkan sedikit demi sedikit, hingga akhirnya, 15 menit terakhir film ini adalah bagian terbaik dari film yang total berdurasi 90 menit ini. Selama 35 menit pertama, kita akan melihat sosok sesungguhnya pendeta Cotton Marcus. Dia adalah seorang pendeta yang memiliki gaya penginjilan yang unik dalam melayani setiap umatnya, serta memiliki istri yang cantik, ayah yang juga seorang pendeta seperti dirinya, dan seorang anak yang baik hati walaupun memiliki keterbatasan fisik. Selain itu, kita akan melihat trik dan juga tipuan yang dilakukan oleh Marcus guna meyakinkan kliennya dalam hal urusan pengusiran setan. Sebenarnya hal ini cukup unik, dimana akhirnya kita bisa jadi mempertanyakan tentang trik pengusiran setan itu sendiri dan apakah memang benar yang namanya ritual pengusiran setan itu benar – benar ada atau tidak. Dari 35 menit awal film ini bergulir pun kita juga bisa melihat bahwa ternyata Marcus melakukan penginjilan serta pengusiran setan tanpa disertai dengan motif untuk melayani Tuhan secara sepenuh hati dan hal tersebut sudah bergeser maknanya menjadi sebuah rutinitas biasa saja. Lebih ironisnya lagi, Marcus sampai tega untuk melakukan ritual pengusiran setan bohongan hanya demi mengeruk keuntungan semata. Sebuah hal yang sangat ironis dan bisa dikatakan tidak pantas walaupun Marcus melontarkan berbagai alasan untuk mengelak. Tapi di sisi lain, kita juga bisa melihat bahwa hati nurani Marcus masih mau berbicara dan berusaha untuk melepaskan segala tindakan tidak terpujinya tersebut dengan cara bertobat, lebih melayani Tuhan dengan sepenuh hati, dan tidak akan melakukan lagi ritual pengusiran setan tipuan tersebut. Marcus justru lebih memilih untuk membongkar segala trik tipuan dari ritual pengusiran setan bohong – bohongan tersebut daripada terus melakukan ritual pengusiran setan tipuan. Kita juga bisa melihat bahwa Marcus masih memiliki hati nurani untuk menolong sesama walaupun dengan keterbatasan yang dia miliki. Semua hal tersebut terasa kontradiksi memang, namun hal inilah yang menjadikan film ini menarik. Walaupun begitu, bagi anda yang mencari sebuah film horror yang menegangkan, film ini tidak menawarkan sebuah film dengan ketegangan yang intens serta horror yang mencekam sepanjang filmnya. Bahkan, bisa dikatakan, film ini memiliki tingkat ketegangan serta horror yang kurang mencekam serta lebih memilih untuk membangun ketegangan penonton secara perlahan – lahan.

Kesalahan terbesar film ini adalah jika memang film ini mau untuk memakai format documentary layaknya film Paranormal Activity atau Blair Witch Project, dengan bodohnya film ini justru menampilkan music background di sepanjang filmnya dan tidak menampilkan sound background yang mengerikan, mengejutkan, atau mampu membuat penonton merinding. Lebih parahnya lagi, film ini justru menggantikan hal – hal tersebut dengan music background yang tidak mencekam sama sekali. Melihat hal ini, penonton pasti merasa aneh dan berpikir bahwa film documenter namun memiliki music background? Sungguh aneh dan tidak terasa sama sekali unsur nyatanya. Penonton manapun pasti tidak akan tertipu dengan hal ini. Tidak seperti The Blair Witch Project atau Paranormal Activity yang mampu menipu penonton lewat format documenter nya, film ini justru sejak awal sudah memperlihatkan tipuannya kepada para penonton sejak awal. Hal ini seperti kita menonton pertunjukkan sulap, dimana kita tahu sulap ada sebuah tipuan yang menggunakan trik – trik yang keren, namun sepanjang kita menonton pertunjukkan sulap tersebut, perasaan dan keyakinan kita bisa digoyahkan akibat pertunjukkan sulap yang terasa begitu nyata di mata kita dan kita tidak bisa melihat trik yang digunakan oleh si pesulap ketika beraksi. Nah, perasaan kita menonton film The Last Exorcism ini justru seperti kita menonton sulap, namun kita sudah diberitahu triknya dari awal, sehingga kita tidak bisa menikmati pertunjukkan sulap dengan perasaan yang berbunga – bunga.

Film ini selamat berkat 15 menit terakhir film ini bergulir. Adegan endingnya mampu di twist dengan cukup menarik dan memiliki penyelesaian yang mampu membuat anda tercengang semuanya. Setidaknya dengan ending yang cukup menarik, film ini justru menjadi selamat dari jurang kehancuran.

Overall, film The Last Exorcism justru cukup berhasil menjadi sebuah film dengan gaya pendekatan yang baru ketimbang melulu menjual adegan – adegan horror semata di sepanjang filmnya. Film ini secara mengejutkan mampu memberikan sebuah alternatif tontonan horror baru, dengan memasukkan berbagai unsur manusiawi ke dalamnya. Pengusiran setan yang ternyata bohongan dan juga jiwa untuk melayani Tuhan yang ternyata jika tidak diimani serta diamini dengan baik yang bisa berakibat menjadi sebuah rutinitas belaka membuat kita semakin sadar untuk lebih waspada terhadap hal – hal semacam ini dan juga bisa menjadi bahan perenungan pribadi bagi diri kita sendiri. Namun, film ini memiliki kelemahan dalam hal presentasi filmnya yang terlihat tidak real, film yang berjalan cukup lambat, dan ketegangan yang tidak terlalu mantap selama film bergulir. Selain itu, apakah semua kalangan penonton bisa tetap terjaga untuk mengikuti film ini, dimana setelah film yang berjalan lambat ( walau sudah dinaikkan temponya sedikit – sedikit ), 15 menit terakhir film ini adalah bagian terbaik dari film karya sutradara independent Daniel Stamm ini? Saya agak meragukan hal tersebut akibat isi filmnya yang mungkin bagi sebagian orang terlihat cukup membosankan. Film ini bagaikan cermin yang memiliki 2 sisi. Di satu sisi, film ini menawarkan sebuah film dengan konsep horror yang berbeda serta memiliki bobot yang cukup baik dalam penyampaian pesan cerita. Di sisi lain, film ini justru bukanlah pilihan yang bijak bagi anda para pencari film horror yang memiliki intensitas ketegangan yang terjaga selama filmnya berlangsung. Namun tetap, harus diakui, 15 menit terakhir film ini adalah penyelamat film ini. Selain itu, keunikan yang ada pada film ini rasanya harus cukup kita beri apresiasi karena jarang ada sebuah film horror yang seperti ini, yang mampu menyentil iman kita. Jadi, sekarang pilihan ada di tangan anda. Apakah anda mau menonton sebuah film horror dengan pendekatan yang berbeda? Atau lebih memilih setia dengan film horror yang lebih menjual adegan seram selama filmnya bergulir? Jika anda bisa terima dengan pilihan pertama, anda wajib untuk menyaksikan film ini. Namun, jika anda lebih memilih pilihan kedua, maka ada baiknya anda menghindari film ini. So, pilihan ada di tangan anda, dan 1 pesan lagi yang sangat penting bagi anda setelah menyaksikan film ini : jangan pernah berurusan dengan hal – hal yang berbau gaib jika kita ternyata tidak memiliki kemampaun untuk menangkal hal tersebut, sebab jika kita berani – berani untuk bermain dengan alam gaib, maka kita akan kena akibatnya dalam bentuk dan cara apapun. Akhir kata, selamat menonton.

Cerita = 7 / 10

Pemain = 6 / 10

Kriteria khusus :

Tingkat Horror = 4 / 10

Tempo film = 4 / 10

Ending = 7 / 10

Pesan Cerita = 7 / 10

Total = 6 / 10

Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis

Trailer 1:


Trailer 2:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar