Selasa, 21 September 2010

Review Resident Evil Afterlife 3D


Review

Resident Evil : Afterlife 3D ( Screen Gems_2010 )

Pemain :

· Milla Jovovich as Alice

· Ali Larter as Claire Redfield

· Wentworth Miller as Chris Redfield

· Shawn Roberts as Albert Wesker

· Spencer Locke as K-Mart

· Boris Kodjoe as Luther West

· Kim Coates as Bennett

· Kacey Barnfield as Crystal

Sutradara : Paul W.S Anderson

Rilis =

  • 10 September 2010 ( Amerika Serikat )
  • 18 September 2010 ( Midnight Show di Bioskop XXI Indonesia )
  • 21 September 2010 ( Main di Bioskop XXI Indonesia )

T

eknologi 3D akhir – akhir benar - benar sedang menjamur, khususnya untuk dunia perfilman Hollywood. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini, sudah banyak genre film yang menggunakan teknologi 3D dalam setiap film yang diproduksi oleh Hollywood. Genre action, adventure, bahkan horror pun sudah mulai menggunakan teknologi 3D. Namun, tak sedikit dari film – film tersebut yang ternyata hasil 3D-nya mengecewakan. Beberapa contoh film terbaru yang hasil 3D-nya mengecewakan adalah Clash of the Titans, The Last Airbender, hingga Cats and Dogs : The Revenge of Kitty Galore. Nah, kali ini, apakah film bergenre Sci Fi Horror Action berjudul Resident Evil ( selanjutnya akan kita singkat menjadi RE ) Afterlife ini hasil 3D-nya mengecewakan? Atau lebih bagus? Atau standard saja? Mari kita lihat reviewnya.

Sebelum masuk reviewnya, mari kita lihat dulu sinopsis ceritanya. Film RE Afterlife ini masih berkisah tentang petualangan Alice ( Jovovich ) untuk menghancurkan organisasi penyebar virus mematikan yang merubah hampir seluruh umat manusia di muka bumi ini menjadi zombie haus darah dan daging, yaitu Umbrella Corporation. Langsung melanjutkan cerita dari film – film RE sebelumnya, kali ini Alice menggempur markas besar Umbrella Corporation yang berada di Tokyo. Albert Wesker ( Roberts ), pimpinan Umbrella Corp. sudah menanti kedatangan Alice dan kloningannya dengan mempersiapkan banyak pasukan dan juga kekuatan barunya. Gagal dengan penyerbuannya yang menyebabkan kaburnya Wesker, Alice pun terbang ke Alaska dan menemukan kenyataan pahit, bahwa ternyata, Alaska tidak seaman yang diberitakan oleh media – media. Disitu pula, Alice bertemu dengan partner lamanya, Claire Redfield ( Larter ) yang mengalami amnesia. Setelah Alaska dinyatakan tidak aman, Alice dan Claire terbang ke Los Angeles dan menemukan sekelompok manusia yang berusaha bertahan hidup dengan senjata dan keahlian seadanya. Salah satu diantara rombongan tersebut adalah Chris Redfield ( Miller ), kakak Claire. Terdesak dengan serangan zombie yang semakin menggila, mereka harus lari berusaha untuk bertahan hidup dan mencari tempat yang aman untuk berlindung, sekaligus menghadapi kawanan zombie yang telah bermutasi menjadi zombie bernama Majini dan The Executioner serta menghadapi Wesker, yang telah menjebak mereka di Los Angeles dengan tujuan memusnahkan keberadaan manusia di muka bumi untuk selama – lamanya.

Dengan cerita yang semakin kopong, mau tak mau film RE kali ini benar – benar bergantung pada adegan – adegan action yang memiliki teknologi 3D, hingga adegan – adegan action yang diharapkan mampu menghibur penonton. Lalu, apakah tekonologi 3D serta adegan action yang diharapkan bisa menolong film ini benar – benar bisa mencapai target untuk menghibur penonton? Untuk teknologi 3D-nya, film ini tergolong biasa – biasa saja, bahkan bisa dibilang tidak terlalu konsisten untuk teknologi 3D-nya. Beberapa detail – detail kecil, seperti misalnya pecahan – pecahan tembok ketika terkena efek tembakan, kaca – kaca yang pecah, hingga lontaran – lontaran selongsong peluru yang keluar dari senjata dan juga jalur peluru yang hendak mengarah ke kita, cukup terasa efek 3D nya. Sekitar 30 menit awal film ini bergulir, semua adegan – adegan 3D-nya cukup bagus dan juga terasa cukup nyata bagi kita. Namun, semua efek 3D tersebut mencapai klimaks ketika lemparan kapak dari The Executioner mengarah ke penonton ( sekitar menit ke 65 ). Setelah itu, efek 3D nya terasa biasa saja. Bahkan, ketika film ini mencapai adegan pertarungan klimaks, yaitu ketika Alice melawan 2 anjing doberman yang sudah terinfeksi oleh T-Virus yang telah bermutasi serta pertarungan 2 lawan 1 antara Albert Wesker versus Chris dan Claire Redfield, adegan 3D-nya justru terasa menggelikan, kalau tidak mau dibilang konyol. Adegan – adegan action slow motion ala Matrix yang digabung dengan 3D, terasa lucu dan menggelikan akibat hasil visual efek-nya yang masih kasar dan benar – benar seperti mirip game dengan visual efek yang setengah jadi. Sebenarnya, film ini memiliki sinematografi yang cukup baik dalam hal pengambilan angle shoot sehingga diharapkan bisa mengejutkan penonton dan membuat penonton takjub dengan efek 3D-nya. Misalnya ketika zombie Majini membuka mulutnya yang terbelah dengan tujuan memangsa musuhnya, kamera men-shoot langsung muka zombie Majini tersebut secara face to face, atau ketika Wesker bermutasi menjadi monster, kamera men-shoot langsung muka Wesker secara berhadapan. Sayang, akibat teknologi special efeknya yang masih kasar, membuat adegan – adegan yang seharusnya mampu membuat penonton kaget dan merasakan betapa real-nya zombie Majini atau Wesker yang hendak menyerang kita, justru tidak terasa disini. Ketidak-konsistenan efek 3D dalam film ini juga terasa ketika film ini berada pada background lingkungan sekitarnya. Pada saat awal bergulir, efek 3D nya terasa real akibat memisahnya background lingkungan dengan karakternya ( seperti gambar timbul atau pop – up ). Namun, ketika film bergulir mulai pertengahan film hingga mencapai klimaks, justru tidak terasa 3D-nya. Hal inilah yang menjadi kelemahan adegan – adegan 3D pada film RE Afterlife. Kadang 3D-nya terasa, namun kadang 3D nya tidak terasa. Awalnya film ini memiliki 3D yang bagus, namun semakin menurun ketika film ini berjalan mulai pertengahan hingga film ini berakhir.

Sebenarnya film ini berjalan menarik di awal, namun ketika memasuki pertengahan, film ini terasa membosankan. Adegan – adegan actionnya terasa kurang seru ketika memasuki pertengahan film. Untungnya, bagian pertengahan tersebut sedikit tertolong dengan adegan pertarungan Claire dan Alice versus The Executioner yang diakhiri dengan lemparan kapak yang terasa nyata ke arah penonton. Namun selepas itu, selesai sudah adegan action yang menghibur. Adegan action klimaks film ini, seperti yang sudah disampaikan diatas, terasa biasa saja dan kurang seru serta konyol.

Para pemain di film ini bisa dikatakan sudah semakin menyatu dengan karakter – karakternya. Milla Jovovich makin menyatu dengan Alice, sedangkan Ali Larter terlihat semakin nyaman memerankan karakter Claire Redfield. Khusus untuk karakter Alice, di film ini, tokoh Alice cukup tergali karakternya. Kita bisa melihat secara sekilas mengenai sisi manusiawi Alice lewat adegan keputus-asaan Alice ketika mencoba mencari manusia yang masih hidup di bumi ini. Dengan video jurnal yang selalu direkamnya setiap ada kesempatan, Alice mengutarakan keputus-asaannya karena sudah sekitar 6 bulan mencari manusia yang masih bertahan hidup di bumi ini tanpa hasil dan adegan ini cukup mengejutkan untuk ukuran film – film RE, karena jarang sekali memperlihatkan sikap putus asa Alice karena biasanya dia selalu optimis dengan pekerjaannya. Selain memperlihatkan keputus-asaannya, kita juga bisa melihat bahwa Alice ternyata memiliki hobi mengoleksi koin. Sedangkan untuk para pemeran – pemeran barunya, hanya Shawn Roberts yang cukup meyakinkan sebagai Albert Wesker, sang penjahat utama dari Umbrella Corp. Mimik muka, kostum, bentuk tubuh, serta sifatnya yang kejam dan tanpa kompromi mirip dengan Wesker versi game dan Roberts cukup berhasil memerankan Albert Wesker dengan meyakinkan. Untuk Wentworth Miller, dia kurang berkharisma serta kurang berotot untuk memerankan tokoh Chris Redfield. Tidak seperti gamenya, dimana tokoh Chris terlihat berkharisma dan macho berkat tampilan fisiknya yang kekar berotot, tokoh Chris versi live action terasa kurang pas diperankan oleh Miller. Boris Kodjoe di film ini cukup berperan sebagai scene stealer sebagai tokoh Luther yang konyol, namun juga macho dan baik hati. Sisanya, semua berperan standard, bahkan kurang meyakinkan. Sayangnya, semua karakter baru yang ada pada film ini tidak tergali secara maksimal karakternya. Mungkin dengan asumsi semua penonton dan fans RE sudah mengenal lebih jauh tentang background character dari tokoh – tokoh seperti Chris, Claire, dan Wesker lewat game, sehingga mereka tidak perlu menggali karakter ketiga tokoh baru tersebut dengan lebih dalam lagi.

Overall, film RE Afterlife ini sebenarnya berpotensi masih bisa menghibur penonton lewat adegan – adegan action yang seru serta penggunaan teknologi Fusion Camera 3D yang maksimal. Namun, justru hal tersebut masih terasa kurang maksimal hasilnya akibat spesial efek 3D-nya yang masih kasar dan ketidak-konsistenan efek 3D-nya sepanjang film berjalan. Selain itu, adegan – adegan action terasa semakin hambar dan juga kurang seru. Film ini tertolong berkat promosi 3D-nya yang cukup gencar, humor yang cukup segar, serta karakter Alice yang cukup tergali emosi serta penokohannya. Namun, hal tersebut dirasa masih tidak cukup untuk menyelamatkan RE Afterlife dari perolehan nilai negatif. Jika mau secara kasar dikatakan, filmnya terasa menjadi sebuah film kelas B. Hambar dan kurang seru. Jika hal ini tetap diteruskan untuk ke depannya, maka film RE berpotensi semakin hancur ke depannya dan penonton semakin menyadari bahwa film RE bisa menjadi sebuah film yang tidak perlu ditonton. Hati – hati, Paul W.S Anderson. Jika anda tidak semakin berhati – hati untuk ke depannya serta tidak memperbaiki segala kekurangan yang ada pada film – film RE, maka bukan tidak mungkin film RE selanjutnya akan ditinggal penonton. Lalu, bagaimana dengan gosip tentang film RE 5 yang kabarnya akan menghadirkan tokoh Leon Kennedy? Well, seperti yang sudah dikonfirmasi di oleh aktris Milla Jovovich pada 12 September silam di sebuah pesta Mercedes-Benz Tea Party di Lincoln Center yang menyatakan bahwa film RE 5 akan segera digarap, maka jelaslah bahwa film RE 5 sedang memasuki tahap persiapan produksi untuk dirilis sekitar tahun 2012 atau 2013 mendatang. Well, sah – sah saja memang jika film RE 5 tetap diproduksi nantinya, namun, jika semua kekurangan yang ada tidak cepat – cepat diperbaiki, maka film RE 5 bisa saja tidak laku. Namun, tetap menarik untuk melihat, daya tarik apalagi yang akan ditawarkan oleh pihak studio pembuat film – film RE untuk menyukseskan film RE 5 kelak. Apakah dengan memasukkan tokoh pujaan fans RE lainnya, yaitu Leon Kennedy, Barry Burton, Rebecca Chambers, atau mungkin tokoh Sheva Alomar dari game RE 5? Atau bahkan mulai menggunakan teknologi 4D untuk film RE 5? Entahlah. Namun, tetap menarik untuk menyaksikan sepak terjang Screen Gems guna mensukseskan film RE 5 kelak. Just wait and see.. He3. XD.

NB : Setelah credit nama – nama pemainnya bergulir, jangan langsung pulang ya. Ada adegan kejutannya. He3. ;).

Point :

Cerita = 4 / 10

Pemain = 5 / 10

Kriteria khusus :

Sinematografi = 7 / 10

Special Efek ( 3D ) = 6 / 10

Unsur Hiburan

dan bobot cerita = 5 /10

Total = 5.5 / 10

Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar