Review
Eat Pray Love ( Columbia Pictures_2010 )
Pemain :
Sutradara : Ryan Murphy
Rilis =
Julia Roberts adalah aktris Amerika yang pernah memegang predikat sebagai America’s Sweetheart akibat peran – perannya yang begitu total dalam film – film bergenre komedi romantis di perfilman Hollywood. Bermula dari kesuksesan film Pretty Woman di tahun 1990 bersama aktor ganteng Richard Gere yang membawa dirinya masuk dalam bursa perebutan piala Oscar dalam Nominasi The Best Actress ( walaupun kalah dari aktris Kathy Bates ) pada tahun tersebut, Julia pun kemudian sukses membintangi beberapa judul film komedi romantis seperti My Best Friend’s Wedding, Runaway Bride, Notting Hill, serta America’s Sweetheart. Walaupun begitu, aktris yang satu ini juga tidak terjebak dalam peran – peran tipikal seperti ini saja. Buktinya, Julia juga berani untuk mengambil peran – peran yang berbeda dengan genre favoritnya, yaitu komedi romantis. Sebut saja film thriller Sleeping with the Enemy, action thriller Conspiracy Theory, drama berbobot Erin Brockovich ( yang membuahkannya sebuah piala Oscar sebagai The Best Actress pada tahun 2000 silam ), hingga dwilogy film The Ocean’s Gang, yaitu Ocean’s Eleven dan Ocean’s Twelve. Walaupun beberapa tahun terakhir karir Julia naik turun akibat sibuk mengurus rumah tangganya, Julia pun mencoba kembali bangkit di tahun 2010 ini lewat penampilannya yang numpang lewat dalam film Valentine’s Day, serta tentunya, film yang akan kita bahas ini, yaitu Eat Pray Love. Lalu, bagaimanakah kualitas akting dari aktris yang biasa digaji sekitar US$ 20 – 25 juta per-filmnya ini? Apakah cukup memuaskan di hati penonton? Dan, bagaiman dengan kualitas filmnya sendiri? Apakah cukup bagus dan mengena di hati penonton? Mari kita bahas satu per-satu.
Film Eat Pray Love ini menceritakan tentang seorang wanita bernama Elizabeth Gilbert ( Roberts ), seorang wanita karier sukses yang sedang mengalami dilema dalam kehidupannya. Awalnya, dia memiliki segalanya : suami yang baik hati, kehidupan mapan, serta karier yang sukses. Namun suatu ketika, semua hal tersebut sirna begitu saja dan Liz pun mengalami depresi yang sangat luar biasa. Hidupnya hampa dan diapun juga kehilangan arah untuk melanjutkan hidupnya. Hingga akhirnya, dia memiliki sebuah ide nekad untuk melakukan perjalanan ke tiga negara yang berbeda dengan tujuan untuk menyembuhkan luka batinnya, mencari ketenangan hidup, serta menata kembali hidupnya yang berantakan. Dengan mempertaruhkan segalanya yang ia miliki, dimulailah perjalanan Liz ke tiga negara berbeda, yaitu Italia, India, dan juga Bali. Di Italia, dia berencana untuk makan sepuasnya, belajar memasak, hingga belajar cara menikmati hidup ala orang Italia; di India, dia berniat untuk memperdalam ilmu spiritual dalam dirinya; dan di Bali, dia berniat untuk melihat panorama indah, merayakan tahun baru disana, serta bertemu dengan seorang dukun spiritual baik hati, Ketut Liyer, untuk membimbing kembali kehidupannya. Lewat perjalanan ke tiga negara yang berbeda tersebut, Liz pun mengalami berbagai kejadian unik dan semakin menambah pembelajaran bagi dirinya agar bisa menjadi manusia yang utuh dan lebih kuat lagi untuk kedepannya. Lewat petualangan inilah, Liz bisa menambah banyak teman dari berbagai negara. Namun, apakah semua itu benar – benar membuat Liz merasa menjadi manusia yang utuh kembali? Hingga akhirnya, ada suatu kejutan yang tak disangka – sangka olehnya yang membuat hidupnya kembali utuh.
Sebagai sebuah film drama, film Eat Pray Love dirasa cukup bagus dari banyak sisi. Film ini menawarkan sebuah konsep cerita yang lumayan bagus, yaitu tentang perjalanan seorang wanita bertualang ke 3 negara berbeda guna menemukan kembali semangat hidup serta menata kembali hidupnya yang hancur. Namun, jika kita mau teliti lebih dalam lagi, film ini sebenarnya tidak hanya bagus bagi kaum hawa saja, namun juga bagi kaum adam yang juga sedang memiliki permasalahan yang serupa. Sutradara Ryan Murphy yang memang sudah malang melintang sebagai sutradara spesialis seri TV drama Amerika terkenal seperti Nip/Tuck, Popular, hingga seri TV remaja yang sedang hit saat ini, yaitu Glee, berhasil menjalankan tugasnya dengan baik dengan cara berhasil mengarahkan para pemain di film ini agar bisa bermain lepas serta mampu menunjukkan emosi dari masing - masing tokoh yang diperankan oleh masing - masing aktor. Murphy pun juga berhasil membagi screentime dari setting tempat film ini. Sepanjang 135 menit film ini bergulir, Murphy membagi rata screentime dari 4 setting tempat yang tertera di film ini, yaitu Amerika, Italia, India, dan Bali.
Tak cuma itu, Murphy yang bekerjasama dengan cinematographer Robert Richardson berhasil menangkap keindahan panorama dari 3 negara yang berbeda, yaitu Italia, India, dan juga Bali. Penonton diajak untuk menikmati keindahan - keindahan panorama serta menikmati suasana yang menjadi ciri khas masing - masing dari ketiga negara tersebut. Di Italia, kita bisa melihat berbagai bangunan tua bersejarah, panorama pedesaan dan perkotaan Italia yang indah, serta tentunya, menikmati keindahan serta kelezatan dari makanan - makanan Italia yang memang terkenal lezat dan menggoda selera tersebut. Selain itu, kita juga bisa mempelajari berbagai adat yang ada di Italia, seperti bagaimana caranya kita berekspresi dengan tangan kita saat menikmati makanan lezat, ketika sedang marah dan jengkel dengan seseorang dll, serta tentunya, belajar beberapa bahasa Italia. Di India, kita juga bisa melihat pemandangan kota India yang semerawut, berdebu, dan macet namun juga kental dengan suasana agama Hindu yang nampak damai dan juga mampu menenangkan jiwa. Di Bali, kita bisa melihat berbagai panorama keindahan khas bali, seperti pantainya yang eksotis, pegunungan yang indah, sawah yang menghijau, serta pemandangan khas Bali lainnya yang tentunya mampu menarik hati para penonton. Selain itu, original score musik di film inipun terasa hidup serta mampu untuk mengiringi berbagai adegan yang ada pada film ini. Ketika sedang dalam suana sedih, original score-nya berhasil menyampaikan perasaan sedih kepada para penontonnya; atau ketika sedang perasaan gembira, original score-nya berhasil menyampaikan perasaan gembira kepada para penontonnya. Kerja keras composer Dario Marianelli terbukti berhasil untuk mengikat emosi dan perasaan penonton terhadap adegan - adegan yang ada pada film ini.
Untuk para aktor dan aktrisnya, bisa dikatakan semua pemain bermain baik dan juga bagus. Julia Roberts cukup bermain total sebagai Liz Gilbert yang awalnya hidup penuh dengan kebahagiaan, namun akhirnya hancur dan berusaha untuk memulihkan hidupnya kembali. Memang masih belum sebaik ketika dia bermain sebagai Erin Brockovich dalam film Erin Brokovich memang, namun minimal Julia berhasil untuk menyampaikan rasa pedih, hancur, serta kehilangan yang dirasakan tokoh Liz Gilbert kepada para penonton dan hal tersebut cukup mengena di hati penonton. Ekspresi sedih, depresi, marah, kecewa, serta ( terkadang ) bahagianya mampu dirasakan penonton di film ini. Beberapa pemain pendukung film ini, seperti Javier Bardem, James Franco, Billy Crudup, Richard Jenkins, hingga Christine Hakim dan Hadi Subiyanto-pun bermain bagus di film ini. James Franco yang tahun ini memang sedang dalam masa keemasan dalam karier beraktingnya ini setelah September kemarin dipuji pada Festival Film Toronto 2010 dalam film 127 Hours ini, bermain cukup bagus sebagai David, kekasih Liz yang berprofesi sebagai aktor serta memiliki hubungan yang singkat dengan Liz sebagai bentuk pelarian Liz semata ketika menghadapi perceraian dengan suaminya. Billy Crudup yang tahun lalu bermain total sebagai Dr. Manhattan dalam film Watchmen, bermain cukup baik sebagai Steven, mantan suami Liz yang sebenarnya masih mencintai dirinya, namun akhirnya harus menerima kenyataan pahit diceraikan oleh Liz dan terlihat membenci Liz akibat hal tersebut. Sedangkan Richard Jenkins bermain meyakinkan sebagai Richard, seorang teman spiritual Liz di India yang memiliki masa lalu yang kelam dan pedih yang menyebabkan dirinya akhirnya mencari ketenangan di India serta berusaha untuk membimbing Liz agar bisa mendapatkan kedamaian hidup kembali. Christine Hakim, aktris senior kebanggan Indonesia, tetap seperti biasanya bermain bagus sebagai Wayan, seorang ahli jamu dan obat - obatan asal Bali yang membantu Liz menyembuhkan luka di kakinya akibat kecelakaan yang dialaminya di Bali serta memiliki masa lalu yang kelam dan mampu merebut simpati Liz untuk mau membantunya.
Namun, yang paling menonjol dalam film ini adalah pemeran Ketut Liyer, yaitu Hadi Subiyanto. Hadi yang sebenarnya bukan seorang aktor profesional ini justru mampu mencuri perhatian penonton lewat tokoh Ketut Liyer yang diperankan olehnya. Tokoh Ketut Liyer yang baik, bijaksana, serta lugu dan memiliki bahasa Inggris yang pas - pasan namun mampu dimengerti oleh semua orang ini justru berhasil menjadi penyegar dalam film ini. Siapa yang tidak tertawa melihat wajah lugu, baik hati, serta bijaksana Ketut Liyer dengan bahasa Inggrisnya yang pas - pasan dengan logat Bali yang cukup kental ( misalnya ketika dia berkata "See it with your your Liver ( hati )", bukannya Heart ( sama - sama artinya hati, namun dia menggunakan kata liver ketimbang heart. He3. XD) )? Pastinya, setiap kali tokoh Ketut muncul dalam screen, penonton pasti terhibur dan mampu merasakan kebijaksanaan dukun spiritual yang baik hati ini. Sebenarnya Hadi tidak bermaksud untuk melucu atau membuat penonton tertawa ketika dia muncul di layar, namun, apa daya. Dengan aktingnya yang pas, penonton pasti dibuat tertawa ketika menyaksikan scene dirinya dengan Liz. Namun, di sisi lain, sebenarnya kita juga bisa melihat bahwa Ketut adalah sosok bijaksana yang berusaha untuk membantu Liz untuk mendapatkan kembali keutuhan hidupnya serta sudah menganggap Liz sebagai anak kandungnya sendiri. Dan tak ketinggalan, aktor asal Spanyol, Javier Bardem, yang bermain total sebagai Felipe, seorang pengusaha asal Brazil yang tinggal serta mencintai Bali dan jatuh cinta dengan Liz di Bali. Logat bicaranya yang cukup Brazilian serta campuran Australia, dengan gerak - gerik mimik muka yang kikuk namun berwajah cukup tampan, serta adanya rasa hampa dan takut dalam dirinya akibat trauma masa lalunya, berhasil diperankan oleh Bardem dengan baik disini. Nampaknya, pilihan aktor yang baru saja menikah dengan aktris Penelope Cruz untuk berkomitmen di film ini ketimbang bermain di film Wall Street : Money Never Sleeps ini cukup benar dan terbukti, performanya tetap apik di film Eat Pray Love ini.
Overall, film Eat Pray love adalah sebuah film drama yang bagus, cerita yang menyentuh, dan juga didukung oleh permainan aktor dan aktrisnya yang bagus serta total dan dukungan dari segi teknis yang memukau, khususnya dalam hal visualisasi keindahan alam serta suasana 3 negara yang ada pada film ini. Semua cast and crew film ini berhasil bekerja secara total dengan tujuan tak hanya untuk menghibur penonton saja, namun juga berusaha untuk menyentuh hati penonton lewat perenungan yang ada pada film ini. Lewat film ini kita diajak untuk merenung sejenak, apakah memang hidup kita sudah lengkap? Atau ada hal yang terasa hilang? Lalu, bagaiman caranya kita menjalani hidup ketika kita berada di persimpangan jalan atau sedang tertimpa permasalahan yang berat? Lewat film ini, minimal kita bisa menjadikannya sebagai referensi bagi kita untuk berpikir dan merenung atau mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kita agar bisa menyelesaikan semua permasalahan hidup dan menjadikan diri kita lebih baik lagi. Diluar pro dan kontra film ini di Amerika sana, bahwa film ini terlihat sebagai bentuk narsisme semata dari pengalaman sang penulis, atau media Italia yang kurang sreg dengan penggambaran budaya Italia di film ini, atau juga kenyataan bahwa film ini terlambat dirilis di negara kita ( jika anda masuk ke official website-nya, Blu-Ray dan DVD original film ini sudah bisa dipesan loh ), namun Eat Pray Love adalah salah satu bentuk film drama yang mampu menghibur penonton dari berbagai sisi, khususnya sisi cerita dan juga hiburan. So, bagi anda yang sedang berada di persimpangan jalan dalam hidup anda, atau sedang mengalami kesulitan yang amat sangat, atau memang butuh film pencerahan dalam hidup anda, atau memang sedang butuh film drama menghibur yang berbobot, maka Eat Pray Love adalah film yang WAJIB untuk anda tonton minggu ini. So, akhir kata selamat menonton, dan mari kita belajar untuk berani menghadapi masalah yang ada pada hidup kita lewat film ini, sesuai dengan tagline filmnya: "When something is missing in your life, risk everything and let yourself......GO!!" atau "Have You Lost Touch with who you are?? Then risk everything and let yourself........GO!!!". He3. :).
Point :
Cerita = 7 / 10
Pemain = 8 / 10
Kriteria khusus :
Original Score = 8 / 10
Pesan Cerita = 8 / 10
Sinematografi = 8 /10
Total = 8 / 10
Trailer 1:
Trailer 2:
Eat Pray Love ( Columbia Pictures_2010 )
Pemain :
- Julia Roberts as Elizabeth Gilbert
- Javier Bardem as Felipe
- Billy Crudup as Steven
- Richard Jenkins as Richard
- Viola Davis as Delia
- James Franco as David
- Christine Hakim as Wayan
- Hadi Subiyanto as Ketut Liyer
Sutradara : Ryan Murphy
Rilis =
- 13 Agustus 2010 ( Amerika Serikat )
- 13 Oktober 2010 ( Main di Bioskop Indonesia )
Julia Roberts adalah aktris Amerika yang pernah memegang predikat sebagai America’s Sweetheart akibat peran – perannya yang begitu total dalam film – film bergenre komedi romantis di perfilman Hollywood. Bermula dari kesuksesan film Pretty Woman di tahun 1990 bersama aktor ganteng Richard Gere yang membawa dirinya masuk dalam bursa perebutan piala Oscar dalam Nominasi The Best Actress ( walaupun kalah dari aktris Kathy Bates ) pada tahun tersebut, Julia pun kemudian sukses membintangi beberapa judul film komedi romantis seperti My Best Friend’s Wedding, Runaway Bride, Notting Hill, serta America’s Sweetheart. Walaupun begitu, aktris yang satu ini juga tidak terjebak dalam peran – peran tipikal seperti ini saja. Buktinya, Julia juga berani untuk mengambil peran – peran yang berbeda dengan genre favoritnya, yaitu komedi romantis. Sebut saja film thriller Sleeping with the Enemy, action thriller Conspiracy Theory, drama berbobot Erin Brockovich ( yang membuahkannya sebuah piala Oscar sebagai The Best Actress pada tahun 2000 silam ), hingga dwilogy film The Ocean’s Gang, yaitu Ocean’s Eleven dan Ocean’s Twelve. Walaupun beberapa tahun terakhir karir Julia naik turun akibat sibuk mengurus rumah tangganya, Julia pun mencoba kembali bangkit di tahun 2010 ini lewat penampilannya yang numpang lewat dalam film Valentine’s Day, serta tentunya, film yang akan kita bahas ini, yaitu Eat Pray Love. Lalu, bagaimanakah kualitas akting dari aktris yang biasa digaji sekitar US$ 20 – 25 juta per-filmnya ini? Apakah cukup memuaskan di hati penonton? Dan, bagaiman dengan kualitas filmnya sendiri? Apakah cukup bagus dan mengena di hati penonton? Mari kita bahas satu per-satu.
Film Eat Pray Love ini menceritakan tentang seorang wanita bernama Elizabeth Gilbert ( Roberts ), seorang wanita karier sukses yang sedang mengalami dilema dalam kehidupannya. Awalnya, dia memiliki segalanya : suami yang baik hati, kehidupan mapan, serta karier yang sukses. Namun suatu ketika, semua hal tersebut sirna begitu saja dan Liz pun mengalami depresi yang sangat luar biasa. Hidupnya hampa dan diapun juga kehilangan arah untuk melanjutkan hidupnya. Hingga akhirnya, dia memiliki sebuah ide nekad untuk melakukan perjalanan ke tiga negara yang berbeda dengan tujuan untuk menyembuhkan luka batinnya, mencari ketenangan hidup, serta menata kembali hidupnya yang berantakan. Dengan mempertaruhkan segalanya yang ia miliki, dimulailah perjalanan Liz ke tiga negara berbeda, yaitu Italia, India, dan juga Bali. Di Italia, dia berencana untuk makan sepuasnya, belajar memasak, hingga belajar cara menikmati hidup ala orang Italia; di India, dia berniat untuk memperdalam ilmu spiritual dalam dirinya; dan di Bali, dia berniat untuk melihat panorama indah, merayakan tahun baru disana, serta bertemu dengan seorang dukun spiritual baik hati, Ketut Liyer, untuk membimbing kembali kehidupannya. Lewat perjalanan ke tiga negara yang berbeda tersebut, Liz pun mengalami berbagai kejadian unik dan semakin menambah pembelajaran bagi dirinya agar bisa menjadi manusia yang utuh dan lebih kuat lagi untuk kedepannya. Lewat petualangan inilah, Liz bisa menambah banyak teman dari berbagai negara. Namun, apakah semua itu benar – benar membuat Liz merasa menjadi manusia yang utuh kembali? Hingga akhirnya, ada suatu kejutan yang tak disangka – sangka olehnya yang membuat hidupnya kembali utuh.
Sebagai sebuah film drama, film Eat Pray Love dirasa cukup bagus dari banyak sisi. Film ini menawarkan sebuah konsep cerita yang lumayan bagus, yaitu tentang perjalanan seorang wanita bertualang ke 3 negara berbeda guna menemukan kembali semangat hidup serta menata kembali hidupnya yang hancur. Namun, jika kita mau teliti lebih dalam lagi, film ini sebenarnya tidak hanya bagus bagi kaum hawa saja, namun juga bagi kaum adam yang juga sedang memiliki permasalahan yang serupa. Sutradara Ryan Murphy yang memang sudah malang melintang sebagai sutradara spesialis seri TV drama Amerika terkenal seperti Nip/Tuck, Popular, hingga seri TV remaja yang sedang hit saat ini, yaitu Glee, berhasil menjalankan tugasnya dengan baik dengan cara berhasil mengarahkan para pemain di film ini agar bisa bermain lepas serta mampu menunjukkan emosi dari masing - masing tokoh yang diperankan oleh masing - masing aktor. Murphy pun juga berhasil membagi screentime dari setting tempat film ini. Sepanjang 135 menit film ini bergulir, Murphy membagi rata screentime dari 4 setting tempat yang tertera di film ini, yaitu Amerika, Italia, India, dan Bali.
Tak cuma itu, Murphy yang bekerjasama dengan cinematographer Robert Richardson berhasil menangkap keindahan panorama dari 3 negara yang berbeda, yaitu Italia, India, dan juga Bali. Penonton diajak untuk menikmati keindahan - keindahan panorama serta menikmati suasana yang menjadi ciri khas masing - masing dari ketiga negara tersebut. Di Italia, kita bisa melihat berbagai bangunan tua bersejarah, panorama pedesaan dan perkotaan Italia yang indah, serta tentunya, menikmati keindahan serta kelezatan dari makanan - makanan Italia yang memang terkenal lezat dan menggoda selera tersebut. Selain itu, kita juga bisa mempelajari berbagai adat yang ada di Italia, seperti bagaimana caranya kita berekspresi dengan tangan kita saat menikmati makanan lezat, ketika sedang marah dan jengkel dengan seseorang dll, serta tentunya, belajar beberapa bahasa Italia. Di India, kita juga bisa melihat pemandangan kota India yang semerawut, berdebu, dan macet namun juga kental dengan suasana agama Hindu yang nampak damai dan juga mampu menenangkan jiwa. Di Bali, kita bisa melihat berbagai panorama keindahan khas bali, seperti pantainya yang eksotis, pegunungan yang indah, sawah yang menghijau, serta pemandangan khas Bali lainnya yang tentunya mampu menarik hati para penonton. Selain itu, original score musik di film inipun terasa hidup serta mampu untuk mengiringi berbagai adegan yang ada pada film ini. Ketika sedang dalam suana sedih, original score-nya berhasil menyampaikan perasaan sedih kepada para penontonnya; atau ketika sedang perasaan gembira, original score-nya berhasil menyampaikan perasaan gembira kepada para penontonnya. Kerja keras composer Dario Marianelli terbukti berhasil untuk mengikat emosi dan perasaan penonton terhadap adegan - adegan yang ada pada film ini.
Untuk para aktor dan aktrisnya, bisa dikatakan semua pemain bermain baik dan juga bagus. Julia Roberts cukup bermain total sebagai Liz Gilbert yang awalnya hidup penuh dengan kebahagiaan, namun akhirnya hancur dan berusaha untuk memulihkan hidupnya kembali. Memang masih belum sebaik ketika dia bermain sebagai Erin Brockovich dalam film Erin Brokovich memang, namun minimal Julia berhasil untuk menyampaikan rasa pedih, hancur, serta kehilangan yang dirasakan tokoh Liz Gilbert kepada para penonton dan hal tersebut cukup mengena di hati penonton. Ekspresi sedih, depresi, marah, kecewa, serta ( terkadang ) bahagianya mampu dirasakan penonton di film ini. Beberapa pemain pendukung film ini, seperti Javier Bardem, James Franco, Billy Crudup, Richard Jenkins, hingga Christine Hakim dan Hadi Subiyanto-pun bermain bagus di film ini. James Franco yang tahun ini memang sedang dalam masa keemasan dalam karier beraktingnya ini setelah September kemarin dipuji pada Festival Film Toronto 2010 dalam film 127 Hours ini, bermain cukup bagus sebagai David, kekasih Liz yang berprofesi sebagai aktor serta memiliki hubungan yang singkat dengan Liz sebagai bentuk pelarian Liz semata ketika menghadapi perceraian dengan suaminya. Billy Crudup yang tahun lalu bermain total sebagai Dr. Manhattan dalam film Watchmen, bermain cukup baik sebagai Steven, mantan suami Liz yang sebenarnya masih mencintai dirinya, namun akhirnya harus menerima kenyataan pahit diceraikan oleh Liz dan terlihat membenci Liz akibat hal tersebut. Sedangkan Richard Jenkins bermain meyakinkan sebagai Richard, seorang teman spiritual Liz di India yang memiliki masa lalu yang kelam dan pedih yang menyebabkan dirinya akhirnya mencari ketenangan di India serta berusaha untuk membimbing Liz agar bisa mendapatkan kedamaian hidup kembali. Christine Hakim, aktris senior kebanggan Indonesia, tetap seperti biasanya bermain bagus sebagai Wayan, seorang ahli jamu dan obat - obatan asal Bali yang membantu Liz menyembuhkan luka di kakinya akibat kecelakaan yang dialaminya di Bali serta memiliki masa lalu yang kelam dan mampu merebut simpati Liz untuk mau membantunya.
Namun, yang paling menonjol dalam film ini adalah pemeran Ketut Liyer, yaitu Hadi Subiyanto. Hadi yang sebenarnya bukan seorang aktor profesional ini justru mampu mencuri perhatian penonton lewat tokoh Ketut Liyer yang diperankan olehnya. Tokoh Ketut Liyer yang baik, bijaksana, serta lugu dan memiliki bahasa Inggris yang pas - pasan namun mampu dimengerti oleh semua orang ini justru berhasil menjadi penyegar dalam film ini. Siapa yang tidak tertawa melihat wajah lugu, baik hati, serta bijaksana Ketut Liyer dengan bahasa Inggrisnya yang pas - pasan dengan logat Bali yang cukup kental ( misalnya ketika dia berkata "See it with your your Liver ( hati )", bukannya Heart ( sama - sama artinya hati, namun dia menggunakan kata liver ketimbang heart. He3. XD) )? Pastinya, setiap kali tokoh Ketut muncul dalam screen, penonton pasti terhibur dan mampu merasakan kebijaksanaan dukun spiritual yang baik hati ini. Sebenarnya Hadi tidak bermaksud untuk melucu atau membuat penonton tertawa ketika dia muncul di layar, namun, apa daya. Dengan aktingnya yang pas, penonton pasti dibuat tertawa ketika menyaksikan scene dirinya dengan Liz. Namun, di sisi lain, sebenarnya kita juga bisa melihat bahwa Ketut adalah sosok bijaksana yang berusaha untuk membantu Liz untuk mendapatkan kembali keutuhan hidupnya serta sudah menganggap Liz sebagai anak kandungnya sendiri. Dan tak ketinggalan, aktor asal Spanyol, Javier Bardem, yang bermain total sebagai Felipe, seorang pengusaha asal Brazil yang tinggal serta mencintai Bali dan jatuh cinta dengan Liz di Bali. Logat bicaranya yang cukup Brazilian serta campuran Australia, dengan gerak - gerik mimik muka yang kikuk namun berwajah cukup tampan, serta adanya rasa hampa dan takut dalam dirinya akibat trauma masa lalunya, berhasil diperankan oleh Bardem dengan baik disini. Nampaknya, pilihan aktor yang baru saja menikah dengan aktris Penelope Cruz untuk berkomitmen di film ini ketimbang bermain di film Wall Street : Money Never Sleeps ini cukup benar dan terbukti, performanya tetap apik di film Eat Pray Love ini.
Overall, film Eat Pray love adalah sebuah film drama yang bagus, cerita yang menyentuh, dan juga didukung oleh permainan aktor dan aktrisnya yang bagus serta total dan dukungan dari segi teknis yang memukau, khususnya dalam hal visualisasi keindahan alam serta suasana 3 negara yang ada pada film ini. Semua cast and crew film ini berhasil bekerja secara total dengan tujuan tak hanya untuk menghibur penonton saja, namun juga berusaha untuk menyentuh hati penonton lewat perenungan yang ada pada film ini. Lewat film ini kita diajak untuk merenung sejenak, apakah memang hidup kita sudah lengkap? Atau ada hal yang terasa hilang? Lalu, bagaiman caranya kita menjalani hidup ketika kita berada di persimpangan jalan atau sedang tertimpa permasalahan yang berat? Lewat film ini, minimal kita bisa menjadikannya sebagai referensi bagi kita untuk berpikir dan merenung atau mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kita agar bisa menyelesaikan semua permasalahan hidup dan menjadikan diri kita lebih baik lagi. Diluar pro dan kontra film ini di Amerika sana, bahwa film ini terlihat sebagai bentuk narsisme semata dari pengalaman sang penulis, atau media Italia yang kurang sreg dengan penggambaran budaya Italia di film ini, atau juga kenyataan bahwa film ini terlambat dirilis di negara kita ( jika anda masuk ke official website-nya, Blu-Ray dan DVD original film ini sudah bisa dipesan loh ), namun Eat Pray Love adalah salah satu bentuk film drama yang mampu menghibur penonton dari berbagai sisi, khususnya sisi cerita dan juga hiburan. So, bagi anda yang sedang berada di persimpangan jalan dalam hidup anda, atau sedang mengalami kesulitan yang amat sangat, atau memang butuh film pencerahan dalam hidup anda, atau memang sedang butuh film drama menghibur yang berbobot, maka Eat Pray Love adalah film yang WAJIB untuk anda tonton minggu ini. So, akhir kata selamat menonton, dan mari kita belajar untuk berani menghadapi masalah yang ada pada hidup kita lewat film ini, sesuai dengan tagline filmnya: "When something is missing in your life, risk everything and let yourself......GO!!" atau "Have You Lost Touch with who you are?? Then risk everything and let yourself........GO!!!". He3. :).
Point :
Cerita = 7 / 10
Pemain = 8 / 10
Kriteria khusus :
Original Score = 8 / 10
Pesan Cerita = 8 / 10
Sinematografi = 8 /10
Total = 8 / 10
Trailer 1:
Trailer 2:
Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar