Jumat, 23 April 2010

Review The Book of Eli


Review

The Book of Eli ( Warner Bros Pictures_2010 )

Pemain : Denzel Washington as Eli

Sutradara : Hughes brothers

Rilis =

  • 15 Januari 2010 ( Amerika )
  • 15 April 2010 (Main di Bioskop Indonesia)

Film tentang akhir jaman tidak selalu identik dengan action adventure seru yang menegangkan apalagi disertai dengan spesial efek wah yang jor – jor an dan gila – gilaan. Film dengan tema ini sebenarnya memiliki banyak sudut pandang yang bisa digali. Bukan melulu tentang proses kehancuran buminya yang ditampilkan secara megah lewat tampilan spesial efek gila - gilaan, tapi juga bisa ditampilkan tentang sudut pandang seseorang setelah bumi hancur lebur serta bagaimana cara mereka menghadapi kehidupan di tengah – tengah kehancuran bumi tersebut. The Book of Eli merupakan salah satu film yang berusaha untuk menggambarkan hal tersebut, selain film The Road. Tapi, ada perbedaan kualitas terhadap kedua film tersebut. Perbedaannya terletak dimana? Mari kita lihat review berikut ini.

Sebelum masuk ke hal tersebut, ada baiknya kita lihat kembali sinopsis film ini. Film ini bersetting di masa depan. Suatu ketika, bumi mengalami kehancuran besar – besaran akibat perang nuklir yang mengakibatkan kehancuran dimana – mana. Negara menjadi tandus, kering kerontang dengan kondisi awan nuklir yang pekat dan juga kelabu. Suasana perkotaan pun menjadi gersang dan panas, tak ubahnya seperti padang pasir tandus yang luas. Manusia pun mulai kekurangan bahan makanan dan air. Tak cuma itu, lebih parahnya lagi, manusia pun juga sudah kehilangan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Lebih parahnya, mereka membunuh orang yang berusaha bertahan hidup di jalan hanya demi makanan, minuman, atau kadang, tanpa motif yang jelas! Pada jaman tersebut, tersebutlah seorang pengembara bernama Eli ( Washington ) yang melintasi negara – negara di dunia untuk bertahan hidup. Tak Cuma itu, Eli ternyata membawa buku yang sangat berarti terhadap kehidupan umat manusia dan juga bisa membangun kembali peradaban manusia yang telah hancur lebur ini. Eli mempunyai misi, yaitu harus membawa buku yang dibawa olehnya ini ke Barat. Melintasi daerah – daerah gersang dan juga tak beradab, Eli pun teguh dengan pendiriannya, yaitu berjalan ke Barat untuk mengantar buku yang dibawa olehnya. Eli bertahan hidup dengan memakan makanan yang ada di sekitarnya, bahkan, Eli pun mencuri barang – barang dari orang – orang yang berusaha membunuhnya di jalan dengan cara membela diri dan membunuh mereka jika mereka macam – macam dengannya. Suatu ketika, Eli menetap di sebuah kota kecil bernama El Paso untuk mencharge I-Pod miliknya. Karena ada suatu kesalahpahaman di sebuah bar di kota kecil tersebut, Eli pun membunuh para penganggu yang menganggunya di bar tersebut. Carnegie ( Oldman ), seorang penguasa kota yang kejam dan keji, mengetahui hal tersebut dan tertarik dengan Eli. Dia mengajak Eli untuk menetap dengannya dan menjadi anak buahnya. Eli tidak tertarik dengan hal tersebut, tapi menerima dengan tangan terbuka keramah tamahan Carnegie untuk menginap di kediamannya. Carnegie pun mengutus anak angkatnya, Solara ( Kunis ) untuk menggoda Eli, tapi gagal. Eli pun mengajarkan cara berdoa kepada Solara karena di jaman tersebut, doa sudah tidak pernah ada lagi. Carnegie yang mengetahui hal inipun akhirnya tahu bahwa Eli membawa sebuah buku yang memang sudah dicari – cari olehnya selama ini. Buku tersebut adalah Alkitab. Akibat perang, buku Alkitab pun musnah terbakar dan sisanya pun juga sudah dibakar oleh para penguasa yang sudah tidak percaya lagi kepada Agama. Carnegie pun menginginkan Alkitab karena dengan adanya Alkitab, Carnegie ingin berperan sebagai Tuhan, sebagai juru selamat bagi umat manusia dengan tujuan yang jahat, yaitu menaklukan daerah – daerah lain dan menjadi penguasa dunia. Eli yang menjaga buku ini agar tidak jatuh ke tangan yang salah pun berusaha untuk mati – matian melindungi buku ini dari Carnegie dan anak buahnya. Setelah melakukan perlawanan sampai membuat kaki Carnegie terluka, Carnegie pun makin murka dan membawa semua pasukan yang ada untuk membunuh Eli dan mendapatkan Alkitab yang dibawa oleh Eli, bahkan jika perlu, membunuh Solara sekalian yang sekarang lebih memilih untuk ikut dengan Eli ketimbang tinggal dengan Carnegie yang kejam. Lalu, bagaimanakah nasib Eli dan Alkitab yang dibawanya? Berhasilkan dia untuk mempertahankan Alkitab tersebut dan membawanya ke Barat? Jawabannya, anda harus tonton film ini di bioskop. He3. XD.

Film ini secara mengejutkan berhasil mengambil sudut pandang tentang kondisi manusia pada saat setelah bumi hancur lebur. Kita bisa lihat dalam film ini, dimana manusia sudah tidak mengenal lagi yang namanya Agama, Tuhan, bahkan hal paling kecil sekalipun semisal membaca dan menulis. Manusia di film inipun sudah kehilangan kewarasannya dan menghalalkan segala cara agar bisa bertahan hidup, bahkan dengan cara membunuh sekalipun, Tapi, tanpa tujuan yang jelas pun, manusia di film ini juga bisa membunuh hanya untuk kepuasan dirinya. Duo sutradara Hughes Brothers pun berhasil menggambarkan moment – moment tersebut kepada penonton. Tak cuma itu, mereka juga berhasil dalam menciptakan atmosfer alam yang tandus, kering kerontang dengan kondisi awan nuklir yang pekat dan juga kelabu. Suasana perkotaan pun menjadi gersang dan panas, tak ubahnya seperti padang pasir tandus yang luas. Walaupun di beberapa adegan, background gambar film ini kelihatan background effect tempelannya, tapi itu tidak menjadi masalah karena Hughes Brothers berhasil menciptakan suatu atmosfer baru dalam hal kondisi keadaan alam yang hancur lebur akibat perang nuklir. Secara menarik, Hughes Brothers juga menggambarkan bahwa untuk bertahan hidup, manusia pun harus melakukan barter dan manusia di film ini sudah tidak mengenal uang. Intinya, manusia di film ini, yang tadinya hidup serba enak, kali ini harus kembali ke jaman batu kuno untuk bisa bertahan hidup.

Para pemeran film ini pun juga bermain meyakinkan. Denzel Washington sukses berperan sebagai pengembara jago tarung bernama Eli yang akan melakukan apapun untuk melindungi Alkitab yang dibawanya. Untuk beberapa adegan tarung, saya lihat Denzel agak sedikit kaku untuk melakukan gerakan beladiri; tidak seperti Matt Damon dalam film The Bourne Identity tempo hari yang dengan sangat sukses memperagakan Filipino Kali secara halus, tidak canggung, dan tidak kaku di film tersebut ( padahal, Matt sebelumnya tidak pernah dikenal sebagai bintang film action yang mengharuskannya mempelajari dan memperlihatkan teknik beladiri tertentu di film – filmnya ). Tapi walaupun begitu, kita patut mengapresiasi dan menghargai kerja keras Denzel yang berusaha untuk melakukan sendiri adegan – adegan laga yang ada di film ini, sampai – sampai berlatih ilmu beladiri secara intensif kepada murid Bruce Lee, yaitu Don Inosanto. Aktor spesialis tokoh – tokoh antagonis, Gary Oldman, memang gak ada matinya untuk peran antagonis dan sekali lagi, Oldman menunjukkan tajinya sebagai bintang tokoh antagonis kelas wahid dengan bermain meyakinkan sebagai Carnegie yang sadis, kejam, licik tapi juga pintar dan berwawasan sastra seperti layaknya sastrawan. Mila Kunis juga berperan manis sebagai Solara yang tegar tapi juga lugu dan tough. Ray Stevenson juga berperan OK sebagai Redridge, pengawal pribadi Carnegie yang kuat, loyal, kejam, tapi juga masih memiliki hati terhadap sesama dan diam – diam tertarik kepada Solara. Kehadiran cameo Michael Gambon dan Frances de la Tour sebagai pasangan tua yang gila senjata dan perang di film ini juga cukup mencuri perhatian.

Nilai plus lain film ini, selain beberapa faktor yang saya sebutkan di atas, adalah ceritanya yang bisa menjadikan perenungan hidup bagi kita dan juga kadar hiburannya yang baik plus endingnya yang cukup mengejutkan. Lewat film ini, kita bisa belajar untuk mensyukuri apa saja yang sudah kita dapatkan dan miliki selama ini serta menggunakannya secara bijak; sadar dan taat dengan agama dan kepercayaan yang kita peluk sampai kapanpun, even pada saat susah sekalipun; dan kesadaran kita untuk merawat dan memelihara alam serta perdamaian di bumi ini. Dan, tidak seperti film The Road yang filmnya berjalan lambat, mendayu – dayu, dan kurang kadar thrilling, apalagi actionnya, maka film The Book of Eli berhasil menjadi contoh sebuah film yang dengan sukses menggabungkan cerita berbobot dan adegan – adegan action yang seru. Film berdurasi 2 jam ini tidak berjalan membosankan akibat kadar actionnya yang setara dengan kualitas cerita filmnya. Inilah yang membuat film The Book of Eli mempunyai nilai plus dibanding film bertema serupa berjudul The Road. Ending film ini juga menyimpan kejutan yang cukup telak, walaupun mungkin akan sedikit dipaksakan. Tapi tetap, endingnya cukup WOW. He3. XD.

Kekurangan film ini hanya terletak pada isu Agamanya yang sedikit sensitif bagi beberapa kalangan. Tapi toh, film ini tidak menyinggung hal ini secara gamblang dan terang – terangan. Film ini pun juga TIDAK menyudutkan agama manapun, sehingga sebenarnya filmnya aman. Tapi, mungkin bagi sebagian orang, ceritanya yah agak sedikit sensitif saja. Satu lagi, sayangnya, tidak ada adegan baku hantam or baku tembak antara Redridge dan Eli dalam film ini. Kalaupun ada, jumlah scene dan kadarnya terasa kurang. Padahal bisa kita lihat, bahwa Eli dan Redridge bisa menjadi lawan sepadan karena mereka terlihat sama – sama jago beladiri dan ahli menembak serta jago strategi perang.

Overall, film The Book of Eli menjadi sebuah contoh film yang berhasil di semua aspek. Aspek pesan moral dan cerita OK, Action MANTAP, Original Score yang mengiringi film ini juga terkesan SIP, serta tentunya, background efek lingkungan sekitarnya yang JEMPOLAN. Tugas The Hughes Brothers di film ini direncanakan dan dieksekusi dengan amat baik, sehingga film ini berhasil menghibur penonton yang menontonnya, walaupun filmnya sebenarnya sudah terhitung terlambat untuk masuk ke Indonesia ( kita terlambat sekitar 4 bulan dibanding jadwal edar di Amerika ). Toh, film ini tetap menghibur dan kelak, pasti akan kita koleksi DVD nya untuk ditonton berulang – ulang kali. Film ini menjadi salah satu film yang bagus dan berkesan di awal tahun 2010 ini, selain tentunya How to Train Your Dragon. So, bagi anda yang mencari film dengan kualitas cerita jempolan sekaligus memiliki unsur hiburan action yang seru atau sedang mencari film dengan perenungan hidup yang dalam atau juga sedang mencari film pelepas stress, film The Book of Eli WAJIB anda tonton, walaupun film ini sudah memasuki minggu kedua peredarannya di Indonesia. Sekali lagi, GOOD JOB, Hughes Brothers. Akhir kata, selamat menonton.

Point :

Cerita = 8 / 10

Pemain = 8 / 10

Kriteria khusus :

Nilai Pembelajaran = 8 / 10

Special Efek = 7 / 10

Unsur Hiburan

dan action = 8 /10

Total = 8 / 10

Copyright : Alexander ”Ajay” Dennis

Trailer :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar